16. Bisa- Bisa Aku Hampir Gila

3.5K 152 4
                                    

Aku senang sekali, saat mas Iyan mengirimkan screen shot tiket kereta api. Senang sekali akhirnya aku akan bebas.

Hari- hari kulalui dengan menjaga toko mertua, sambil menunggu kepulangan mas Iyan.

Semenjak aku rajin menjaga toko, dan menghasilkan uang ibu mertua bisa memberikan sedikit senyum padaku. Tapi senyum itu tersungging hanya ketika aku menghasilkan uang saja.

Hari lainnya ia akan berwajah masam padaku, apa kalian tau? Aku menantu, tapi mengapa aku harus berlaku seperti ini, hanya demi menyenangkan hati mertua

Tiap hari aku harus bolak balik antara kamar dan toko yang jaraknya cukup jauh, belum lagi aku harus berlari- larian saat ada yang minta uang kembalian.

Aku berlari sambil menggendong Aqso, pernah kepala Aqso sampai terbentur kecil, padahal waktu itu Aqso masih kecil, aku sangat mengkhawatirkan Aqso. Namun aku tidak pernah menceritakan pada mas Iyan sampai hari ini.

Pernah juga Aqso ku tinggal di toko karena ia tidur, sedangkan aku harus berlarian menukar uang kembalian. Sedih sekali jika aku ingat hari itu.

Aku menantu, bukan karyawan, apalagi pembantu, dan aku juga tak mau kerja rodi seperti ini.

***
Akhirnya, hari itu tiba, mas Iyan datang, tak seperti biasanya, dia mengabariku saat dia akan berangkat menjemputku.

Ketika sampai. Aku tak terlalu antusias. Karena bagiku kedatangan nya untuk membawaku pulang sudah lebih dari segalanya.

Aku berusaha selalu bersikap baik di hari- hari terakhir di sini, demi mas Iyan, demi kepulangan kami, aku tak ingin lagi ada pertengkaran.

Ya.. aku dan mas Iyan sering berduaan di toko, ketika Aqso sedang tidur, namun ibu mertua memergoki kami, mungkin ia tak suka melihat mas Iyan mesra denganku. Karena 3 bulan kami tak bertemu.

Ketika ada ayah mertua. Kami ngobrol dengan santainya. Aku, Mas Iyan, dan ayah mertua bercengkrama, membicarakan masa kecil Mas Iyan, kami bertiga asik sekali mengobrol sambil sesekali tertawa, tapi suasana berubah begitu ibu mertua datang, sungguh ia memang perusak suasana.

***
Sebelum mas Iyan datang, aku sudah minta di bawakan koper khusus untuk bajuku. Karena aku tidak ingin ada sehelai baju pun yang tertinggal di sini.

Mas Iyan pun menuruti permintaanku, ia membawakan aku koper.

Malam itu Mas Iyan bilang ingin mengantar ibunya, maka ku biarkan saja, tidak seperti biasanya ia pergi kesana sini sesuka hati, kali ini ia izin padaku.

Aku pergi ke warung membeli beberapa makanan ringan bersama Aqso dan adik ipar kecil yang paling ku sayangi, Kyla. Karena menurutku hanya ia dan ayah mertuaku saja yang baik di sini.

Lalu ketika hendak pulang kami berpapasan dengan Mas Iyan yang sedang membonceng ibu mertua.

Tatapan mereka menyelidik, namun karena di situ ada aku, ibu mertua pun tak jadi mengintrogasi, "Ooh iya gapapa", begitu katanya.

Memang nya aku anak kecil apa! Yang keluar malam hanya membeli makanan ringan saja di larang.

***
"De, tadi aku sama ibu abis beli plastik," sesampai nya di kamar, mas Iyan mengajak ngobrol aku

"Plastik untuk apa?", jawabku

"Buat naro baju- baju, nanti di plastikin terus masukin ke tas besar, jadi ga usah bawa koper," jelasnya.

"Aku gak setuju! Aku kan udah lama minta pake koper mas, aku udah siapin semuanya, aku gak mau ada baju aku yang ketinggalan!", jawabku gusar.

Lalu suami ku pergi meninggalkanku yang keras kepala. Padahal besok kami pulang, masih saja ada hal sepele yang di perdebatkan.

***
Malam itu suamiku bercengkrama dengan keluarga nya, sedangkan aku memilih di kamar saja bersama Aqso dan Kyla yang menemaniku.

Tiba- tiba suamiku masuk, mengambil koper yang sudah ku isi penuh dengan bajuku, aku tau dia ingin memindahkan nya kedalam plastik.

Lancang sekali dia, berani- berani nya mengambil koper tanpa izinku! Akupun merebut koperku kembali, ku kerahkan segala tenaga yang ku punya untuk membanting koper itu dengan amarahku yang menggelegar.

"Ngapain sih pake plastik, emang nya mau renang apa?!" Aku pun memarahi mas Iyan. Dia hanya diam terpaku, begitu juga Kyla yang kaget melihatku mengamuk.

Lalu ibu mertua lewat, "pake plastik biar muat, pulang pake tas aja, biar gak ribet, kan bawa Aqso juga", ibu mertua menjawab, ikut campur.

Aku tau semua perlakuan Mas Iyan padaku, dan segala sifat nya yang berubah itu semua karena Lidah ibu mertua.

"Aku udah baik- baik ya sama kamu, aku udah sabar banget sama kamu dari kemarin, sekarang BERHENTI INTERVENSI AKU BERHENTI!!!!", aku pun berteriak pada suamiku. Ku keluarkan amarah yang sudah bergejolak dari tadi.

Aku tidak peduli seluruh orang di rumah itu mendengar teriakan ini, aku sudah lelah, lelah berlembut- lembut di rumah ini menahan amarah, inilah depresi ku, aku biarkan depresi ini meluap.

Akhirnya suamiku pun mengalah, dia yang lebih khawatir pada Aqso, memilih membawa Aqso keluar kamar, ia khawatir amukanku berimbas pada Aqso.

Malam itu aku menangis keras di kamar, sembari membanting pintu, lalu menguncinya, dan membanting tubuhku meluapkan tangisku. Jangan ada yang mengganggu tangisanku!

Sedikit lagi saja aku lebih lama di sini, aku benar- benar bisa gila!

Wahai Ibu MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang