"Kenapa Halo tidak juga muncul?" tanya Taehyung sembari mengedarkan pandangannya ke area gerbang sekolah di sebrang jalan. Lelaki itu sudah menunggu selama dua puluh menit bersama Hyunbin di dalam mobilnya demi bisa bertemu Kim-Ha, tapi batang hidung anak itu tak kunjung tampak.
"Hyunbin coba kau telfon Halo."
"Kami tidak boleh bawa ponsel ke sekolah, Paman. Lagipula, ponselku kan masih disita Papa, dan aku tidak hafal nomor ponsel Halo," jawab Hyunbin yang duduk di samping kursi kemudi. "Tunggu saja sebentar lagi. Halo mungkin sedang piket atau mengobrol dengan guru BK. Hari ini dia bertengkar lagi dengan teman sekelasnya."
"Apa Halo separah itu?"
"Apanya?" Hyunbin mengerutkan kening, tak mengerti.
"Anak bermasalah, ayahmu memanggilnya begitu, dan sepertinya Halo memang sering terlibat masalah kenakalan. Dia sering begitu?"
"Iya. Meski tidak sebanyak waktu SD, tapi masih ada beberapa anak yang suka mengolok Halo dan Halo tidak bisa diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Dia juga mudah sekali tersulut emosi."
"Mengolok tentang?"
"Anak haram." Hyunbin terlihat tidak nyaman menenyebut kalimat itu. Dia tidak bodoh seperti saat SD, dan sekarang dia mengerti kenapa olokan itu membuat Kim-Ha merasa marah sekaligus sedih. "Kadang ada juga yang bilang ibunya simpanan pria kaya. Hm, mungkin itu karena tiba-tiba Halo memiliki rumah yang bagus dan barang-barang yang dimilikinya selalu bermerk, tidak seperti dulu."
Suhyeon itu anak pejabat daerah sekaligus pengusaha, jadi tidak heran kalau semua yang dipakai Kim-Ha berharga mahal. Taehyung menggelengkan kepalanya. Dia tiba-tiba langsung menyimpulkan seperti itu, padahal belum tentu Kim-Ha adalah putri Suhyeon karena dulu Kim-Ha tidak hidup semudah ini. Anak itu juga bilang kalau ibunya hanya seorang cleaning service, sementara Suhyeon tidak mungkin melakukan pekerjaan semacam itu. Kalau pun iya Suhyeon ibu KimHa, belum tentu Kim-Ha adalah anaknya. Jadi, kenapa Taehyung harus sepeduli ini?!
"Itu Halo." Suara Hyunbin memecah lamunan Taehyung. Lelaki itu langsung keluar mobil dan hendak menghampiri Kim-Ha, sedangkan anak yang baru saja keluar dari area sekolah itu terlihat kaget melihat keberadaan Taehyung.
Taehyung melambaikan tangannya dari sebrang, tapi Kim-Ha tidak tertarik untuk membalasnya. Gadis itu malah berpikir untuk lari menghindari ayahnya. "Halo, Kim Halo."
"Oh, hai Paman," kata Kim-Ha canggung. Jantungnya berdetak tak keruan saat tanpa ia sadari Taehyung sudah ada di hadapannya. "Apa kabar?"
"Aku merasa luar biasa keren, setiap hari." Mendengar jawaban Taehyung, Kim-Ha lagi-lagi memasang senyum canggung. "Itu bagus. Paman terlihat sangat percaya diri."
"Tentu. Kau juga harus percaya diri. Jangan menekuk wajah dan memasang eskpresi sedih begitu."
Kim-Ha mengut-mangut. "Paman menunggu Hyunbin?"
"Tidak. Aku menunggumu. Ada yang ingin kutanyakan." Taehyung baru sadar kalau dia terlalu to the point, tapi ... memang itu kan tujuannya menemui Kim-Ha?
Kim-Ha menelan salivanya. Apa Taehyung akan bertanya soal pertemuan mereka kemarin sore? "Soal apa?"
"Cha Suhyeon, kau bersamanya kemarin. Dia siapamu?"
Benar, kan. "Dia ..." Kim-Ha memutar otak, mencari jawaban yang tepat, tapi otaknya terlalu tumpul disaat seperti ini.
"Dia ibumu?" Kim-Ha reflek menggeleng cepat. "B-bukan!" sadar telah membentak, Kim-Ha minta maaf. "M-maksudku, bukan. Bibi Suhyeon hanya ... tetangga."
"Benarkah? Tapi kalian mirip."
"Semua orang mengatakan aku mirip dengan kenalan mereka, bahkan ada yang bilang aku mirip denganmu, kan? Kurasa wajahku ini super pasaran." Kim-Ha tertawa kikuk, dan Taehyung terlihat tidak puas dengan jawaban Kim-Ha. "Aku harus pergi ke tempat les sekarang. Paman, aku permisi." Kim-Ha melewati Taehyung yang menghalangi jalannya. Baru beberapa langkah, tangan gadis itu ditahan oleh Taehyung. "Biar aku antar."
