Enam

301 66 15
                                    

Hari ini Lucas sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Taeyong sangat bersemangat menunggu sore hari tiba. Ia sudah berjanji akan menjemput lelaki itu nanti sore sepulang kerja, mereka akan pulang ke kediaman keluarga Wong yang sudah lama sekali tidak pernah dikunjunginya sejak sakit. Rumah itu tentu saja masih terawat baik karena para pelayan yang setia selalu menjaganya, kedua orang tua Taeyong dulu juga tinggal di sana, tetapi mereka pada akhirnya memutuskan pindah ke rumah kecil di dekat sana dan menjalani masa pensiunnya dengan bahagia.

Lucas sudah tidak sakit lagi, tidak akan ada lagi kecemasan dan kesedihan menggigit di hatinya seperti di masa lalu, ketika melihat kekasihnya kesakitan karena penyakit. Sekarang Lucas sudah sehat. Ah, betapa Taeyong masih tidak mempercayainya meskipun hatinya tetap saja dipenuhi rasa syukur yang luar biasa.

"Taeyong" Suara dingin Jaehyun membuatnya tersadar dari lamunan, dia menatap Jaehyun yang tengah duduk di meja besar sambil mengangkat alis dan menatap Taeyong juga.

"Ya Sir?" Tiba-tiba saja Taeyong merasa malu, Jaehyun mungkin saja sudah mengawasinya sejak tadi, semoga saja ia tidak membuat ekspresi bodoh ketika melamun tadi.

"Kau tersenyum sendirian, ada apa?" Jaehyun terdengar serius, tetapi entah kenapa ia bisa mendengar nada geli di sana. Pipi Taeyong merona merah. Ya ampun, dia benar-benar harus membiasakan diri seruangan dengan lelaki ini. Tidak ada pembatas di ruangan mereka yang berarti Jaehyun bisa mengawasinya kapan saja. Lain kali iapasti akan berusaha lebih berhati-hati.

"Tidak, tidak ada apa-apa." Taeyong menjawab, sedikit gugup menerima tatapan mata Jaehyun yang tajam.

"Ada hal yang menyenangkan?" Tanyanya datar, tidak mau menyerah. Taeyong menghela napas panjang, akhirnya memutuskan untuk jujur.

"Calon suamiku yang dirawat di rumah sakit, dia akhirnya sembuh dan diperbolehkan pulang."

"Oh ya?" Jaehyun mengangkat alisnya lagi, "Itu sungguh kabar yang menggembirakan. Hari ini dia boleh pulang?"

"Iya Sir. Saya akan menjemputnya sepulang kantor."

"Tidak perlu menunggu pulang kantor, pergilah sekarang." Jaehyun tersenyum. Mata Taeyong membelalak, seakan tidak percaya.

"Apa?" Ia setidaknya butuh mendengarkan ulang omongan Jaehyun.

"Pulanglah sekarang, aku memberimu izin. Lagipula aku masih mempelajari berkas laporan yang kau buat kemarin dan belum ada tugas baru untukmu, jemputlah calon suamimu." Ia ternganga, lalu akhirnya sadar untuk mengatupkan kembali bibirnya.

"Ah. Ya... Te— terimakasih Sir." Jaehyun menganggukkan kepala, lalu mengalihkan tatapan matanya lagi ke berkas-berkas, sementara itu Taeyong dengan tergesa-gesa mengemasi barang-barangnya. Wah, sungguh tidak disangka lelaki ini berbaik hati kepadanya. Hatinya dipenuhi rasa syukur, senang karena dia bisa berjumpa dengan Lucas lebih cepat. Setelah barang-barangnya beres, Taeyong berdiri dan menatap Jaehyun yang masih sibuk menekuni pekerjaannya.

"Aku pergi sekarang Sir, terimakasih sekali lagi." Pamitnya cepat dan mendapat anggukan dari atasannya. Sepeninggal Taeyong, Jaehyun meninggalkan berkas-berkas pekerjaannya dan merenung. Dia masih memikirkan arti puisi kuno kemarin. Apakah benar yang diduganya? Bahwa 'pengorbanan cinta sejati' itu menyangkut pengorbanan nyawa?

Kalau memang benar begitu, berarti Jaehyun tidak perlu mencemaskan Lucas, karena lelaki itu pasti tidak akan mau mengorbankan Taeyong hanya untuk kemenangan. Itu berarti Jaehyun bisa menantang Lucas kapanpun dia mau, dan tak perlu mencemaskan 'cinta sejati' Lucas.














***














Ketika keluar dari ruangan, Taeyong berpapasan dengan rekan-rekan seruangannya dulu di bagian akunting, ada sekitar tujuh orang dalam rombongan yang sepertinya hendak keluar, ia menyapa mereka dengan ramah.

Another 5%Where stories live. Discover now