Sekembalinya suami ku dari tanah kelahirannya, hubungan kami membaik kembali, karena aku sudah bisa menempati kontrakan suami ku lagi, sehingga indra penciumanku yang tadinya sangat tajam dan sensitif, berangsur- angsur mulai pulih kembali.
.
Sempat ku tanyakan pada suamiku, "mengapa tiba- tiba tidak memberi kabar, dan membalas whatsapp dengan kata- kata menyakitkan, apa saja yang sudah kamu katakan pada keluargamu?""Apakah kamu sudah mengadukan masalah yang terjadi di pernikahan kita?"
"Apa saja yg dikatakan keluargamu padamu? Hingga kamu membalas pesan se-menyakitkan itu.."
"Apakah ibu menanyakan aku?"
Aku memberondong suami ku dengan banyak pertanyaan, "kamu gak ikut pulang kampung, ya gak ada yang nanyain kamu", hanya itu jawaban yang ku terima dari suamiku.
Jawaban yang mengecewakan, tentu saja aku merasa ia sedang menyembunyikan yang terjadi di kampung, aku yakin dia mengadu pada ibunya. Hanya saja dia menutup- nutupinya.
Aku pun diam saja dan pasrah. Aku cukup kecewa pada pernikahan ini. Aku bukan lah orang yang bisa dia percaya dan sebaliknya, kami sudah kehilangan kepercayaan.
***
Setelah itu aku berusaha melupakan kejadian ini. Dan menjalani hari- hari dengan suami ku seperti biasa.***
.
Bimbang, ya.. itu yang aku rasakan, dimana nanti anakku di lahirkan, karena usia kehamilan ku yang semakin tua, dan jarak untuk melahirkan semakin dekat, suami ku sempat memberi saran, untuk lahiran di kampung saja, dan jelas aku menolak.Pertama, aku tidak mau merepotkan orang tua suami yang sudah berumur.
Kedua, aku tidak mau tinggal di rumah mertua. Aku juga masih takut dengan masalah tempo hari, saat aku kabur dari kontrakan suamiku, aku takut di interogasi oleh ibu mertua.
***
Aku meminta saran Bu Nanda, ketika suatu kali aku main ke tokonya, karena rasa rindu, kami sempat satu kerjaan, tapi akhirnya kami berdua resign, karena alasan kami masing- masing."Mending kamu lahiran di Rumah Alm Ayah aja Sya.. gak enak tinggal di mertua, habis lahiran kan laper terus, mau ngapa- ngapain ga enak, ga bebas, enak di rumah sendiri, mau makan apa aja bebas", saran Bu Nanda, yang bisa ku tampung dan ku perhitungkan.
.
Lain waktu aku makan mie ayam, di daerah dekat Rumah Ayah, Bu Alfa menanyakan perihal kehamilanku, aku pun menjawab apa adanya, dia pun menyarankan;"Mending lahiran di kampung aja Sya.. disini kan ga ada yg ngurusin, ibu bapak udah ga ada, kakak kamu juga punya anak kecil pasti repot. Kan di sana enak, ortu suami masih lengkap"
Akupun mencoba menelaah setiap kata- katanya, setelah ku pertimbangkan, apa yang di katakan mama Alfa lebih banyak benarnya.
Apalagi ini anak pertamaku, aku belum punya pengalaman memandikan bayi, dan tidak mungkin aku merawat bayi di kontrakan suami, suami ku pun belum punya pengalaman apa- apa.
***
Suatu ketika, aku pun berbicara pada suami, "aku mau lahiran di kampung, tapi tolong tanyakan pada ibumu, keberatan atau tidak jika aku melahirkan di sana", suamiku pun mengiyakan kata- kataku.Dan suatu kali, aku membuka handphone milik suamiku.
"Bu, kalau seandainya Alisya melahirkan di kampung, ibu keberatan ga?", tanya suamiku melalui whatsapp.
"Kamu kok bilang begitu nak, justru Ibu dan Ayah senang kalau menantu kami mau tinggal di sini", jawab ibu mertua ku.
Dapat ku tarik kesimpulan, 98% aku akan melahirkan di kampung, aku sendiri masih tidak tau ini keputusan yang tepat atau bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai Ibu Mertua
General FictionSelepas menikah suamiku berkata, "Jika kelak salah satu diantara kita ada masalah, jangan cerita ke masing- masing keluarga kita ya, karena hanya akan menambah masalah menjadi besar", ia mengatakannya saat kami sedang makan diluar, makan Bubur Cakwe...