Sepekan setelah bayi mungilku lahir, ia baru diberi nama, Aura Madina namanya, aku lebih senang memanggil nya Aura
Banyak yang bilang bayiku putih dan cantik, MaasyaAllah Tabarakallah, baru kali ini aku merasakan memiliki anak perempuan. Ketika aku memakaikan pakaian bayi perempuan yang sangat cantik, itu menambah kebahagiaanku menjadi seorang ibu.
Ku lihat Mas Iyan begitu bahagia, aku masih ingat Mas Iyan tersenyum padaku saat melihat Aura lahir, aku bisa melihat ucapan terimakasih dari wajahnya, meski aku tak mendengar dari bibirnya
***
Aura lahir membawa banyak kebahagiaan hidupku, menambah lengkap hari- hariku. Aku tak merasa kekurangan suatu apapun. Aku juga tak merasakan baby blues, yang terpenting tak ada ibu mertua di sini. Aku mengurus bayiku Aura dengan bahagia.Aku di bantu Silva adik bungsu ku dalam mengurus Aqso, aku sangat berterimakasih pada adikku Silva, ia anak yang amat baik.
***
Hari demi hari, silih berganti para tamu bergantian datang, mulai dari teman SMP, teman SMA, hingga teman kerjaku, juga teman suamikuMereka semua membawa kado, hingga kamar ku penuh dengan kado milik Aura
***
Usia Aura kini 1,5 bulanAku mendapat pesan dari ibu mertua yang pasti lebih dahulu dia yang menanyakan kabar, aku tidak bisa munafik, aku tidak bisa menanyakan kabar dia lebih dahulu, karena aku memang tidak ingin tahu juga. Lain hal nya dengan ayah mertua ku. Aku begitu merindukan ayah.
Ku baca dengan seksama isi pesan yang masuk dan ku balas dengan sungguh- sungguh. Sebenarnya aku berharap ingatan buruk itu segera hilang, maka aku berupaya tetap bersikap baik pada ibu mertua meskipun hanya lewat pesan
"Assalamualaikum. Sya bagaimana kabarnya? Pada sehat semua kan? Sya, ayah lagi ke Jakarta, niatnya ke rumah Budhe sama ke rumah Alisya nengok kalian, maaf ibu belum ikut," kata Ibu mertua melalui pesan whatsapp
"Alhamdulillah sehat bu, barusan juga aku kirim pesan ke ayah bu, maafin kami juga ya bu, yang belum bisa nengok ke kampung," balasku, mengimbangi kata- katanya, karena tak mungkin aku balas seenak jidat sesuai moodku
"Ibu belum bisa ikut, padahal kangen banget, Aqso gimana sekarang? Mas Iyan lagi apa? Aura gimana? Tadi ayah ibu bawain suplemen, besok di minum ya Sya.." balas nya perhatian
"Aqso cerdas bu, bicara nya juga makin pintar, kalau di setelin murotal Aqso udah bisa ngikutin, padahal baru 1,5 tahun. Mas Iyan lagi libur di rumah aja bu, Aura alhamdulillah sehat, makasih ya bu," balasku tak kalah manis nya
"Alhamdulillah semoga Aqso istiqomah dengerin terus murotal dan juga tambah shalih, oh libur ya Mas Iyan, alhamdulillah semoga Aura tambah shaliha, semoga pakaian untuk cucu- cucu ibu pas," katanya menjelaskan kalau ibu mertua mengirim kado
"Ibu jangan repot- repot, makasih ya bu. Semoga ibu dan ayah di berkahi usia dan rezeki nya. Aamiin," ku akui memang dia tidak pelit, namun sikap nya yang jahat padaku dulu tidak bisa hilang begitu saja dengan kebaikannya
"Iya Sya, aamiin," balas nya.
***
Ayah mertuaku pun datang, orang yang paling ku sayang, aku menangis saat tau ayah hanya bertamu 3 jam, dari bada dzuhur hingga menjelang ashar
Padahal aku masih rindu ayah, ayah yang rasa sayangnya padaku tidak ada bedanya seperti ayah kandungku
Ayah mertua, aku masih rindu padamu. Dan aku pun bisa melihat kalau ayah masih rindu pada cucu- cucunya, sayang nya ayah sudah memesan tiket untuk pulang ke kampung, ayah mertua menginap di rumah kakaknya yang tidak lain adalah Budhe Mas Iyan, karena rumah Budhe lebih dekat menuju stasiun Jatinegara
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai Ibu Mertua
Fiction généraleSelepas menikah suamiku berkata, "Jika kelak salah satu diantara kita ada masalah, jangan cerita ke masing- masing keluarga kita ya, karena hanya akan menambah masalah menjadi besar", ia mengatakannya saat kami sedang makan diluar, makan Bubur Cakwe...