38. Rasanya Aku Ingin Menyerah

2.6K 120 8
                                    

Bagiku, menikah adalah awal perubahan baru. Aku yang tadinya yakin Alisya agama nya lebih baik dariku, aku pun bertekad ingin berubah menjadi lebih baik lagi

Begitu pula ibuku, ibuku bilang,

"Nak, tinggalkan lah masa- masa jahiliah yang dulu, sekarang kan kamu sudah menikah"

"Iya bu", jawabku. Ibuku mengirim pesan padaku melalui SMS

Tapi ternyata. Memiliki istri seperti Alisya malah menjadi PR baru bagiku, tingkah kekanakannya, tingkah pecicilannya jika bertemu dengan teman lamanya, sama sekali berbeda dengan apa yang ku bayangkan

Seringkali juga ia meminta cerai. Itu sangat melukai hatiku dan menjatuhkan harga diriku

Dulu sekali, ketika ia hamil Aqso, Aku izin padanya pulang kerja terlambat, karena ingin mengikuti kajian di bilangan Jakarta

Tapi apa yang kudapati? Dia tidak ada dirumah, rumah di tinggalkan berantakan.
Dan benar saja dia pulang ke rumah almarhum orang tua nya. Ku biarkan saja, aku lelah, hari ini aku ingin tidur sendiri.

***
Keesokan harinya aku lewati hari seperti biasa, bekerja kemudian sore hari pulang ke rumah untuk beristirahat

Biasanya Alisya dengan wajah manis nya ada di rumah, tapi sudah tiga hari tidak ada, aku pun bersikukuh untuk tidak menghubungi nya. Aku ingin tau sampai sejauh mana dia

Di hari ke lima aku mendapatkan chat dari Alisya, dia meminta uang padaku, dia bilang belum makan, lalu ku jawab saja "tidak ada". Bukan, bukan aku pelit padanya, aku hanya ingin mendidiknya, bahwa rumah tangga tidak seperti ini

Rumah tangga adalah suka dan duka tetap bersama, tinggal di rumah yang sama, tidak tiba- tiba kabur dari rumah seperti ini.

Tetapi rindu ini merasukiku, aku rindu pada istriku, di tambah dia sedang mengandung anak pertamaku. Aku pun berniat menuju rumah almarhum mertuaku.

Sesampainya disana. Aku lihat Alisya sedang tiduran di kamar Lily adiknya, ku lihat dia menghadap ke tembok membelakangiku dengan badan yang bergetar, ternyata istriku sedang menangis

Ia pun berbalik, melihatku datang, lalu mendorongku sampai keluar

"Ngapain kamu kesini, pergi kamu!", katanya. Alisya mengusirku

"Kamu cerai-in aja aku," katanya lagi

"Engga dek, kan kamu lagi hamil anak aku" jawabku, mencoba meredakan kemarahannya

"Ini bukan anak kamu! Kamu bisa nikah sama perempuan lain, terus punya anak!", katanya lagi.

Akupun pasrah, mungkin Alisya amat marah padaku.

"Pergi kamu sana, pulang!". Dia mengusirku lagi.

Aku pun berbalik memilih pergi, aku menyalahkan motorku dan kembali pulang

Wahai Ibu MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang