Lima hari Kim-Ha sudah tinggal bersama ayahnya dan semuanya tampak baik-baik saja. Kim-Ha senang berada di kediaman keluarga Kim yang ramai dan hangat, meski kadang dia merasa tidak nyaman jika pamannya, Seokjin berada di dekatnya.
Sebagian pakaian dan buku-buku Kim-Ha telah ia pindahkan dari rumah ibunya ke rumah Seokjin. Dan saat anak itu mengambil barang-barangnya, tidak ada tanda-tanda kehadiran sang ibu. Bibi Jang bilang, Suhyeon pergi tak lama setelah Kim-Ha pergi dalam keadaan kacau dan Suhyeon masih belum kembali sejak saat itu.
Kim-Ha tak berharap banyak soal ibunya. Mungkin Suhyeon memang berniat menyingkirkan Kim-Ha dari hidupnya, maka saat anak itu pergi bersama Taehyung, Suhyeon tidak berusaha lebih keras untuk mencegahnya, apalagi sampai repot-repot mencarinya setelah lima hari tidak pulang.
"Kau melamun lagi."
Kim-Ha menoleh dan mendapati Taehyung sudah duduk di kasur, sementara Kim-Ha duduk di kursi belajar. Gadis itu tersenyum, lalu berpindah tempat ke samping Taehyung dan memeluknya.
"Kau memikirkan ibumu?" tanya Taehyung meski sebenarnya dia enggan membahas soal wanita yang kebetulan menjadi ibu dari putri sulungnya itu.
Kim-Ha menggeleng pelan. "Tidak. Cuma sedang ... berimajinasi." Gadis itu memaksakan tawanya dan Taehyung hanya tersenyum sebagai respon.
"Ayo makan malam dulu. Mamamu masak udang asam manis, kau suka, kan?" Taehyung bicara seolah-olah mereka memang telah menjadi keluarga yang utuh dengan menyebut Yerin sebagai mama Kim-Ha. Padahal, kenyataannya Kim-Ha masih harus memanggil Taehyung paman di hadapan semua orang, dan Yerin masih tidak tahu apa-apa soal status Kim-Ha.
"Kenapa diam?" Taehyung menatap khawatir pada putrinya. Kim-Ha menatap sendu pada sang ayah.
"Paman Seokjin ...."
Taehyung mendesah pelan, mengerti kegelisahan putrinya saat harus berhadapan dengan kakaknya yang bersikap ketus pada anak itu. "Tidak lama lagi kita akan pindah ke rumah baru Ayah. Kau ... bisa sabar sebentar lagi, kan?"
"Tentu." Jawaban itu membuat Taehyung tersenyum bangga dan mengusak rambut putrinya. "Sudah, ayo ke depan. Jangan hiraukan pria tua pemarah itu."
🍀🍀🍀
"Kalau Mama pergi, Hwan mau ikut." Hwan, anak berumur tujuh tahun itu menggenggam tangan Suhyeon dan menatap ibu tirinya dengan tatapan memohon. Suhyeon memaksakan senyumnya dan berlutut di hadapan Hwan.
"Maaf sayang, Hwan tidak bisa ikut. Hwan, kan masih harus sekolah besok?"
Hwan cemberut karena penolakan sang ibu. "Hwan bisa minta izin pada ibu guru."
"Hwan, kemarilah." Baik Hwan maupun Suhyeon langsung menoleh pada seseorang yang berdiri di ambang pintu. Hwan segera datang dan memeluk kaki ayahnya.
"Pa, jangan suruh Mama pergi," mohon anak itu, dan Youngjae mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Papa memang tidak mengizinkan Mamamu pergi," kata lelaki itu. "Sekarang kau pergi ke kamarmu dulu, ya? Biarkan Papa bicara pada Mama. Okay?"
Hwan mengangguk dan langsung menuruti perintah sang ayah. Kini tinggal Suhyeon dan Youngjae yang tersisa. Lelaki itu mendekati Suhyeon dan menarik pegangan koper dari genggaman Suhyeon.
"Youngjae!" Suhyeon panik dan hendak mengambil koper itu, tapi suaminya tidak membuat hal itu menjadi mudah baginya. "Youngjae, kumohon, aku harus pergi."
"Aku sudah bilang, 'kan aku tidak mengizinkanmu pergi? Kalau kau masih menganggapku sebagai suamimu, dengarkan perkataanku!"
"Tidak kali ini. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan secepatnya. Izinkan aku kembali ke kota B, aku mohon." Suhyeon mengatupkan kedua telapak tangannya sambil terisak, berusaha meminta belas kasih dari Youngjae agar mengizinkannya pergi malam ini juga.