Rumit

6 0 0
                                    

Adam tengah berlari panik saat melihat Ze yang terkulai di lantai. Ia sengaja datang ke Jakarta untuk bertemu dengan Ze, tapi malah yang ia temukan Ze terbaring di ubin yang dingin. Adam membawa Ze ke UKS sekolah lama Ze dengan dibantu oleh Dara dan Naya. Setelah 20 menit Ze baru membuka matanya dengan mengerjap-ngerjap dan memegangi kepala.

"Lo gak papa?" Adam yang pertama mengeluarkan pertanyaan yang membuat Ze memfokuskan pandangan kearahnya.

"Gue gak papa." Jawab Ze berusaha mendudukkan badannya tapi Adam menahan dan memintanya berbaring saja. Dara dan Naya juga berusaha mendekat untuk memastikan keadaan Ze.

"Cowok brengsek kayak Rehan memang harus dikasih pelajaran!" ucapan Naya yang menggebu-gebu membuat Ze menatapnya sendu.

"Rehan gak salah nai." Ze masih berusaha membela Rehan yang jelas tidak sedikitpun memandangnya bahkan tega menuduhnya,

"Bahkan lo masih bisa belain dia?" Dara juga gemas dengan tingkah Ze yang lembek jika menyangkut Rehan. Dara yang temannya saja sudah ingin menghabisi Rehan kalau tidak mengenang Ze.

Kali ini Ze benar-benar mendudukkan dirinya menatap teman-temannya sendu. Ia bingung harus cerita atau tidak, ini beban untuknya karena ketika ia tahu kabar baik tentang Rebin dan perasaan yang harus ia perjuangkan tapi masalah lain datang dan berusaha menutupi kebenaran.

"Nai, gue mau pulang." Kata-kata Ze mebuat Naya bingung tidak biasanya Ze selesu ini dan tidak ada perlawanan  ketika temannya marah Ze malah meminta pulang? Naya membuang napas kasar,

"Gue anter." Tapi tawaran Naya dibalas gelengan lembut oleh Ze.

"Gue pulang sama Adam aja. Lo juga harus masuk kelaskan? Gue kesini memang cuma pengen liat lo sama Dara sebelum pulang ke Bandung." Naya hanya mengangguk tetapi Dara menahan tangan Ze saat berusaha turun.

"Kapan lo pulang Ze?"

"Tiga hari lagi, Ra." Dara mengangguk dan melepaskan cekalannya membuat Adam kembali memapa Ze agar tidak jatuh.

Ketika sampai di parkiran Ze dapat melihat Rehan yang tengah berjalan bersama Dania menuju arah kantin karena bel istirahan baru saja berbunyi. Ze merunduk dalam bahkan Rehan tidak mau menatap dirinya hanya karena ia tidak sengaja menyenggol Dania. Apa kabar dengan Ze yang harus berciuman dengan tembok dan tangan yang terkilir?

"Tangan lo masih sakit?" Ze mengalihkan perhatiannya kepada Adam dan mengangguk sekilas. Adam kembali mengiring Ze masuk ke dalam mobil sedangkan nan jauh disana Rehan melihat dengan Rahang mengeras ketika Adam merangkul pinggang Ze.

-------------

Keesokkan harinya Ze berusaha mendatangi rumah Rehan sekedar meminta maaf atas perlakuannya kemarin yang membuat Dania terluka tapi langkahnya terhenti saat melihat dua orang remaja tengah memadu kasih membuat hatinya mendidih. Ze berusaha biasa saja dan melanjutkan perjalannya memasuki halaman luas kediaman keluarga Rehan.

"Sorry, gue ganggu kalian." Rehan buru-buru melepaskan rangkulan Dania di lehernya. Menatap Ze bersalah bahkan berusaha menjelaskan tapi ia urungkan toh Ze juga tidak mau dengarkan? Dia sudah punya Adam kan?

"Ngapain lo kesini? Gak puas udah buat gue celaka?" Ze hanya menatap tanpa minat orang yang tengah memojokkannya.

"Gue cuma mau minta maaf sama lo karena udah buat lo luka dan gue juga mau minta maaf sama Rehan karena udah buat pacarnya kayak gitu." Ze berujar tenang berusaha menahan tangis saat melihat Rehan digandeng oleh manusia setengah ular sanca di sampingnya.

"Udah?" Ze mengalihkan padangannya.

"Kalau udah selesai lo boleh pulang." Bagus Rehan mengusir Ze disaat hati Ze gamang ingin bertahan atau pergi.

"Dan satu lagi, gue pengen pertunangan kita batal seperti mau lo. Gue gak bakalan nahan lagi. Lo bisa bebas jalan sama Reka ataupun Adam atau langsung dua-duanya juga silahkan." Apa makna tersirat dalam ucapan Rehan barusan mengatakan bahwa Ze murahan? Ze menatap Rehan tidak percaya. Rehan yang ia kenal lembut sejak kecil sudah berubah menajadi Rehan yang kasar.

"Oke." Ze membalas dengan senyuman sendu. Rehan masih diam tidak ingin terlihat bersalah.

"Kita terlalu rumit Ze."

"Semuanya mudah, Re. Tapi lo yang ngebuat ini rumit."

"Intinya kita sampai disini aja Ze." Ze mengangguk mantap.

"Kasih gue satu hari, Re. Satu hari besok buat lo habisin satu hari sama gue. Setelah itu gue janji gak bakalan ganggu lo ataupun Dania." Rehan tampak berpikir sebentar sedangkan Dania berusaha menyanggah. Tapi Rehan lebih dulu angkat bicara.

"Oke." Ze merasa sedikit senang. Walaupun ia baru saja direndahkan tapi ia masih memita hal yang pasti membuat ia tampak jauh lebih rendah sekarang. Tapi apa boleh buat kalau ini yang terakhir setidaknya ia punya sesuatu yang bisa ia ingat.

-------------

Rehan menepati janjinya untuk seharian bersama dengan Ze. Dimulai dengan Rehan yang menjemput Ze di rumahnya dengan berpamitan kepada kedua orang tua Ze. Ze menatap sedih dengan perlakuan Rehan kepada kedua orang tuanya yang tampak tidak ada apa-apa. Ze masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Ia takut tidak bisa menahan tangisnya melihat kebahagian orang tuanya hari ini.

"Kita kemana?" Suara Rehan membuat Ze kembali berpijak pada kenyataan yang pelik.

"Ke taman. Gue pengen kita ke taman." Rehan mengiyakan dan menjalankan mobilnya dengan perlahan. Ia sengaja membawa mobil hari ini. Ia takut Ze lelah jika naik motor seharian.

Awalnya kening Rehan berkerut saat taman yang diminta Ze adalah taman tempat mereka sering bermain dulu. Rehan dapat melihat senyuman senang dari Ze tapi tetap matanya sedih. Apa Rehan terlalu kasar kemarin?

"Re." Panggilan Ze mengejutkan Rehan yang dibalas dengan deheman singkat oleh Rehan.

"Makasih. Udah mau menuhin permintaan gue. Gue tahu lo pasti mandang rendah gue, gue yang sering nempel sana-sini sama cowok. Itu bukan kemauan gue, gue gak mungkinkan jahat pas ada orang baik mau temenan sama gue. Dari kecil gue bego selalu gampang percaya sama orang."

Rehan hanya diam ketika Ze mulai menceritakan kebiasaan buruknya sejak kecil dan Rehan memebenarkan itu.

"Gue boleh egois gak, Re?" Mata sayu itu menatapnya sendu membuat Rehan menelan kuat-kuat rasa ingin merangkul pundak rapuh di sampingnya.

"Gue pengen lo tetep baik sama gue. Kayak pas lo ngejer gue ke Bandung. Kayak kita beberapa hari sebelum kemarin." Rehan masih diam tenggorokannya kering untuk saat ini. Produksi air ludahnya berkurang.

"Gue pengen lo janji. Lo harus seneng sekalipun bukan karena gue." Rehan hanya berdehem mengiyakan. Ze menatap Rehan lama dari samping membuat Rehan gugup.

Hari ini mereka menghabiskan waktu seharian sampai hampir jam 8. Mereka tengah berdiri canggung di depan pagar rumah Ze. Rehan juga bingung kenapa Ze tidak kunjung masuk. Saat Rehan ingin berpamitan pulang kepada kedua orang tuanya Ze, Ze melarang dan mengatakan orang tuanya sedang pergi.

"Makasih, Re." Rehan hanya mengangguk, ia melihat Ze berjalan masuk ke rumahnya tapi baru beberapa langkah ia membalikkan badannya dan tersenyum hangat.

"Gue takut gak bisa bilang ini nanti. Happy birthday, Re. Semoga tanggal 18 nanti lo diberi kebahagian yang paling berkesan. Diumur lo yang akan bertambah nanti lo makin dewasa. Good night and have a nice dream. Ze meninggalkan Rehan yang mematung di tempatnya. 

Jangan lupa tinggalkan jejak

RELVINA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang