19

547 61 1
                                    

"Stres berat, kekurangan nutrisi dan maag. Kondisi istri anda benar-benar buruk, dan itu bisa berdampak buruk pula pada bayinya, apalagi usia kehamilannya masih sangat muda."

Taehyung menelan salivanya, tiba-tiba merasa bersalah sekaligus iba kepada Suhyeon yang terbaring lemah dengan jarum infus menancap di lengannya. "Anda harus lebih memperhatikan istri anda."

"Ah, aku akan berusaha agar Suhyeon bisa pulih kembali, dan ... omong-omong, dia bukan istriku." Taehyung tersenyum canggung, sedangkan si dokter merasa malu dan langsung minta maaf. "Tidak apa. Sekali lagi terima kasih, Dokter."

Taehyung membungkuk sekilas pada dokter yang memeriksa Suhyeon. Setelah dokter pergi, Taehyung membuka pintu dan masuk ke ruang tempat Suhyeon berada. Wanita itu rupanya sudah sadar. Suhyeon masih bebaring dengan posisi menyamping, matanya menatap kosong ke depan. Dia terlihat sama sekali tidak peduli dengan kehadiran Taehyung.

"Bagaimana bisa kau tidak mempedulikan kesehatanmu, sedangkan di perutmu ada satu kehidupan yang perlu diperhatikan?"

Mendengar perkataan Taehyung, Suhyeon menunduk dan mengusap perutnya. "Apa kata dokter? Dia baik-baik saja, kan?" tanya Suhyeon lirih.

"Tidak sampai kau mengisi perutmu dengan sesuatu." Taehyung medekati nakas, mengambil piring berisi makanan yang memang disediakan dari pihak rumah sakit, lalu menyodorkannya pada Suhyeon. "Makanlah."

Mau tak mau Suhyeon bangun dan menerima pemberian Taehyung dengan tangan bergetar. Wanita itu menyendok makanan dengan perlahan dan menelannya meski dia tidak suka dengan makanan hambar khas rumah sakit.

"Sebenarnya satu-satunya alasan aku masih di sini karena ingin tahu kabar Halo. Setelah makananmu habis, kita bicara."

Gerakan tangan Suhyeon berhenti. Wanita itu langsung meletakkan piring di tangannya ke nakas. Taehyung mengerutkan dahinya melihat hal itu.

"Aku tahu makanan itu tidak enak, tapi kau tidak bisa egois dan mengabaikan kandunganmu."

"Tidak perlu pura-pura peduli padaku atau pun bayiku. Mau sebaik apapun kau bersikap, kau tidak akan mendengar apa-apa soal Kim-Ha. Lebih baik kau pergi saja."

"Setidaknya, beritahu aku apakah Halo baik-baik saja?"

"Tidak tahu."

Taehyung menggeram kesal. "Keras kepala. Apa susahnya bilang ya atau tidak? Dia pasti tidak baik-baik saja bersamamu kan? Kau ibu yang buruk, tapi aku tidak mengerti kenapa kau tetap bersikeras menginginkan Halo. Kau hanya akan menyiksanya secara batin juga fisik!"

"Berhentilah sok peduli pada putriku. Pergi saja dan urusi keluargamu sendiri, Kim Taehyung!"

"Putrimu? Bagaimana bisa kau mengatakannya dengan percaya diri begitu? Halo bahkan selalu sedih dan ketakutan saat membicarakanmu. Kau yang harusnya tidak usah sok peduli dan bersikap seolah kau menyayanginya."

Suhyeon tidak menjawab lagi. Wanita itu hanya menatap sinis pada Taehyung sebelum akhirnya dia kelabakan karena isi perutnya tiba-tiba minta dikeluarkan. Suhyeon buru-buru ke kamar mandi bersama tiang infusnya. Wanita itu duduk di depan closet dan memuntahkan beberapa sendok bubur yang sempat ia makan tadi.

Taehyung menyusul, berhenti di ambang pintu dan menatap khawatir pada Suhyeon. "Berdiri, kau bisa flu jika terus duduk di sana."

Sayang sekali, upaya Taehyung yang sudah menekan gengsinya itu malah diabaikan oleh Suhyeon. Wanita itu masih duduk diam sambil menunduk, entah memikirkan apa.

"Cha Suhyeon!"

"Kubilang jangan pedulikan aku! Sebaiknya kau pergi saja, karena kau tak akan mendapatkan apa yang kau inginkan meski telah berpura-pura baik padaku."

"Aku hanya mengkhawatirkan bayimu, dia tidak bersalah tapi harus menerima akibat dari kecerobohan ibunya sendiri. Jangan pikir aku benar-benar mengkhawatirkanmu." Taehyung tidak bohong, dia benar-benar hanya khawatir pada kandungan Suhyeon. Dia tahu betapa riskan keadaan kandungan Suhyeon, dan sebaiknya memang dijaga dengan ketat, karena kehidupan yang ada di dalam perut seorang wanita itu sangat berharga. Taehyung banyak belajar menjadi pria yang sigap setelah menghadapi dua kali kehamilan istrinya.

Perkataan Taehyung terdengar lucu bagi Suhyeon. Wanita itu mendongak, menatap Taehyung, lalu tertawa sinis. "Astaga, berhenti membual. Kau mengkhawatirkan bayi yang bukan siapa-siapamu, sementara kau ingin agar aku membunuh Halo, anakmu sendiri. Jika Halo tahu fakta itu, dia akan lebih sedih lagi karena ayahnya sendiri adalah orang yang pertama kali ingin dia mati."

"K-kenapa jadi membahas masa lalu?" Taehyung gelagapan. "Tidak ada kaitannya sama sekali!" lanjut Taehyung kesal. Dia tahu dia bersalah di masa lalu, tapi sekarang dia sudah berbeda dan ingin bertanggung jawab atas Kim-Ha. Jadi tidak seharusnya Suhyeon membahas itu.

Suhyeon tidak berkeinginan untuk menanggapi Taehyung lagi. Dia hanya menatap datar pada mantan kekasihnya itu, tapi Taehyung malah merasa dia sedang dihakimi.

"Aku masih sangat muda waktu itu, wajar aku berpikiran pendek karena memiliki banyak ketakutan dan kekhawatiran," jelas Taehyung tanpa diminta. "Dan asal kau tahu, tak lama setelah itu, aku juga berusaha mencarimu kembali, tapi kau menghilang tanpa jejak."

"Karena waktu itu kau masih muda, kau minta aku memaklumimu? Lalu bagaimana dengan aku? Gadis yang baru lulus SMA, harus mengandung dan merasakan hati yang hancur karena kekasihnya memutuskan hubungan setelah memberikan alamat tempat aborsi, ditambah keluargaku yang bersikap sama denganmu." Suhyeon mulai berkaca-kaca. Wanita itu berusaha keras agar tidak memperlihatkan air matanya di hadapan Taehyung, tapi ingatannya tentang masa lalu terlalu menyakitkan baginya.

Taehyung, lelaki itu seketika merasa bersalah dan kasihan pada Suhyeon. Taehyung selalu meyakini Suhyeon adalah orang tua yang jahat dan dia lah yang pantas menerima hak asuh Kim-Ha, tapi tampaknya dia salah besar. Taehyung lah manusia paling jahat di sini karena telah menghancurkan hidup dua orang sekaligus.

"Aku sampai harus bersembunyi dari semua orang yang kukenal karena takut mereka akan membunuh bayiku. Aku beruntung masih bisa waras setelah terjebak dalam kondisi seperti itu, meski ... meski caraku melampiaskan emosi salah besar." Kali ini pipi Suhyeon sudah banjir air mata sambil terus mengulang nama Kim-Ha dan meminta maaf karena sering menjadikan anak itu pelampiasan emosinya yang labil. "Sekarang Kim-Ha marah padaku—hiks—dia benar-benar membenciku dan meninggalkan aku."

Dengan tangan bergetar dan perasaan tak keruan, Taehyung merengkuh tubuh Suhyeon ke dalam pelukannya. Wanita itu tidak memberontak, mungkin tidak punya tenaga untuk itu. Tangisannya semakin kencang dan menyiratkan penyesalan serta keputus-asaan.

Bagaimana pun, Suhyeon adalah wanita yang memiliki hati yang rapuh. Taehyung mengabaikan hal itu sejak pertemuan pertamanya kembali dengan Suhyeon sampai ia tega mengatakan hal-hal buruk sehingga menyakiti hati ibu dari putri pertamanya.

Taehyung merasa dia benar-benar pria brengsek yang tidak tahu diri.

🍀🍀🍀

Indralaya, 9 Desember 2019

Halo Kim (KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang