Lima

352 74 10
                                    

Lucas menggendong Jungwoo yang lunglai dan berjalan menuju sayap rumah sakit tempat penderita kanker di rawat intensif. Suster yang berjaga di sana adalah orang yang sangat dikenalnya karena ia juga lama di sini, langsung berdiri dari tempat duduknya. Menyongsong mereka dengan panik.

"Astaga! Tuan Wong! Bagaimana bisa tuan Kim bersama anda?" Lalu suster itu menyadari bahwa Lucas tampak begitu sehat dan kuat, "Anda tidak apa-apa Tuan Wong? Anda menggendong tuan Kim?"

"Aku tidak apa-apa." Lucas tersenyum penuh keyakinan, "Aku baik-baik saja suster, jangan cemaskan aku, dimana kamarnya? Aku akan menidurkannya di sana."

"Di lorong itu lurus. Kamar sebelah kanan yang paling ujung di seberang kamar anda. Astaga dia tampak pucat sekali, seharusnya dia tidak boleh berjalan-jalan keluar. Dia pasti menyelinap tadi." Wajah suster itu memucat.

"Saya akan memanggil dokter." Lucas menganggukkan kepalanya, dan membawa Jungwoo yang lunglai digendongannya ke kamar yang ditunjukkan suster.

Kamar itu berada jauh di ujung. Lokasinya berseberangan dengan kamar Lucas —yang sebentar lagi akan menjadi bekas kamarnya— Selama sakit, ia hampir tidak pernah keluar kamar. Kecuali. saat harus melakukan pemeriksaan di luar. Pantas saja dia tidak pernah melihat tetangganya ini sebelumnya. Meskipun sebenarnya kamar mereka hanya berseberangan.

Kamar Jungwoo lengang seperti kamarnya, tetapi terkesan lembut karena sprei dan bed covernya berwarna hijau muda, sepertinya dibawa sendiri dari rumah. Dengan lembut dan hati-hati, Lucas membaringkan tubuh ringkih itu ke atas ranjang. Dia memperhatikan betapa pucatnya lelaki ini. Tiba-tiba hatinya terasa sedih membayangkan betapa lelaki semuda dan serapuh ini mengalami kesakitan sama seperti yang pernah dirasakannya dulu. Seandainya Jungwoo tidak sakit, dia pasti akan menjadi lelaki yang ceria.

Bulu mata Jungwoo yang panjang nampak bergerak-gerak, lalu mata coklat bening itu terbuka tampak bingung dan menatap ke sekeliling. Ia mencoba bangun dan duduk, tapi Lucas segera mencegahnya.

"Jangan bangun dulu. Kau baru saja pingsan, pasti pusing." Jungwoo mendongakkan kepalanya dan menatap Lucas seakan baru menyadari kehadirannya.

"Ah, kau yang menolongku di lorong tadi." Lelaki itu mengernyit seakan kesakitan.

"Dokter akan segera datang, apakah kau pusing?" Lucas tahu bagaimana rasanya, bagaimana sakitnya kepalanya dulu. Jungwoo menganggukkan kepalanya, tersenyum lemah.

"Aku selalu merasa pusing dan mual setiap saat. Lama-lama aku terbiasa." Ia menatap Lucas lagi, "Apakah kau sedang membesuk seseorang di sini?" sambungnya dengan wajah yang penuh keingintahuan.

Lucas tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Bukan. Aku pasien di sayap rumah sakit ini, kamarku ada di ujung sebelah sana."

"Pasien di sayap Rumah sakit ini?" Jungwoo mengerutkan keningnya, "Kau tampak terlalu sehat untuk seorang penderita kanker."

Ia terkekeh, "Aku sudah sembuh."

"Sembuh?" Mata coklat Jungwoo yang indah membelalak lebar, "Bagaimana bisa?"

"Aku sembuh begitu saja." Lucas tersenyum, mengangkat bahunya. Sedangkan sosok didepannya membuka mulut tampak hendak berbicara. Tapi kemudian dokter Byun masuk. Dia tersenyum menatap Lucas yang juga ada di ruangan itu,

"Di sini anda rupanya tuan Wong, saya menunggu anda di ruangan saya untuk membicarakan hasil tes anda." Lucas menghadiahinya senyum tidak enak.

"Maafkan saya, saya sudah dalam perjalanan ke sana. Kemudian saya menemukan Jungwoo hampir pingsan di lorong."

"Ah ya, Jungwoo." Dokter Byun menoleh ke arah si lelaki yang satunya, ia setengah duduk di ranjang dengan pipi memerah, "Kau rupanya memutuskan untuk berjalan-jalan lagi sendirian. Untung tadi ada Lucas yang menolongmu, kalau tidak? Kau akan terbaring di lorong sana beberapa lama sampai ada orang lain lewat. Bukankah sudah kubilang kalau kau hendak jalan-jalan kau bisa memanggil suster perawat untuk menemanimu?" Pipinya semakin merah, memberikan sedikit rona di kulitnya yang putih pucat.

Another 5%Where stories live. Discover now