Please, Vote & Comment
🌵🌵🌵
Selama perjalanan yang entah akan berakhir di tempat apa, ponsel digenggaman Samantha terus berdering. Sadewa yang fokus dengan kemudinya, menaruh curiga pada apa yang sebenarnya disembunyikan Samantha, hingga berkali-kali juga panggilan itu dimatikan.
KRING! KRING!
Tak tahan, akhirnya Sadewa merampas ponsel itu, kemudian menekan tombol power cukup lama, sengaja dimatikan supaya si penelepon tidak mengganggu keduanya lagi.
Kini, jeep bergenti di pelataran parkir apartemen yang cukup ternama. Walau berjalan bersisian, keduanya masih bungkam. Sesampainya di depan pintu kamar yang berada di lantai sepuluh, Sadewa segera menekan tombol pengunci dan membuka pintu itu sebuah password yang sudah di set. Ragu, Samantha pun mengikutinya. Setelah pintu tertutup, Sadewa langsung mendorong tubuh Samantha hingga membentur pintu. Dihimpitnya tubuh ramping gadis itu tanpa jarak.
Samantha yang ditatap seakan mangsa bagi Sadewa, tidak berani menatap balik. Dia menunduk. Membiarkan cowok itu mengambil alih ketegangan malam ini.
"Cerita sama gue, lo kenapa?" Sadewa membuka suara.
Hening, Samantha masih enggan berbicara.
"Jawab!"
Dibentak seperti itu, sontak Samantha menatap Sadewa tak percaya, jantungnya berdebar tak keruan.
"Lo kenapa?!"
Air mata jatuh di pipi Samantha. Tidak! Dia tak boleh menangis. Dia tidak boleh menunjukkan kesedihannya pada siapa pun, termasuk cowok itu. "G-gue ng-nggak papa."
"Bohong!" Sadewa menuduh, diraihnya dagu gadis itu kemudian ditatapnya sepasang manik hitam yang memerah. "Lo nggak bisa bohong! Sekarang ngomong yang jujur, lo kenapa?"
Samantha menggeleng, mencoba menjauhkan tubuh Sadewa, namun cowok itu justru semakin mengunci tubuhnya, hingga dia tak bisa bergerak sedikit pun. Akhirnya, isak tangis keluar dari mulutnya. Bodoh! Sudah dibilang jangan nangis! Apa kau mau dicap sebagai cewek cengeng? Hah?!
Dirampasnya ponsel Samantha, sesaat setelah layar itu menyala, muncul beberapa pesan. Kontan, ekspresi garang semakin terlihat di wajah Sadewa. "Ini siapa?!"
Samantha menatap objek yang ada di depan matanya saat ini, berusaha merebut, namun dengan sigap Sadewa menyembunyikan ponsel itu di balik tubuhnya. "Balikkin!"
"David siapa?!"
"Lo nggak perlu tau!"
"Gue? Nggak perlu tau?!" Sadewa mencengkeram kedua lengan Samantha, sukses membuat gadis itu meringis kesakitan. "Lo anggap gue apa, hah?!"
Samantha terisak, menahan sakit luar biasa saat tubuhnya kembali terbentur pintu, sementara cengkeraman di lengannya telah berpindah di kedua pipinya. "De-wa, le-pas!"
"JAWAB!"
BRAK! Pintu dipukul dengan kepalan tangan kekar Sadewa, membuat Samantha terenyak. Jantungnya berdebar tak beraturan. Dia tak tahu lagi akan jadi apa jika berlama-lama dalam ruangan ini, bersama monster beringas berdarah dingin.
"Wa, le-pas-in. Sa-kit," ujar Samantha terbata-bata.
Sadewa melepas cengkeramannya dengan kasar, kemudian mendengkus. "Lo selingkuh?"
Bola mata Samantha membulat saat dirinya dituduh. Selingkuh? Tuduhan macam apa itu? Bisa-bisanya kesetiaannya selama ini diragukan hanya karena sebuah missed called?
KAMU SEDANG MEMBACA
TAS [2] - Samantha [Completed] - Sequel Of Sadewa
Romansa[FOLLOW SEBELUM BACA] Baca Sadewa lebih dulu!! Genre: Romance - Dewasa | 21+ • The Angels Series • "Sam, gue minta maaf." "Berapa kali lo bahas ini dan berapa kali lo minta maaf? Kalo lo sayang sama gue, biarin gue memilih tanpa ada batasan dari lo...