Bab 13 – Si Ektrovert dan Introvert
Jaman SMP saat Rhea berumur 14 tahun.
Dia adalah Davinia Rhea Dianta. Gadis berponi pagar, bermata bulat, berbibir dan bertubuh mungil. Ya, dia yang sedang asyik menganggu teman-temannya dengan segala tingkah anehnya. Tertawa kesana-kemari seolah gadis itu adalah gadis paling bahagia di antara yang lain. Memang terkadang menyebalkan, namun tak sedikit yang menyukai gadis itu. Dari seluruh orang di SMP itu mungkin hanya segelintir orang yang tak mengenalnya. Namanya sudah dikenal di berbagai kalangan. Mulai dari kelas 7 sampai kelas 9 hingga ke ruang guru bahkan ke ruang BK. Ya, ruang BK. Karena Rhea adalah murid paling sering keluar-masuk ruang BK karena kebiasaan terlambatnya. Tapi, meskipun Rhea dicap sebagai gadis terjahil dan ter-amburadul, dia tetap disukai banyak teman hingga guru di sana.
Penuh perhatian, prestasi yang cukup memuaskan, sikap yang terkadang membuat orang lain terhibur, itulah hal yang disukai mereka dari sosok Rhea. Namun, terkadang hal yang menyakitkan pun pernah ia rasakan. Dikucilkan karena dianggap suka mencari perhatian. Bahkan ditinggalkan seseorang yang telah ia anggap sebagai sahabat hanya karena Rhea lebih sering bergaul dengan orang banyak dibanding hanya terus bersama dengan orang-orang tertentu. Meskipun banyak yang menyukai sikapnya, tapi tak banyak yang bisa ia anggap sebagai seorang sahabat setelah seorang sahabatnya meninggalkannya pergi. Ia memang gadis ekstrovert yang terlihat banyak teman. Namun, di balik itu semua, ia merasa sepi karena tak ada satupun yang mau mendengarkan keluh kesahnya setiap saat.
"Rhea," suara lembut itu menyadarkan lamunannya. "Boleh duduk sini?"
Rhea tersenyum lebar. "Hai, Adis! Tumben banget makan di kantin?"
Adis hanya tersenyum tipis dan menaruh semangkuk sotonya di meja. Ia duduk di depan Rhea dan menatap gadis itu untuk sesaat. Tatapannya seolah menuai pertanyaan di benak Rhea.
"Kenapa liatinnya kayak gitu?" Alisnya menyatu melihat tatapan Adis yang terkesan aneh.
"Tumben lo sendirian?"
Pertanyaan yang dijawab pertanyaan pun membuat Rhea sedikit tersedak ludahnya sendiri. "Lagi pengen aja. Terus ... tumben juga lo mau makan sama gue? Biasanya lo sendirian mulu?"
Adis tersenyum. Melihat senyuman gadis yang ada di depannya membuat Rhea sedikit takjub. Ya, Adis adalah satu-satunya murid sekelas yang tak pernah ia ganggu, usili, atau bahkan dekati. Adis Argani, nama lengkap dari Adis, dia adalah gadis yang sering dijuluki anti sosial. Ia pendiam, suka menyendiri, tak banyak bicara, lebih tepatnya ... Adis dan Rhea seperti bumi dan langit. Mereka jauh berbeda dalam hal sikap dan sifat.
Sekarang ia takjub. Gadis pendiam yang sempat ia pikir tak akan bisa ia dekati, justru sekarang tertawa bersamanya. Bercerita banyak hal bersamanya hingga membuatnya merasa gadis bernama Adis itu berhasil mengusir kata sepi yang sempat ia rasakan.
*****
"Adis!" teriaknya hingga satu kelas menatapnya heran. Heran karena melihat Rhea si penuh aksi sedang bersama dengan Adis si anti sosial. "Makan bareng yuk!" Lagi-lagi kata-kata Rhea menuai pertanyaan di benak mereka.
Ya, pertanyaan seperti sejak kapan, bagaimana bisa, dan bagaimana mungkin dua gadis yang sangat berbeda sifat dan sikap itu bisa bersama dalam waktu yang terbilang sangat mendadak.
"Ayo, Rhe," jawab Adis dengan nada yang sedikit pelan dan terkesan malu karena merasa diperhatikan oleh seisi kelas.
"Eh, Rhe, Dis, tumben kalian bareng?"
Rhea terkekeh mendengar pertanyaan itu terucap ratusan kali. "Kenapa? Aneh ya? Cewek petakilan kayak gue bisa akrab sama cewe ansos kayak Adis?"
Si pemberi pertanyaan itu hanya tersenyum kikuk sambil menganggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya, takjub aja gitu, Rhe. Ternyata di ekstrovert sama si introvert bisa nyatu."
"Gue sama Adis bukan minyak sama air kali, kita sama-sama manusia. Beda sikap dan sifat bukan berarti nggak bisa nyatu, kan?"
"Mantab!" sorak satu kelas setelah mendengar jawaban Rhea yang tumben banget bisa bersikap bijak.
****
Senja mulai menghilang dari pelupuk mata. Langit sore yang memerah mulai menghitam karena tertutup awan mendung. Burung-burung berkicau seolah bernyanyi untuk mengantar senja berpulang dan menyambut rembulan yang segera datang.
"Gue seneng."
Adis menatap gadis yang tengah bermain ayunan itu dengan heran. "Kenapa?"
Rhea tak menatapnya. Ia menatap langit sambil tersenyum penuh arti dan terus mengayun ayunannya. "Karena sekarang ... gue nggak sendirian lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Magic Girl
Romance(Romance-Fantasy) ***** "Apa yang lo punya buat gabung di Misi Penculikan Anak ini?" Detektif itu menatap penuh selidik pada seorang gadis Bernama Rhea. "Tekad!" Jawaban naif itu hanya membuat seorang dokter muda terkekeh pelan. "Tekad hanya sekadar...