Sesaat setelah membaca pesan itu aku marah bukan kepalang, aku gusar sekali, aku menerobos keluar kamar sembari menggendong Aqso, mencari suamiku, dan ku temukan ia tengah duduk- duduk di toko milik mertua.
.
"Mas sini!!", panggil ku kesalIa yang memasang muka polos, karena belum tau apa salahnya, langsung bangkit menghampiriku.
"Mas, aku baca whatsapp kamu sama ibu, ibu udah gak suka sama sekali sama aku mas, aku udah jelek banget di mata ibu, aku mau pulang sekarang mas, mendingan kamu ceraikan aja aku mas," lagi- lagi aku memberondong dia, tapi kali ini dengan sangat mendadak. Dan lagi- lagi aku berbicara ngawur.
Dia pun menutup mulutku, "kamu kebiasaan, kalau ada apa- apa teriak- teriak", kata suamiku, aku tau ia takut tetangga dengar.
***
Dia tak bicara apa- apa, dia membawa Aqso ke halaman, aku yang sedang gusar sama sekali tidak mood melakukan apa- apa.Sedangkan ibu mertua yang tau cucunya belum mandi, menyiapkan air hangat untuk Aqso.
Aku semakin jengkel, ku pancing saja suamiku, aku berteriak padanya, "harusnya kamu yang melakukan itu!!!", menyiapkan air mandi untuk Aqso maksudku.
"Kamu kenapa sih marah- marah mulu!!!", jawab keras suamiku yang terpancing emosi
Ibu mertua pun menatap ku tajam, namun aku sama sekali tak peduli pada orang tua bermuka dua, yang bisa- bisa nya "mengadu" sekeji itu pada suamiku.
Akupun menyerobot memandikan Aqso sambil menangis, karena sebal suamiku malah balas meneriaki ku, bukannya minta maaf padaku.
Tanpa ku sadari tangisanku pun semakin keras, ibu mertua dan suami hanya menonton aku menangis sambil memandikan Aqso
Ketika sudah selesai memandikan Aqso, ibu mertua ingin membawa Aqso dari gendonganku, karena dia tau emosiku sedang tidak stabil, namun aku menolak keras, "Enggak, ini anak aku!!!", ucapku kasar pada ibu mertua tanpa ku sadari.
"Iya Sya.. itu anak kamu, bawa sana, harus nya tuh kamu terima kasih Sya", untuk pertama kalinya ibu mertua berani menantang macan yang sedang emosi seperti aku.
Tapi seketika macan ini kembali menjadi kucing, kucing tidak bisa seberingas tadi, kucing yang hanya bisa menangis, sadar, bahwa mertuanya barusan membalas ocehan ku yang ngawur.
Ya. Aku memang seperti itu kalau sedang kalap, saking aku selalu memendam rasa sakit yang selalu ingin meledak. Dan hari ini bom waktu itu sudah meledak.
Aku pun menangis lagi di kamar. Sambil memakaikan pakaian Aqso lalu menimangnya, emosi ku yang tidak stabil berpengaruh pada Aqso, ia ikut menangis.
Kali ini dengan lembut ibu mertuaku mengambil alih Aqso, karena tau Aqso takut dengan ibunya yang menangis, aku pun menyerahkan anakku, lalu menangis sendirian di kamar sampai aku puas.
Kamar ini menjadi saksi, entah sudah berapa kali tangisan ku pecah di sini, mulai dari menangis diam- diam, sampai menangis terang- terangan begini.
***
Suamiku masuk ke kamar, menarik nafas panjang -lagi."Yang nyuruh kamu buka Whatsapp siapa? Apa aku nyuruh kamu?", tanya nya.
"Enggak!!!", jawabku keras lagi- lagi air mata ini tak mau berhenti mengalir
"Kan aku cuma nyuruh kamu dengerin tausiyah, salah sendiri kalau kamu sakit hati, penyakit kok di cari, lagian ibu aku malah kamu anggap rival, jangan begitulah", dia menyerocos seenaknya seolah tak bersalah.
"Oke kalau kamu mau kita pisah, oke, nanti aku yang urus semuanya", bukannya dia minta maaf kepadaku, tapi dia malah menantangku untuk (bercerai)?
Bukan mas, bukan itu yang ku mau, yang aku mau kamu minta maaf sama aku, karena sudah mengumbar aib ku di tengah keluargamu, hanya itu mas, bukan perceraian.
Namun lidahku kelu, tak bisa mengatakan itu. Aku hanya bisa menghambur ke pelukannya.
"Tapi aku masih sayang kamu mas, aku gak mau pisah sama kamu", hanya itu yang sanggup aku ucapkan.
***
Sore harinya ibu mertua bertanya padaku di kamar Mawar, ya.. karena saat itu Aqso dibawa ke kamar Mawar oleh ibu Mertua, "Sya.. sebenarnya kamu kenapa?", tanya ibu mertua.Akupun sambil menunduk mengatakan, "aku baca Whatsapp Ibu sama Mas Iyan," ya.. aku si kucing jinak, tak berani menatap mata ibu mertua.
"Pertama, kamu gak izin, kedua.. ibu minta maaf kalau yang kamu baca, membuat kamu sedih, ibu terserah kalian saja, tapi pesan ibu jangan sampai nantinya kalian menyesal," katanya.
"Engga bu, aku yang salah, ibu udah baik sama aku, ibu yang nemenin aku lahiran, hanya aja aku yang ga bisa beradaptasi dirumah ini, aku ga bisa," jawabku menangis.
Entah kenapa, aku si kucing jinak ini jadi menciut.
Tapi ada satu hal yang aku belum mengerti dari kata- katanya, "jangan sampai kalian menyesal" aku tidak tau apa maksudnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai Ibu Mertua
General FictionSelepas menikah suamiku berkata, "Jika kelak salah satu diantara kita ada masalah, jangan cerita ke masing- masing keluarga kita ya, karena hanya akan menambah masalah menjadi besar", ia mengatakannya saat kami sedang makan diluar, makan Bubur Cakwe...