TILU

396 24 0
                                    

Hidup itu dibawa santai aja, jangan terlalu serius nanti bisa diseriusin lho.

°°°

Sesampainya di rumah, Ali langsung merebahkan badannya di sofa. Beberapa hari terakhir, badannya terasa begitu sangat lelah.

"Eh, si aa udah pulang. Kok nggak ngucap salam?" Wanita paruh baya menghampiri Ali yang tengah terbaring pasrah, dia melepas sepatu yang masih menempel di kaki Ali.

"Aa ngucapnya pelan, makanya bibi nggak denger." Jawab Ali pelan.

Bibi tersenyum. "Mau bibi ambilin buah naga atau jus buah naga?"

Ali menghela napas, salah satu kebiasaanya yang dulu muncul. Ketika sedang lelah, buah naga lah yang menemaninya.

"Semenjak aa pulang, bibi jadi seneng karena bisa makan buah naga dengan nikmat." Ucap bibi dengan penuh semangat.

Ali yang mendengar penuturan bibi, beranjak bangun. "Kok bisa?"

Bibi kembali tersenyum seraya mengusap surai Ali. "Karena kalau makan buah naga tanpa aa, rasanya itu ada yang kurang. Bibi merasa ada sesuatu yang seharusnya ada eh tapi kok nggak ada, harusnya manis tapi rasa manisnya itu dibawa sama aa."

Ali ikut tersenyum. "Tinggal tambahin gula aja, bibi."

"Nggak enak, Aa. Menurut bibi, buah naga itu manis kalau makannya bareng aa." Ucap Bibi sambil menahan tawa.

Tawa Ali pecah, ada-ada saja kelakuan bibi. Pikirnya.

"Sejak kapan bibi jadi suka gembel gini?" Mood Ali yang tadinya di bawah sekarang beranjak naik.

Bibi memiringkan kepalanya, seolah sedang membayangkan sesuatu. "Sejak kapan ya? 'Kan aa sendiri gurunya. Masa nggak tau perkembangan muridnya?"

Ali hanya menggelengkan kepalanya. "Aa guru yang payah,"

"Kalau gitu, gimana kalau sekarang kita makan buah naga bareng, Bi? Sebagai kelulusan bibi karena udah bisa ngegembel."

"Setuju!" Seru bibi dengan antusias.

Kemudian mereka berdua berjalan ke arah dapur.

Mereka tidak menyadari kalau ada seseorang yang dari tadi memperhatikan, dia lalu tersenyum simpul.

"Udah lama aku nggak denger suara tawa kamu," Lalu dia beranjak dari tempatnya.

Dia memanggil salah satu pelayan. "Nta, nanti kamu perbanyak beli buah naga yang masih segar ya."

Pelayan itu mengangguk patuh. "Baik, nyonya."


°°°

Malam hari yang begitu sepi di rumah dengan gaya klasik modern itu membuat rasa nyaman tersendiri bagi Ali, karena para pelayan di rumahnya kini sudah pulang. Hanya beberapa orang yang tinggal, dirinya, bibi, dan mungkin sang ibu.

Ali tidak begitu dekat dengan ibu barunya, setelah kejadian beberapa tahun silam yang membuat dirinya merasa takut akan sosok seorang ibu.

Bukan karena beliau sosok ibu tiri jahat  yang hanya cinta pada ayah dan hartanya saja, tetapi karena beliau terlalu baik untuk menjadi ibu bagi dia yang nauzubillah.

Ali takut, sikap baiknya akan berdampak buruk bagi sang ibu baru 'lagi'.



•••

Safsafcho💛

27/11/19

Classmate GALAK [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang