Kim-Ha menutup pintu rumahnya pelan-pelan. Gadis itu lantas menyandarkan punggungnya pada daun pintu berwarna putih gading tersebut lalu membuang nafasnya, seolah ikut membuang segala letih yang ia rasakan hari ini. Matanya menelusuri ruang tamu yang selalu bersih dan rapi lantaran sering dibersihkan, tapi jarang digunakan. Suasana rumah ini sepi, hening karena hanya ada Kim-Ha seorang di sini --setidaknya khusus hari ini dan beberapa hari ke depan, karena sebenarnya, biasanya Kim-Ha akan ditemani oleh asisten rumah tangga yang mengurus rumah dan keperluan gadis itu. Tapi hari ini asisten rumah tangganya sedang izin cuti bulanan sehingga Kim-Ha harus ditinggal sendirian di rumah besar itu selama tiga hari ke depan.
Merasa lelah dengan fisik dan batinnya, Kim-Ha segera melangkah menuju salah satu kamar dari tiga yang tersedia. Setidaknya, di sana Kim-Ha bisa mengistirahatkan tubuh dan pikirannya dengan nyaman di atas kasur empuk nan luas yang sudah ia miliki sejak tiga tahun yang lalu.
Secara materi, kehidupan Kim-Ha memang menjadi jauh lebih baik, dimulai dengan ibunya yang mengajaknya pindah dari rumah kontrakkan sempit ke rumah besar yang kini ia tinggali, uang jajan Kim-Ha yang tidak pernah kurang sehingga tak perlu lagi dia memasang mata boneka demi beberapa lembar uang yang tak seberapa dibanding kerja kerasnya, lalu Kim-Ha juga dimasukkan ke sekolah yang cukup bergengsi dari segi biaya. Bahkan anak itu dimasukkan ke tempat les mahal oleh ibunya meski Kim-Ha tidak merasa perlu pelajaran tambahan super membosankan itu.
Luar biasa perubahan yang gadis kecil itu rasakan. Dia senang awalnya, tapi lama-kelamaan ia menyadari bahwa ibunya terlihat semakin sibuk, padahal sebelumnya Suhyeon bahkan tak pernah terlihat pergi bekerja untuk beberapa bulan. Tiba-tiba di paruh tahun berikutnya, wanita itu kedatangan tamu yang membuatnya kaget dan tidak senang. Sejak saat itu, Suhyeon mulai sibuk dan jarang pulang ke rumah. Suhyeon seperti sudah punya kehidupan sendiri, tanpa Kim-Ha di dalamnya.
"Sudah enam bulan? Wah, lama sekali ya." Kim-Ha tersenyum miris. Sebabnya, pertama dia merasa miris sudah enam bulan tidak bertemu ibunya sama sekali, saat bertemu pun waktunya sangat singkat. Kedua, gadis kesepian itu jadi seperti orang gila yang bicara pada boneka penguin yang berikan Hyunbin padanya.
Omong-omong soal Hyunbin, anak itu tidak nakal lagi seperti dulu. Hyunbin menjadi lebih baik dan ramah sejak Taehyung kembali ke Taiwan. Katanya waktu itu, "Paman Taehyung bilang kalau aku harus menjadi temanmu. Aku sih sebenarnya tidak mau, kau jahat dan jelek, tapi supaya Paman Taehyung mau membelikanku PS terbaru, aku harus melakukannya."
Tapi itu dulu. Sekarang, Hyunbin benar-benar ingin berteman dengan Kim-Ha tanpa imbalan apapun. Dia merasa Kim-Ha teman yang menyenangkan dan terus mendekati gadis itu meski Kim-Ha seringkali mengusirnya karena merasa risih dan meski ayah anak itu juga tidak mengizinkan anaknya berteman dengan Kim-Ha karena alasan yang tidak Hyunbin ketahui.
"Kapan Ibu pulang? Atau minimal, menelfonku. Aku rindu Ibu ..." Kim-Ha mulai bicara lagi. Kali ini lawan bicaranya adalah langit-langit di kamarnya. "Aku bertemu Ayah hari ini. Aku senang tahu Ayah ada di sini, tapi aku tidak berani menyapanya."
Taehyung adalah Ayahnya. Kim-Ha tahu itu. Dia memang nakal karena mencuri dengar obrolan Ibunya dengan Ayah Hyunbin dulu, tapi kalau dia tidak bandel, dia tidak akan tahu fakta ini selamanya, pun, Kim-Ha tidak akan tahu kalau uang yang Ibunya punya berasal dari pemberian Pamannya sendiri demi menjaga mulut Ibunya agar tidak nekad memberitahu Taehyung, apalagi keluarga besarnya soal keberadaan Kim-Ha.
Drrt.
Lamunan Kim-Ha terhenti saat ponsel gadis itu bergetar. Seseorang menelfonnya, jika bukan Ibunya, maka itu pasti Hyunbin.
"Kenapa menelfon?" jawaban ketus Kim-Ha menandakan kalau yang menelfon adalah sepupunya yang menyebalkan tapi perhatian, Hyunbin.
"Kau sudah di rumah?"
"Ya, sudah sejak tadi. Harusnya kau jangan menelfonku. Ayahmu akan marah --ah, bahkan mungkin kau baru saja dimarahi oleh Paman Seokjin, kan?"
Di sebrang telfon Hyunbin tertawa canggung, lalu mengiyakan perkataan Kim-Ha. "Tapi itu bukan masalah. Omelan Papa belum apa-apa jika dibandingkan omelan Mamaku. Untung saja Mama sedang tidak di rumah tadi."
"Aku yakin Ayahmu akan bilang, 'sudah Papa bilang, kan berhenti bermain dengan anak bermasalah itu. Kenapa kau tidak mau dengar?!' iya, kan?" Hyunbin bergeming sesaat sebelum akhirnya menyanggah dugaan Kim-Ha dengan canggung, membuat gadis itu semakin yakin dengan tebakannya. Dia tahu persis bahwa Pamannya itu tidak menyukainya, selain karena Kim-Ha bukanlah anak keponakan yang diinginkan, gadis itu juga tak jarang membuat putra pertamanya terlibat masalah. Seperti hari ini contohnya.
"Jangan bohong, Hyunbin. Sebaiknya kali ini kau dengarkan kata-kata Ayahmu. Aku juga sejujurnya bosan terus menerus melihat wajahmu."
"Wah jahat. Masih untung aku mau berteman denganmu," sungut Hyunbin, pura-pura kesal.
"Aku tidak butuh teman."
"Ya ya, terserah ka --eh, Minjung jangan ganggu. Oppa sedang menelfon tahu!" suara Hyunbin terdengar kesal. Kim-Ha mengerutkan keningnya, sedikit penasaran, tapi saat dia mendengar suara lucu yang mengoceh dengan kalimat-kalimat sederhana, dia jadi tahu kalau temannya itu baru saja diganggu seorang anak kecil. "Aduh, Bibi Yerin, Minjung nakal!"
Kim-Ha memutar kedua matanya, suara di sebrang yang grasak-grusuk dan terdengar juga tangisan anak kecil yang Hyunbin usir. "Hei, matikan saja telfonnya kalau kau harus mengasuh Haneul."
"Maaf maaf, salahku karena tidak menutup pintu kamar. Omong-omong, tadi itu bukan Haneul. Haneul diajak Mama menginap di rumah Nenek."
"Lalu itu siapa?"
"Minjung, anak Paman Taehyung." Kim-Ha bergeming, mendengar nama Taehyung membuatnya gugup tak keruan. Ditambah lagi fakta yang baru saja ia dengar. Kim-Ha tidak pernah berpikir kalau Ayahnya akan menikah dengan orang lain apalagi sampai punya adik tiri.
"Oh. Kau ... tidak pernah cerita kalau Paman Taehyung sudah punya anak. Minjung pasti sangat lucu."
"Yah, lumayan. Dia sekarang berumur tiga tahun. Tapi Haneul lebih lucu dan imut." Haneul adalah adik Hyunbin yang berumur empat tahun. Haneul memang lucu, dia juga pintar. Kim-Ha sudah dua kali bertemu dengan anak itu saat Mama Hyunbin datang ke sekolah untuk pertemuan rutin para orang tua murid.
"Hyunbin, kau belum makan malam. Ayo keluar dan makan dulu." Lagi-lagi ada gangguan dari pihak Hyunbin. Sepertinya anak itu memang harus mengakhiri kegiatan menelfonnya.
"Nanti saja, Bi!" teriakan Hyunbin membuat Kim-Ha tersentak lantaran suara anak itu.
"Itu siapa lagi?" tanya Kim-Ha penasaran.
"Bibi Yerin, Mamanya Minjung. Bibi Yerin cantik dan baik hati, tidak pelit seperti Paman Taehyung. Aku suka kasihan kenapa Bibi Yerin yang cantik begitu menikah dengan Paman Taehyung."
"Kalau Paman Taehyung dengar, kau pasti akan dimarahi." Kim-Ha tertawa hambar. "Eum, sudah dulu ya. Aku juga mau makan sekarang. Aku tutup telfonnya. Dah~"
Usai mengakhiri panggilan telfon, Kim-Ha melempar ponselnya ke sisi kasur yang lain lalu menghela nafas panjang. Rasanya sesak dan tidak rela mengetahui ayahnya memiliki keluarga baru, Kim-Ha tidak punya hak apapun untuk protes atau merasa keberatan. Toh, Ayahnya tidak akan peduli juga.
"Ugh, jangan kesal. Aku harus bahagia kalau Ayah juga bahagia bersama Minjung dan ... dan dia."
🍀🍀🍀
Indralaya, 01 September 2019
Iva