04 : Who's that girl?

4.5K 189 103
                                    

Please, Vote & Comment

🌵🌵🌵

Hari yang paling ditunggu pun tiba, penerimaan mahasiswa baru diumumkan di website perguruan tinggi masing-masing, membuat seluruh calon maba nervous, menantikan detik-detik yang menentukan masa depan mereka. Akankah kerja keras mereka selama ini membuahkan hasil atau justru masih harus berjuang menempuh jalan lainnya?

Samantha sibuk me-refresh laman website kampusnya, ia terus memantau sambil sesekali melirik jam besar yang berdiri kokoh di sudut ruang tamunya, yang menunjukan pukul 15.50 WIB. "Sans aja keles. Lo pasti diterima kok." Sadewa mem-pause game-nya, merasa risi dengan sikap Samantha yang gelisah bak cacing kepanasan.

Samantha menoleh menatap Sadewa yang tidur di sofa di belakangnya. "Gue deg-degan, takut gak lolos."

Sadewa berdecak, lalu beringsut duduk. "Lo itu pinter, Sam. Kenapa pesimis gini, sih?" Helaan napas berat diembuskan Sadewa. Ia duduk dengan kedua kaki mrngunci Samantha, mengarahkan gadis itu agar berhadapan dengannya. "Kampus mana sih, yang sia-siain murid sepinter lo?" Sadewa mencium kening Samantha, memberi ketenangan untuk gadis itu.

Samantha memilih pasrah, ia percaya hasil yang nantinya diterima adalah pilihan terbaik yang Tuhan berikan.  Suara jam menggema, membuat Samantha terlonjak kaget. Buru-buru ia singkirkan kaki Sadewa dan berbalik menghadap laptop berlogo apel itu. Perasaan cemas dan tangan gemetar, Samantha me-refresh laman itu. Kini, sebuah pengumuman muncul dengan nama Abigail Samantha si pemilik akun tersebut.

"Wa?" Samantha menepuk-nepuk kaki Sadewa tanpa mengalihkan pandangannya. Sadewa menumpukan kepalanya di leher jenjang Samantha dan membaca tulisan di layar laptop itu. "Gue keterima!"

Sadewa menatap ekspresi bahagia Samantha. Gadis itu hendak menangis, tangannya menutupi sebagian wajahnya. Ia tak percaya dirinya menjadi salah satu orang yang beruntung kali ini. "Wa, gue keterima!" Samantha bergelayut di kaki Sadewa dan menatap cowok itu dengan mata berbinar.

Sadewa hanya diam, membiarkan Samantha larut dalam euphoria. Pengumuman itu sama sekali tidak membuat Sadewa terkejut, karena kekasihnya memang cerdas dan layak untuk dipertimbangkan sebagai calon mahasiswa di kampus itu. Kebahagiaan Samantha adalah bahagianya juga. Tapi, dalam lubuk hati Sadewa, ia merasa sedih karena harus siap melepas Samantha.

Sadewa menepuk puncak kepala Samantha beberapa kali. "Gue percaya, lo pasti diterima. Jadi, gue gak kaget lihat pengumuman itu." Ia bertopang dagu dengan tangan yang ditumpukan di pahanya. "Selamat, sayang. I'm proud of you."

Samantha tersenyum semringah. "By the way, cek punya lo, gih!" Sadewa mendesah, lalu menyandarkan punggungnya. "Males."

"Biar gue yang cek!" Samantha membuka tas milik Sadewa, menelaah satu persatu berkas pendaftaran online atas nama Sadewa Alviano. "Lo kenapa sesantai ini sih, Wa?" tanya Samantha sambil mengetik ID Sadewa pada laman kampusnya.

"Terus gue harus bereaksi gimana? Ya kalo gue diterima, berati gue masih dipercaya Tuhan untuk kuliah. Tapi, kalo gak diterima, ada jalan lain yang lebih baik buat gue," jawab Sadewa masih dengan posisi memejam. Sontak, Samantha memuku kaki Sadewa beberapa kali. "Wa, lihat! Lo keterima! Lo bakal kuliah di UI! Selamat!"

Sadewa menatap datar pada Samantha. "Kalo gue diterima, artinya gue masih harus belajar lagi dong?" ucapnya, lalu berdecak sebal. "Ah! Males bang—"

"Lo ngomong apa sih?!" potong Samantha. "Lo gak bersyukur banget ya, jadi orang? Lo tau, di luar sana masih banyak yang pengin kuliah untuk mewujudkan mimpi mereka! Tapi, lo ... hidup serba berkecukupan, gak perlu kerja buat bayar biaya kuliah, gak perlu berjuang mati-matian demi dapetin beasiswa. Lo tinggal kuliah dengan semua fasilitas yang ada, tapi sikap lo malah kek gini?!"

TAS [2] - Samantha [Completed] - Sequel Of SadewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang