21 - Flashback (2)

10.4K 905 60
                                    

Bab 21 – Flashback (2)

"Ayah! Awas!!" teriakan Rhea membuat sang ayah terkejut dan langsung melihat ke depan. Ada sebuah mobil yang melaju kencang dengan arah yang tak beraturan. Mobil itu mengarah menuju mobil keluarga Rhea. Karena sudah tak bisa melakukan apa-apa karena sisi kanan ada truk besar yang sedang melaju kencang di depan mobil aneh itu dan sisi kiri adalah jurang yang sangat curam, akhirnya ayah Rhea pun asal-asalan membanting stir untuk menghindari mobil aneh itu.

"Ya Tuhan!"

CIITT

BRAKK

"Ayah! Ibu!"

*****

Ia tersadar. Badannya penuh luka memar dan darah yang terus mengalir dari kepalanya. Namun ia masih bisa bergerak dan menyadari apa yang sudah terjadi. Ia menangis sekeras-kerasnya ketika melihat mobil keluarganya sudah remuk jatuh ke jurang. Mobilnya sudah tak berwujud dan ... ayah, ibunya, mereka terkulai lemas di kursi depan.

"Ayah, Ibu, kalian nggak apa-apa, kan?" lirihnya sambil berusaha keras menahan air mata ketika melihat keadaan orang tuanya.

Keadaan kedua orang tuanya, lebih memilukan darinya. Ayahnya terluka di seluruh badan. Kakinya terjepit pintu dan sudah terpisah dari badannya, kepalanya penuh darah karena banyak pecahan kaca yang menancap di kepalanya. Sedangkan keadaan ibunya lebih terlihat mengenaskan dengan wajah yang sudah tak berupa akibat ledakan yang sempat terjadi dan penuh bercak darah di seluruh tubuhnya.

Rhea benar-benar tak kuasa melihat kejadian mengerikan yang menimpa keluarganya. Baru saja tadi siang ia tertawa bersama dengan kedua orang yang sangat ia cintai itu, namun ia harus benar-benar tabah dan ikhlas melihat kedua orang tuanya itu pergi meninggalkannya.

"Ayah! Ibu!" pekiknya di dalam tangisan. Ia tak mempedulikan betapa sakitnya luka yang ia rasakan. Karena luka itu, tak sebanding dengan luka hatinya setelah kepergian kedua orang tuanya dengan keadaan yang sangat mengerikan.

Sakit. Sangat sakit. Benci. Ya, ia membenci hari ini. Jika memang ia bisa mengulang waktu, ia takkan membiarkan ayah dan ibunya menuruti kemauannya untuk liburan. Ia takkan membiarkan kedua orang tuanya meninggal dengan cara yang menyedihkan seperti sekarang. Ia takkan merelakan kedua orang tuanya pergi meninggalkannya secepat ini. Tapi ia juga tak bisa memaksa Tuhan untuk mengubah takdir hamba-Nya. Ia tak mampu, ia hanya mampu menangis hingga air mata dan hidupnya mengering di samping jasad kedua orang tuanya.

Cukup lama ia menangis dan terus mencoba membangunkan kedua orang tuanya meski ia tahu semua itu takkan bisa membangunkan kembali kedua orang tuanya, pandangannya menjadi kabur, detak jantungnya melemah dan di kesadaran terakhirnya, ia melihat segerombol orang datang mengerumuni mereka. "To ... long," akhirnya pandangannya benar-benar menjadi gelap dan ia tak bisa merasakan apapun lagi.

*****

Rhea terbaring lemah di katil dengan berbagai alat kesehatan menempel pada tubuhnya. Kepalanya diperban dan wajahnya pucat pasi. Ia sendirian. Hanya suara alat detak jantung yang menemaninya. Detak jantungnya pun sudah melemah, berulang kali dokter memvonis Rhea meninggal, namun keajaiban selalu berpihak padanya. Tuhan ... masih memberinya kesempatan untuk hidup dalam kebahagiaan ketika Tuhan sudah memberikannya sebuah cobaan yang amat sangat menyedihkan.

Sudah 10 bulan lamanya, Rhea tak kunjung sadarkan diri. Sekarang ia berada di antara hidup dan mati. Namun tak ada satupun keluarga yang menjenguk ataupun menanyakan kabarnya. Ia benar-benar sudah menjadi sebatang kara di dunia.

"Kondisinya mulai membaik, namun kenapa anak ini belum sadarkan diri ya?" gumam seorang dokter ber-name tag 'dr. Savian' itu pada seorang suster yang sedang bersamanya.

"Apa mungkin dia memang sudah meninggal, dok?" tanyanya asal.

"Hus! Nggak boleh memvonis seperti itu, saya yakin sebentar lagi anak ini akan berhasil berjuang hidup."

Suster itu hanya tersenyum mendengar perkataan penuh harapan itu.

"Saya mau ke bangsal VIP dulu. Mari, Sus."

Ia mengangguki ucapan dokter yang hampir saja keluar dari kamar Rhea. Tapi semua itu terhenti saat suster berteriak melihat Rhea yang tiba-tiba saja membuka kedua matanya. Mendengar teriakan itu, Dokter Savian langsung kembali masuk ke ruangan di mana Rhea di rawat.

"Syukurlah, dia tersadar. Tuhan masih menyayanginya."

*****

Pada bulan ke sepuluh selama ia terbaring antara hidup dan mati, akhirnya Rhea kembali sadar dan hidup seperti biasanya. Namun, ia merasa ada keanehan dalam dirinya. Pertama, ia tak bisa mengingat kehidupannya sebelum terjadi kecelakaan malam itu. Ia hanya mengingat namanya sendiri dan kejadian saat kecelakaan itu sudah terjadi. Kedua, ia bisa melihat kejadian yang sudah terjadi maupun belum terjadi.

Beberapa orang sempat mengecapnya sebagai orang aneh yang terus saja mengatakan hal-hal yang belum terjadi dan akhirnya hal-hal itu menjadi nyata. Tapi setelah ia beradaptasi dengan kemampuan khususnya itu akhirnya orang-orang di sekitarnya bisa menerima kehadirannya.

Rhea mulai memahami bagaimana cara kerja kemampuan khususnya itu. Jika ia kontak kulit dengan seseorang maka ia akan tau masa lalu ataupun masa depan seseorang itu. selain itu, ia juga bisa melihat sebuah kejadian sebelum atau sudah terjadi pada seseorang dengan cara menyentuh barang terakhir yang seseorang itu pegang. Tapi anehnya, ia tak bisa melihat kejadian itu dengan jelas jika barang tersebut dalam keadaan basah atau tertutup oleh bulu seperti boneka. Selain itu, ia tak bisa melihat masa lalu ataupun masa depannya sendiri. Karena itu lah, Rhea membatasi dirinya untuk sebisa mungkin tidak bersentuhan dengan apapun dan siapapun kecuali sangat mendesak.

Di lingkungan rumahnya, Rhea terkenal sangat periang dan orangnya yang cantik manis. Ia mudah bergaul dengan siapapun meski ia sedang membatasi diri. Namun justru hal itu mengundang niat jahat seseorang, melihat kecantikan Rhea dan keunikan Rhea, Rhea hampir saja kehilangan 'mahkota'nya ketika ia menolak seorang lelaki yang menyukainya. Hal itu terjadi karena Rhea menolak ajakan kencan lelaki yang menyukainya itu. Kejadian mengerikan itu membuatnya sempat terguncang, andai saja niat jahat lelaki itu tak bisa diatasinya dengan cepat, mungkin ia sudah mengakhiri hidupnya saat itu juga.

Beberapa hari setelah ia mulai pulih dari rasa takutnya akan kejadian itu, Rhea menjadi seseorang yang aneh untuk ketiga kalinya. Ia menjadi takut dengan seorang lelaki yang terkadang bersimpati padanya. Ia takut jatuh cinta. Dan ia ... menjadi seorang philophobia dalam sekejap mata.

*****

Your Magic GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang