Please, Vote & Comment
🌵🌵🌵
"Alat tulis? Alat mandi? Obat?"
"Done!" Qiana menutup resleting koper merah milik Samantha.
Samantha terus berlalu-lalang di kamarnya, memastikan tak ada barang penting yang tertinggal. Ia kembali mengecek list di buku catatan dan mengabsen seluruh bawaanya yang dimasukan ke dua koper besar berwarna merah dan biru muda. Sesekali Samantha mengangguk sambil mencentang list dengan bolpoin merah. "Baju sama sepatu gue udah masuk di koper biru kan?"
"Aman!" Qiana mengacungkan ibu jarinya sambil menyengir. "Sip!" Samantha menutup buku catatan itu dan dimasukan ke mini ranselnya. Ia melirik jam tangan yang menunjukan pukul sebelas siang. Satu jam lagi pesawatnya take off.
"Yuk, turun!" ajak Qiana yang sudah siap dengan dua koper itu.
"Bentar, Qi!" Samantha menatap bayangannya di kaca besar yang tergantung di sebelah meja belajar, mengamati penampilannya dengan kemeja biru dongker dan jeans hitam membuatnya terlihat modis. "Yuk!" Samantha mengambil alih koper biru, sementara Qiana membawa koper merah, menuruni tangga dengan perlahan, karena beban kedua koper itu sangat berat.
"Gak ada yang ketinggalan, kan?" tanya Reno sambil memperhatikan dua koper itu. Samantha menggeleng pelan. "Gak ada, Pa."
Fely memeluk Samantha dengan erat. "Kamu jaga diri di sana, ya. Jangan lupa makan, belajar yang rajin, dan juga ibadah. Kalo kuliah lagi libur pulang aja. Mama sama Papa bakal kangen banget sama kamu," ucapnya sambil mengelus rambut Samantha. Gadis itu berusaha menahan kesedihannya karena harus berpisah dengan orang tuanya. Namun apa daya, ini sudah menjadi pilihan dan ia harus siap menanggung segala risikonya.
"Jaga diri baik-baik, Sam. Papa sama Mama gak bisa langsung datang kalo kamu kenapa-napa." Kini Samantha memeluk Reno. Pria itu menepuk pundak putri semata wayangnya, diakhiri dengan kecupan di puncak kepala Samantha.
Samantha memejam, menikmati kecupan hangat sang Papa yang akan ia rindukan dan tidak tahu kapan akan kembali merasakan kasih sayang dari pria paru baya itu. Mama yang kembali memeluknya dan enggan melepas dekapan. Wajar saja, karena Samantha anak satu-satunya dan berat bagi mereka melepas putri kesayangannya itu. Apa lagi ini kali pertama Samantha tinggal di luar kota tanpa pengawasan mereka.
"Sam berangkat dulu, ya," Samantha melirik jam tangannya sekilas. Fely dan Reno mengangguk, kemudian mengantarkan Samantha sampai di depan rumah. "Dewa, titip Sam, ya," ujar Fely.
Sadewa yang sedang memasukan koper ke bagasi, beralih menatap Fely dan Reno, dan mengangguk memberi hormat. "Siap, Tan."
Keempatnya pamit berangkat menuju Bandara Halim Perdana Kusuma. Samantha duduk di sebelah Sadewa, sementara Qiana dan Shanum duduk di kursi belakang. Samantha membuka ranselnya, kembali mengecek tiket pesawat dan perlengkapan elektroniknya. Rambutnya dikucir karena udara sangat panas. Samantha mendesah sambil mengibaskan tangannya di depan wajahnya. Ia merasa, AC mobil tidak dapat menghalau terik matahari siang itu.
Sadewa melirik dari ujung matanya, mendapati Samantha yang tampak gelisah. "Why, babe?" Samantha menatap genggaman tangan Sadewa, dan menggeleng pelan. "Nope, nothing."
Qiana yang merasa bosan bermain ponsel dan diacuhkan Shanum, tiba-tiba mencondongkan tubuhnya di antara Samantha dan Sadewa. "Sam, lo jangan khawatir. Biar gue yang jagain Bangsad di sini. Gue siap lapor 24jam ke lo setiap hari. Bahkan kalo sampe gue tau si Bangsad ini selingkuh, gue bakal—"
"Qi, jangan kompor deh!" celetuk Shanum sambil menjitak kepala Qiana, membuat sang empunya menoleh dan menatap jengah. "Lho, siapa yang kompor, sih? Kita bicara realita, kalo long distance relationship itu gak jauh dari masalah cemburu dan selingkuh," kekeh Qiana.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAS [2] - Samantha [Completed] - Sequel Of Sadewa
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA] Baca Sadewa lebih dulu!! Genre: Romance - Dewasa | 21+ • The Angels Series • "Sam, gue minta maaf." "Berapa kali lo bahas ini dan berapa kali lo minta maaf? Kalo lo sayang sama gue, biarin gue memilih tanpa ada batasan dari lo...