20 - Flashback

11.4K 963 85
                                    

Bab 20 – Flashback

"Ayah, ayo berangkat. Nanti keburu panas, Yah," rengek seorang gadis berumur 14 tahun itu pada ayahnya yang sedang menyisir rambutnya.

"Iya, sebentar. Ayah kan lagi sisiran."

Gadis itu terus merengek dan akhirnya sang ayah menyerah. Mereka pun berangkat ke sebuah pantai dengan menaiki mobil hitam yang terparkir rapi di halaman. Menunggu sang ayah menyalakan mobil, ibu dan gadis itu saling membantu membawa bekal liburan mereka.

Raut bahagia terus tercetak jelas pada wajah Rhea —gadis itu. Akhirnya libur panjang bersama keluarga yang ia nantikan telah tiba. Ia terus menyanyikan setiap lagu yang terdengar di radio. Kepalanya dikeluarkan lewat jendela sambil berkomat-kamit menyanyikan lagu padahal ia sendiri tak hafal liriknya. Ia tak mempedulikan omelan ayah dan ibunya agar ia memasukkan kepalanya, tapi ia tetap bandel dan merasakan nikmatnya sepoi angin saat mobil melaju. Untung saja mobil mereka sedang melaju di jalan pegunungan yang kanan kirinya adalah jurang dan sepi di lalui mobil, jadi teriakan-teriakan Rhea tak membuat dirinya sendiri malu.

"Rhea bahagia, Ayah, Ibu!"

Mendengar teriakan itu ayah dan ibunya terkekeh. Hingga akhirnya, sampailah mereka di tempat wisata yang mereka tuju. Sebuah Pantai berpasir putih yang masih sepi dan masih bersih. Hanya ada beberapa orang saja di sana dan kebanyakan adalah pasangan muda-mudi. Pantai itu adalah pantai kenangan di mana ayah dan ibu Rhea pertama kali bertemu. Mereka membiarkan anak gadis mereka untuk berlari ke arah ombak dan bermain di sana. Rhea adalah anak yang periang, tapi kali ini mereka sangat bahagia melihat Rhea tertawa begitu riang berbeda dari biasanya.

"Ayah, Ibu, sini!" ia melambaikan tangan memanggil kedua orang tuanya yang sedang asyik duduk berdua di sebuah gazebo jauh dari tempatnya berada. "Ayah! Ibu! Ayo sini dong!" teriaknya lagi hingga membuat suaranya sedikit serak.

"Iya, iya, ayah sama ibu ke sana!" balas ayahnya dari kejauhan. Rhea mendengar namun tak menjawab. Ia sibuk membangun istana pasir sambil bersimpuh di di genangan air.

"Ayah, kok gagal terus sih? Ah, sebel!" gerutunya kesal karena istana pasirnya terus saja ambruk sebelum jadi.

Kedua orang tuanya terkekeh. "Kalau kamu ngeluh, nggak bakal bisa jadi, Sayang. Kamu harus berusaha buat mengubah nasib. Karena nasib itu bisa berubah kalau kamu mau berusaha mengubahnya. Ya sama kayak bikin istana pasir ini, kamu harus berusaha biar istana pasir yang tadinya mau roboh, nggak jadi roboh karena usaha kamu buat menguatkan istana pasirnya."

Rhea terkekeh. "Ih, ibuku memang ibu yang bijak! Lopyu, Ibuku!" ucapnya dengan raut wajah yang menggemaskan membuat ayah dan ibunya ikut terkekeh.

"Paham nggak sama ucapan ibumu tadi?" tanya ayahnya.

"Paham lah, Yah! Kan anak ayah ini cerdas!" jawabnya penuh kepedean.

"Wah, pede-nya!" ayahnya mengusap-usap gemas pucuk kepalanya, membuat si empu sedikit protes karena poni pagarnya jadi berantakan.

"Ayah ih! Berantakan nih poninya Rhea," rengeknya mengundang tawa ayahnya. "Ayo, Yah, Bu, kita adu bikin istana pasir yang paling kokoh!"

Mereka pun akhirnya menuruti apa kemauan anak semata wayangnya itu. Mereka memainkan air dan pasir bersama hingga matahari melalui mereka begitu saja dan berganti dengan bulan.

Setelah puas mengacak-acak pantai, Rhea tertidur pulas di mobil saat perjalanan pulang. Rhea sangat berbeda ketika sedang tidur, wajahnya kalem dan penuh kelembutan. Tapi ketika ia terbangun, ia menjadi anak yang periang dan tak pernah lelah untuk bertingkah.

"Rhea anakku itu emang cantik seperti ibunya," ucap sang ayah di keheningan malam. Ia melihat wajah teduh anaknya itu ketika tertidur dari kaca spion.

"Rhea anakku itu emang pemberani seperti ayahnya," balas sang ibu sambil menampakkan senyuman manis yang terwariskan ke Rhea.

"Eurgh, Ayah, Ibu, sampai mana?" tanya Rhea dengan suara seraknya. Ia mengusap matanya dan memperbaiki duduknya menghadap ke depan. Ya begitulah dia, meskipun umurnya sudah menginjak umur remaja, tapi kelakuannya masih seperti anak-anak.

Ibunya menengok ke belakang melihat Rhea yang masih belum sepenuhnya sadar. "Bentar lagi sampai kok, Sayang."

"Kenapa, Rhe? Kamu udah kebelet mau tidur di kasur?" ejek ayahnya sambil menengok ke arahnya.

"Ayah! Awas!!"

Your Magic GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang