Rehan tengah menatap Ze yang sekarang dihadapannya sedang makan dalam diam, bukan dalam diam tapi sangat-sangat tidak mau diganggu. Ze hanya fokus dengan piringnya tanpa peduli Rehan yang di hadapannya. Ini adalah piring kesekian yang Ze makan sedangkah Rehan satu piringpun belum habis. Ze memang benar-benar berusaha membuatnya malu dan berakibat Rehan tidak akan mau lagi mengajaknya keluar.
"Aku seneng kamu makan banyak."
Resanya tenggorokan Ze benar-benar tersumbat dan butuh air yang banyak. Rehan menepuk-nepuk punggung Ze yang tersedak makanan dan membuat mukanya merah. Ingusnya sudah hamir meleleh dihidungnya tapi tangan Rehan lebih cepat menggapai tisu.
"Pelan-pelan dong. Kalau kamu mati kita gak jadi nikah."
Sejak kapan Rehan jadi banyak bicara, Ze lebih suka es kutub dan pada es kopyor terlalu lembek. Ze berusaha menenangkan tenggorokannya sedangkan Rehan sudah kembali duduk.
"Habis ini kita pergi sebentar gak langsung pulang."
Ze hanya mengangguk saja karena jika memabntah juga percuma supirnya Rehan sedangkan ia tidak membawa ponsel. Ponselnya disembunyikan ayahnya karena ia tahu rencana Ze yang akan kabur saat ada kesempatan.
Setelah keluar dari tempat makan dan menempuh perjalanan lumayan, mobil Rehan berhenti di sebuah lapangan. Apa yang akan Rehan lakukan pada Ze? Memutilasi atau menguliti? Tiba- tiba suasana menjadi panas, Ze harus memikirkan cara untuk kabur.
"Turun."
Rehan mengulurkan tangannya menuntun Ze keluar. Duh manis sekali andai yang melakukan bukan Rehan pasti Ze sudah jingkrak-jingkrak seperti kuda. Ze menatap awas lingkungan sekitar, menelisik setiap sudut yang ia lihat. Sial! Semuanya gelap. Saat Ze melangkahkan kakinya sedikit menjauh dari mobil tiba-tiba ada lampu menyala bergantian membuat suasana lebih hidup. Ini cantik batinnya tapi otaknya mengatakan norak.
"Suka?"
Ze dengan enteng mengangguk, dasar otak tidak mau berjuang lebih keras untuk bilang tidak. Rehan menyodorkan kotak persegi pajang dan tipis. Oh, Ze tahu sekarang apa yang akan mereka lakukan. Main layangan di malam hari. Rehan menjitak kepala Ze kuat membuat Ze meringis.
"Ayo main."
Rehan membuka kembang api dan menyalakan dengan korek yang gaib datangnya dari mana. Ia memberikan pada Ze membuat Ze berbinar, Rehan hanya terkekeh dan kembali membakar kembang api yang lain. Naasnya ia tidak ikut main hanya Ze saja, ia terus menyodorkan tangannya saat sudah habis.
"Lagi?"
Ucapnya menatap Rehan seperti bocah. Rehan menggeleng menyatakan sudah tidak ada. Hal itu membuat Ze merengut berjalan menjauhi Rehan. Rehan masuk ke mobil berusaha menghidupkan lampu penerangan tapi ia malah kehilangan keberadaan Ze. Rehan berjalan cepat menilik sekitar hingga tidak memperhatikan langkahnya.
Bugh
Rehan terjengkang ke depan di sertai teriakan memaki kepadanya. Ini namanya sudah jatuh tertimpa makian.
"Mata lo dimana sih!?"
Rehan meringis merasakan tangannya seperti terkena tanaman putri malu. Sialan! Siapa yang menanam tanaman menyakitkan di lapangan seperti ini. Ze yang tidak mendengar perlawanan mendudukkan dirinya melihat Rehan yang meringis. Ze mendekat dan melihat tangan Rehan berdarah.
"Rehan. Ini darah? REHAN INI DARAH!"
Ze berteriak histeris membuat Rehan panik. Ia berusaha menggapai Ze tapi Ze terus mundur.
-------
Ze tertawa terpingkal-pingkal mengingat wajah ketakutan Rehan saat tadi ia menjahilinya. Salah siap menedangnya yang tengah berbaring manjah di rerumputan sambil memandang bintang malah di tendang membuat pinggangnya sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
RELVINA (Completed)
Novela JuvenilRevisi dan versi revisi bakalan di publis di storial❤❤ Semuanya tersembunyi begitu rapi sampai tidak ada satupun tanda yang kamu mengerti. Aku kira begitu, ternyata kamu tahu tapi tetap diam. -Rehan Untuk apa mengatakan apa yang aku tahu. Jika kamu...