9. Aku benci

3.5K 135 5
                                    

Sepekan suamiku ambil cuti, di kampung ia yang mencucikan bekas darah- darahku melahirkan, juga mencucikan pakaian si kecil, pakaian ku, dan juga pakaian dirinya sendiri, karena dia amat menyayangi ibunya, seharian pekerjaan nya hanya mencuci, dia pun mencuci seluruh pakaian keluarga nya. Suamiku benar- benar memporsir tenaga nya.
.
Anakku diberi nama Aqso oleh ayahnya, setiap pagi harus di jemur di bawah sinar matahari agar sehat, sehari saja absen dari berjemur, neneknya (ibu mertua) rungsing sekali
.
7 hari setelah melahirkan, suamiku kembali ke Tangerang, aku LDR lagi, tidakkah ia sedih meninggalkan bayi nya yang masih kecil?
.
Luka jahitan ku belum sepenuh nya sembuh, namun aku harus tetap bisa mencuci pakaian si kecil dan pakaianku sendiri, setiap pagi ibu mertua menyiapkan telur rebus untukku, untuk memulihkan bekas jahitan ku.
.
Selama sebulan aku masih saja sering begadang, bangun malam ketika anakku menangis, ya.. aku begadang sendirian, ingin sekali rasanya suami ada di sisiku membantuku, ah, tak mungkin, tiap malam aku selalu berusaha agar Aqso tidak menangis keras, aku tidak ingin ada yang terganggu.

Dan selama sebulan aku belum bisa memandikan anakku, aku masih takut.
.
Tapi aku tidak boleh tinggal diam, tepat sebulan lewat sehari, aku sudah belajar memandikan Aqso, aku semakin terbiasa, memandikan bayi 1 bulan menjadi hal yang mudah bagiku, Aqso ku yang lucu, kecil, dan mungil Subhanallah Tabarakallah, aku akan berperan menjadi ibumu seutuhnya.
.
Sebenarnya dalam hatiku sebal sekali, karena tiap pagi aku harus berjemur lebih dari 2 jam, seperti hukuman di setrap saja di sekolah, padahal aku tau menjemur 15 menit saja sudah cukup untuk bayi, tapi ibu mertua itu semakin bawel, dia ingin cucunya di jemur dengan baik, dengan baik menurut dia itu dengan durasi yang lama. Padahal dia sendiri tidak sanggup melakukan nya.

Belum lagi aku yang selalu kena marah ibu mertua, kalau Aqso gumoh, lalu muntahan nya mengalir ke leher, hingga leher Aqso merah- merah.

Begitu pula selangkangan Aqso yang merah- merah karena iritasi, aku lagi yang di salahkan.

Juga kalau Aqso gumoh, ibu mertua bilang karena air susuku yang dingin. Ya.. salahkan saja aku terus, aku si pabrik susu yang tak becus. Tentu saja aku tidak berani mengatakan itu pada ibu mertua. Aku hanya menumpahkan kekesalanku pada suamiku di whatsapp, hingga suami ku yang tak salah apa- apa jadi korban amukan kata- kataku yang tak menyenangkan.

***
Pernah suatu malam, aku begadang, tidak tidur sama sekali sampai subuh hingga aku mengantuk sekali, jam 7 pagi aku mengantuk, setelah Aqso mandi, aku memilih tidur karena kepalaku pusing, hingga hari ini aku benar- benar absen menjemur Aqso

Subuh itu juga aku laporan pada suamiku, bahwa aku belum tidur semalaman, tidak lupa ku fotokan muntah Aqso pada suamiku, karena sebelum nya yang aku tau ibu mertua memberikan Aqso susu formula tanpa persetujuanku.

Tanpa ku sadari handphone yang ku silence mendapat panggilan tak terjawab dari suamiku berkali- kali, mungkin ia khawatir pada Aqso. Aku tak membalas karena kepalaku pusing sekali.
.
Sebulan lewat sepekan, suamiku menjenguk anaknya di kampung, padahal berkali- kali aku tanyakan di Whatsapp, kapan dia ke kampung lagi, tapi dia tidak menjawab dengan benar, hanya jawaban ngawur saja yang di berikan padaku.
.
Suatu sore ku dengar ibu mertuaku berbicara pada anaknya, kalau suamiku sedang di kereta menuju ke kampung, ia mendapat kabar dari Mawar, aku makin sebal sekali pada suamiku. Kenapa dia tidak menjawab pertanyaanku dengan benar, tapi giliran pertanyaan Mawar atau ibunya pasti akan di jawab dengan benar.
.
Aku benci. Aku merasa orang yang paling tidak berarti untuk suamiku.
.
Pagi tiba, aku seperti biasa dengan rutinitas mencuci pakaian, itupun aku harus menunggu Aqso tidur. Kalau Aqso bangun aku akan kebingungan, karena tidak ada yang menjaga Aqso, aku pun harus bolak- balik antara kamar mandi dan kamar Aqso tidur hanya untuk memperhatikan apakah Aqso masih lelap, sedangkan bajuku basah, kalau Aqso menangis, aku harus menyusui nya dulu, mengganti pakaian, setelah itu lanjut mencuci, hingga pakaian ku basah berkali- kali dan berganti berkali- kali.
.
Kalau kalian berpikir, keluarga suami akan membantuku menjaga Aqso ketika sedang tidur. Itu salah besar. Yang ada adik- adik suami yang kecil malah mengganggu Aqso, itulah yang selalu membuatku pusing di pagi hari. Aku tidak bisa mengandalkan siapa- siapa di sini.
.
Belum lagi ibu mertua yang cerewet sekali masalah air, aku di bilang harus hemat air, mencuci tidak boleh lama- lama, apakah aku tidak boleh membilas pakaian anakku? Aku muak sekali dengan adegan mencuci di sini, banyak sekali peraturan yang membuat aku benci, rasanya aku ingin sekali menangis, andai saja aku bisa pulang kerumahku sekarang dan mencuci dengan tenang di rumah.
.
Ketika aku sedang basah- basahan dengan gamisku, ya.. aku mencuci dengan memakai gamis, karena harus tetap menutup aurat, dirumah itu ada adik ipar laki- laki 2 orang, tiba- tiba suami ku datang, dan tahukah kalian? Siapa yang pertama kali ia cari? Mawar.

Ya, Mawar, adik kesayangannya itu.. sesak sekali rasanya, aku mendengar suara suamiku datang, namun aku diam saja, pura- pura tidak tahu

Ia pun menghampiriku yang sedang basah- basahan mencuci, aku tidak menggubrisnya, ketika selesai mencuci, ia memelukku, namun aku memberontak dari pelukannya, aku benci suami seperti dia, ketika aku sedang menjemur, dia meminta untuk mengambil alih pekerjaanku, akupun ketus padanya, "Bisa diam gak sih?!!" Jawabku penuh amarah.

Siang hari, aku mendengar Mawar tertawa bahagia karena suamiku membawakan nya hadiah pernikahan yang belum sempat ia berikan sebulan lalu. Mawar tertawa sangat bahagia. "Makasih ya mas, aku di kasih tas", suaranya terdengar sampai kamarku.

Sedangkan aku yang saat itu sedang menyusui anakku, hanya bisa menangis sedih dari kamar, apa yang dia bawakan untuk aku sebagai istri? Aku hanya minta di belikan keperluan setelah melahirkan karena sangat membutuhkannya, tidak ada barang yang ia belikan khusus untukku. Hancur rasanya. Hancur. Menangis, ya.. saat ini aku hanya butuh menangis saja.

Belakangan ku tau, di kamar Mawar ada figura bertuliskan nama Mawar dan suaminya, ya.. kado pernikahan yang indah, disana tertulis, "from your brother, Iyan", sudahlah sesak kedua kali ini tak ada gunanya, karena hancur yang pertama bagiku sudah menghancurkan segalanya.
.
Sampai maghrib tiba, aku masih diam padanya, setelah membaca Qur'an dia mendekatiku, dan berbicara dengan lembut padaku. Bertanya apa dia punya salah. Aku pun hanya diam saja.
.
"Dek.. besok kamu jangan nyuci ya.. aku aja yang nyuci, aku liat baju kamu basah semua, aku takut kamu masuk angin", suamiku membahas kejadian tadi pagi ketika gamis ku basah semua sewaktu mencuci. Namun aku hanya diam tak menjawab.

"Dek.. aku lapar, nanti kita makan di luar yu.." dia masih merayuku
.
Aku masih saja diam, menahan tangis
.
"Anak kita di bawa?", akhirnya aku mencoba membuka hatiku, menjawab pertanyaannya.

"Aku udah bilang sama ibu, untuk Nitip Aqso sama ibu", jawabnya enak sekali.

"Gak, aku gak mau repotin orang lain", jawabku masih ketus.

"Ibu udah bersedia kok, please ya.. mau", dia merayu lagi.
.
Aku merasa diriku sangat menyedihkan. Selama di kampung, aku tidak pernah di ajak makan berdua oleh suamiku, dia hanya sibuk membahagiakan keluarga nya, hingga aku benar- benar di abaikan.

Ku rasa ini waktu yang tepat untuk menumpahkan unek- unekku, akupun menyetujui makan malam dengan nya di luar.

Beberapa kali suamiku menyuruhku keluar, dia sudah rapi dengan jaket dan helm. Tapi lagi- lagi ibu mertua mencegahku, "nanti, mas Iyan mau keluar sama Dion", katanya. Dion adalah anak bungsu Ibu Mertua yang masih kelas 1 SD.

Deg!! Apa?! Ibu mertua mencegahku lagi dan lagi?! Jelas- jelas dari tadi suamiku bolak- balik mengajakku, ada apa ini sebenarnya?!!

Aku yang sudah rapi, akhirnya melepas kembali jaket yang sudah ku pakai, aku berpakaian seperti biasa

Suamiku datang lagi, "kamu belum siap dek", Astaghfirullahal adziim aku benci sekali ini semua, andai ia tau kalau ibunya yang melarangku pergi. Aku sangat- sangat ingin menangis.

Wahai Ibu MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang