Seperti Dulu

5 1 0
                                    

Ze melangkah masuk ke dalam rumah omanya tapi langkanya terhenti saat mendengar suara tertawa dari dalam rumah. Rumah oma Ze terdengar ramai dari luar sampai akhirnya ia membuka pintu dan melangkah masuk dan menemukan beberapa orang tengah berbincang dan sesekali tertawa.

"Bunda."

Seorang wanita paruh baya menghentikan tawanya dan melihat ke arahnya dan mulai berdiri dan sedikit berlari. Ze merasa tubuhnya di dekap hangat, ini dekapan yang hampir beberapa hari belakangan tidak ia rasakan.

"Bunda kangen."

Ze hanya mengangguk dan membalas pelukan bundanya tidak kalah erat, tidak berapa lama ia merasa ada orang lain yang juga memeluk mereka.

"Ayah juga kangen."

Nah Ze tahu ini ayahnya yang menyebalkan dan selalu memotong uang jajannya. Seakan-akan ayahnya takut kekayaannya habis jika tidak memotong uang jajan anaknya. Padahal Ze hanya anak tunggal tapi ayahnya sangat perhitungan. Harusnya ia menyuruh mamanya untuk menikah dengan orang lain saja, jangan ayahnya yang sekarang.

Deheman seseorang membuata acara teletubis mereka berakhir, orang itu melenggang masuk dengan santai seakaan ini rumahnya sendiri.

"Apa kabar oma?"

Apa oma? Sejaka kapan manusia kutub ini sok akrab dengan omanya? Benar-benar harus diberi pelajar.

"Baik,Re. Kamu apa kabar? Udah lama gak main ketempat oma,"

Ze menyerngitkan keningnya dalam ia bingung dari mana omanya seperti kenal lama dengan Rehan? Apa manusia kutub ini memang terkenal sampai kalangan oma-oma.

"Pertunangan kita gak bakalan batal."

Telinga Ze tiba-tiba berdengung mendengar kalimat Rehan yang meluncur selembut kapas tanpa dosa dan beban.

"Tadi Ze bilang ke Rehan, dia malu mau bilang sendiri."

Bunda dan mama Rehan tampak berbinar dan jangan tanyakan ekspresi ayahnya Ze. Ia terlihat sangat baik karena apa? Dengan begitu kerjasama keluarga akan berjalan lebih lanjut, kekayaan semakin bertambah dan yang pasti dia tidak perlu memberikan Ze uang jajan lagi. Biarkan saja Ze merampok uang Rehan.

Ze melangkah maju mensejajarkan wajahnya dengan Rehan, ia tersenyum sangat manis sebelum akhirnya menginjak kaki Rehan kuat. Ia melotot dan seakan berkata "Rehan sialan!"

------

Mobil keluarga Ze sekarang tengah dalam perjalanan kembali ke Jakarta tampak sunyi. Dua makhluk di kursi penumpang tengah terlelap damai tanpa beban padahal sebelumnya mereka bertengkar habis-habisan.

"Mereka masih sama ya, Yah. Masih manis kayak dulu."

Ayah hanya menganggukkan kepala dan juga ikut tersenyum.

"Kalau aja kita bisa cerita yang sebernya."

Bunda berucap sendu. Sebuah tangan memberi kehangatan sebagai penguat. Jemari ayah berusaha menenangkan Bunda.

"Semua bakalan baik-baik aja."

Bunda mengangguk dan kembali melihat ke depan, di depan ada mobil kedua orang tua Rehan yang tengah memimpin perjalanan.

Seseorag tengah melonggarkan otot-otot tubuhnya. Mengerjap-ngerjapkan matanya yang baru saja terbuka, punggungnya sakit dan ia baru sadar kalau ini bukan kamarnya. Saat ada pergerakan lain di sebelahnya membuat sang empuh terbelalak dan hampir mengupat. Pelaku berusaha turun diam-diam dari mobil tapi naas korban sudah lebih dulu bangun.

"Mau kemana?"

Ze yang mendengar terlonjak kaget bahkan menempel ke pintu. Ia menatap takut saat Rehan mendekat bahkan terlalu dekat. Saat sudah berjarak beberapa centi membuat jantung Ze menggedor- gedor ingin keluar.

"Kotoran mata kamu gede banget."

Ze melotot dan mendorong Rehan kuat. Ia membuka pintu mobil dan membanting kasar membuat Rehan yang awalnya terbahak ikut terkejut.Rehan sialan! Sialan! Mati aja lo sana! Sayangnya katakata itu hanya terdengar dalam hati.

Ze menatap ruang makan yang tengah ramai oleh keluarganya dan Rehan. Ia melihat semua orang yang berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa.

"Eh, mantu tante udah bangun. Padahal tadi tante mau bangunin tapi ayah kamu ngelarang."

Ohh, jadi si tua bangka ini yang menjadi dalam pagi ini. Bukan hanya pagi ini tapi setiap hari! Ze mentap ayahnya yang tengah makan dengan tenang tidak ada kata yang keluar, tapi ayahnya yang merasa diperhatikan melihat kearah Ze dan mendadak atmosfer sekitar suhunya naik ditambah melihat wajah anaknya yang merah padam membuat ayah bergidik ngeri. Percayalah setelah ini bakalan ada yang hilang barang-barang berharga ayahnya.

"Ayah udah kenyang, Bun. Ayah langsung berangkat ya."

Terlihat ayah dan juga papa Rehan berpamitan dan keluar setelah melakukan adegan mesra sebelum kerja. Lebai mereka, saat ayah berpapasan dengan Ze ayah tersenyum miring.

"Enak gak tidur sama calon suami?"

Ayah langsung melarikan diri dari amukan Ze. Sedangkan yang lain tertawa terbahak membuat Ze makin geram.

Rehan merebahkan badannya di kamar bernuansa feminim. Sang empuhnya tengah mandi dan ia tidak tahu bahwa ada tamu tidak diundang sedang merguling-guling manja dengan memainkan ponselnya. Rehan menyerngit melihat sebuah pesan masuk.

Adam

Lo kemana tomket? Gue kangen. Gue ke rumah oma elonya gak ada.

Rehan yang melihat pesan tidak bermutu itu langsung melempar ponsel Ze sebarangan. Ze yang baru keluar kamar mandi terkejut karena keberadaan Rehan.

"Ngapain lo?"

Rehan mengangkat kepalnya dan direbahkan kembali.

"Gak ada."

Saat Ze melangkah ke arah Rehan berusaha mengusirnya keluar, kakinya tidak sengaja menginjak benda pipih mengkilat. Seperti benda kesayangannya yang tergelatak di lantai. Apa?! Itu memang benda kesayangannya. Ze berkaca-kaca melihat benda itu terkulai tak berdaya dengan bagian tubuh lecet. Ia memandang tajam manusia yang tengah berbarinng tak berdosa.

"REHAN!!"

Rehan yang terkrjut langsung mendudukkan dirinya tegap, menatap bingung Ze yang merah padam tapi saat ia melihat benda di bawah kaki Ze ia meringis. Pasti ia akan diamuk habis-habisan, tapi siapa peduli. Saat Ze mendekat Rehan sudah berancang-ancang lari tapi sialnya kakinya di jegal membuatnya tersungkur ke lantai.

"Brengsek."

Rehan berdiri dan menatap Ze tajam, harga dirinya terluka karena terjengkang. Rehan berjalan cepat kearah cewek bogel yang tengah menggigiti punggung jarinya. Saat Rehan sudah semakin dekat Ze kahabisan cara.

"Tante! Rehan cabul."

Rehan mebelalak tidak terima ditambah pintu yang terbuka kencang membuatnya dalam masalah. Perempuan dihadapannya telah memanipulasi keadaan.

"Rehan."

Suara Rendah mamanya terdengar mengerikan membuat Rehan bergidik ngeri.

"Gak usah tunangan, LANGSUNG NIKAH AJA!!"

Teriakan mama Rehan bukan membuat Rehan takut malah menyengir lebar dan mengacungkan dua jempolnya.

"Rehan siap tanggung jawab, Mama."

Melihat wajah Rehan yang seperti bocah membuat Ze terdiam sejenak, kemana tampang es batu dan menyebalkan manusia keparat dihadapannya, tapi setelah teringat kata yang diucapkan Rehan lebih membuat Ze ingin menghajar Rehan habis-habisan.

Rehan siala!

27/07/19

Setelah sekian lama muncul juga

selamat membaca

jangan lupa tinggalkan jejak

cukup doi aja yang pergi tak berjejak


RELVINA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang