Terlalu banyak yang ku keluhkan pada suami saat kehamilan pertama ini, ya.. karena aku mengalami mual yang cukup parah, contohnya saja;
1. Aku tidak tahan panas yang ada di kontrakan suami, karena kami tinggal di lantai dua, dan atap nya dari asbes. Hingga kalau siang terasa panas.
2. Aku tidak tahan bau- bauan dan wangi- wangian, bau kamar mandi, bawa ruangan dapur, bau tempat tidur, wangi detergen, wangi sabun pencuci piring, wangi pelembut pakaian, bau lemari, dan segala macam bau lainnya yang memicu aku memuntahkan makanan yang baru saja aku makan, hingga aku terkulai lemas.
3. Suamiku yang banyak agenda di luar, tanpa mementingkan aku yang sedang hamil hingga membutuhkan perhatiannya. Padahal menunggu nya pulang bekerja, dari pagi sampai jam 5 sore saja butuh banyak kesabaran, apalagi di tambah pulang bekerja dia masih ada agenda, itu membuatku sangat membenci keadaan ini.
.
Hingga pada Rabu malam, "dek aku ngaji ya", sebuah pesan whatsapp masuk ke handphone ku, pesan dari suamiku."Mas, kamu gak kasian sama aku? Udah nunggu dari pagi, langsung pulang lah mas..", jawabku, tapi tak ada balasan lagi.
.
Ku tunggu suamiku pulang, maghrib belum pulang, jam 19.00 tidak ada tanda- tanda kedatangan nya, aku yakin suami ku akan pulang jam 22.00 malam, karena jadwal mengaji nya seperti itu.
.
Jam 8 malam aku tidak tahan lagi, aku buru- buru mengemasi pakaian dan pulang ke Rumah Ayah, bertekad tidak akan balik lagi ke kontrakan suami. Aku kesal. Aku yang sedang payah begini, malah di biarkan sendirian di rumah sampai larut malam. Padahal aku mengira ia akan menuruti kata- kata ku agar pulang tepat waktu.
.
Sesampainya di rumah ayah aku muntah parah, muntah yang aku tahan- tahan semenjak tadi dalam perjalanan.
.
Akupun merapikan tempat tidur seadanya di bekas kamarku sewaktu belum menikah, ya.. aku menetap di rumah ayahku selama 2 bulan, karena aku kesal pada suamiku.
.
***"Dek ayok kita pulang", beberapa hari setelah nya suami menjemputku, berharap aku mau di ajak pulang ke kontrakan, karena aku pun yakin dia tidak betah sendirian, karena biasanya ada aku yang tidur bersamanya.
"Enggak!!!", aku pun menolak keras, biar saja dia rasakan, bagaimana rasanya aku kemarin, di biarkan sendirian, aku juga bisa melakukan hal yang sama, bukan dia saja yang bisa.
"Udah sana kamu pulang sendiri, biarin aku di sini sama anak aku di perut", kataku semakin kesal padanya dan menghardiknya agar segera pergi.
"Tapi ini juga anak aku dek", jawabnya sambil memegang perutku.
"Enggak, sana kamu, kamu bisa nikah lagi, terus punya anak lagi", jawabku makin ngawur karena tidak tahan lagi dengan emosi yang ada di dalam dadaku.
Mungkin inilah yang di namakan hormon kehamilan, ketika sensitif dan emosi menjadi satu, kata- kata sembarangan pun meledak begitu saja.
Akhirnya suami ku mengalah, membiarkan ku tinggal di rumah ayah, dan ku harap dia menyadari di mana letak kesalahannya.
***
Setiap sepekan sekali suamiku datang, membawakanku makanan yang aku suka, dan sesekali menginap di rumah Ayah.Pernah suatu kali aku iseng, membuka pesan suamiku, ternyata suamiku curhat pada Mawar adiknya, dia menceritakan semua yang terjadi pada rumah tangga kami, yaitu insiden aku pergi dari kontrakan.
Suamiku memang percaya penuh pada Mawar adiknya, bahkan dia lebih mempercayai Mawar, dari pada aku, istrinya.
Suamiku pernah bilang, setiap apapun yang di diskusikan dengan Mawar, Mawar akan menjawab dengan pertanyaan cerdas dan elegan, suamiku tidak bercerita apapun melalui pesan pada ibunya, karena tidak mau menjadi beban pikiran untuk ibunya.
Setelah membaca uneg- uneg suamiku, akupun membaca balasan dari Mawar.
"Sabar ya mas, kalau Mbak Alisya seperti itu berarti dia istri yang nuzyus (durhaka pada suami), keluar rumah tanpa izin dari suami".
Sakit hatiku membacanya, seenak jidat adik nya mengecapku istri durhaka tanpa tau sebab nya aku bisa melakukan hal itu, dari situlah timbul bibit- bibit kebencianku, yang tak pernah ku bahas pada suamiku. Aku ingin lihat sejauh apa dia akan menceritakan masalah rumah tangga kami pada adiknya.
Padahal dulu selepas menikah suamiku berkata, "Jika kelak salah satu diantara kita ada masalah, jangan cerita ke masing- masing keluarga kita ya, karena hanya akan menambah masalah menjadi besar", suami ku mengatakannya saat kami sedang makan diluar, makan Bubur Cakwe Terlaris di Bilangan Blok M.
.
Tapi kini, dia yang melanggar kata- kata yang di ucapkannya sendiri.***
"Dek, aku mau pulang kampung, kamu mau ikut engga?", deg.. tiba- tiba aku teringat ibu mertua, aku takut mertuaku mengetahui keadaanku yang sekarang, aku pisah rumah dengan suami.
.
Aku tidak ingin cacat ku dalam berumah tangga ini di ketahui ibu mertua, aku takut suami ku mengadu pada ibunya, tapi juga aku takut kalau ikut pulang kampung, bertemu dengan ibu mertua lalu di tanyai macam- macam.
.
Aku takut di tanyai kenapa kabur dari tempat suami, pasti aku yang akan di salahkan dan di cap jelek oleh ibu mertua.
.
Tidak, aku tidak mau ikut pulang kampung, aku takut di tanya macam- macam, aku tidak mau, karena aku tau, dia akan bertanya dengan detail, seperti sebelum- sebelumnya.Aku pun menolak ajakan suamiku untuk ikut pulang kampung, meskipun ia akan mengulangi ajakan nya berkali- kali, hingga akhirnya suamiku pulang kampung sendiri, tanpa aku.
***
Menuju hari kepulangannya kembali ke Tangerang.. ya aku tinggal di Tangerang, aku whatsapp tidak pernah di balas.Hati kecilku curiga, apa yang membuatnya tiba- tiba berubah seperti ini, sebelum sampai di kampung dia masih membalas whatsapp ku, sekarang aku benar- benar diabaikan nya.
.
"Mas, kalau kamu udah gak peduli sama aku ya udah, kita sudahi saja hubungan rumah tangga ini", saking kesalnya ku kirim pesan seperti itu, karena Whatsapp yang tak di balas, dan panggilan telepon puluhan kali yang di abaikan.
.
"Oke, kita selesaikan semua nya sampai tuntas, emang dari awal masalah ini gak pernah kelar kan? Nanti aku bawa orang ketiga buat nyelesain masalah ini", deg.. langsung lemas dan sedih hatiku, sekali nya dapat balasan, ini yang ku dapatkan."Ini bisa kita omongin berdua mas, ga perlu orang ketiga", aku masih berusaha membuat keadaan lebih baik dari sebelumnya, karena aku takut arti dari semua ini adalah perceraian. Yang awalnya memang aku yang menyulut kata- kata ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai Ibu Mertua
General FictionSelepas menikah suamiku berkata, "Jika kelak salah satu diantara kita ada masalah, jangan cerita ke masing- masing keluarga kita ya, karena hanya akan menambah masalah menjadi besar", ia mengatakannya saat kami sedang makan diluar, makan Bubur Cakwe...