Selama beberapa hari ini keadaan tubuh Suhyeon tidak begitu baik. Dia sering mual dan muntah di pagi hari, dan Suhyeon berpikir kalau itu akibat kecelakaan yang ia alami tempo hari. Tapi sebenarnya Suhyeon juga punya dugaan lain mengingat gejala-gejala yang ia alami hampir sama seperti saat ia mulai mengandung Kim-Ha dulu.
Suhyeon tidak ingin merasa senang dulu sebelum dia benar-benar memastikan dugaannya. Makanya, hari ini Suhyeon mengunjungi poli kandungan dan berharap dia memang hamil anaknya bersama Youngjae.
"Usia kandungannya baru lima minggu dan cukup lemah," kata dokter yang memeriksa Suhyeon. "Kurangi memikirkan hal yang bisa memicu stres karena itu akan berdampak buruk pada janin anda."
"Baik dokter," jawab Suhyeon dengan senyuman di bibirnya. Wanita itu senang tak terkira saat tahu dia akan bisa memberikan adik untuk Kim-Ha dan juga Hwan. Mungkin saja, hubungannya dengan Youngjae bisa segera membaik jika lelaki itu tahu soal kehamilannya.
"Saya akan menyiapkan beberapa vitamin untuk anda, tunggu sebentar, ya."
Suhyeon mengangguk. Wanita itu turun dari ranjang dan duduk di depan meja dokter selagi sang dokter menuliskan resep vitamin yang akan Suhyeon konsumsi.
Ditengah kegiatan menunggunya, ponsel Suhyeon berbunyi. Buru-buru wanita itu merogoh tasnya dan melihat siapa yang menelfonnya. Mata Suhyeon berbinar saat melihat nama Youngjae terpampang di layar ponsel.
"Youngjae!" sapa Suhyeon senang. Akhirnya lelaki itu mau menghubunginya lebih dulu. "Akhirnya kau menelfonku. Kau tahu aku sedang di mana?"
"Aku tidak peduli," jawab Youngjae ketus, membuat senyum Suhyeon langsung luntur. "Apa suratnya sudah sampai?"
"Surat?" Suhyeon mengerutkan keningnya. "Surat apa? Kau kirim ke mana?" memangnya Youngjae tahu rumah tinggalnya bersama Kim-Ha?
"Aku sudah mengirimkan surat perceraian kita ke rumah yang kau tinggali bersama anakmu. Seharusnya hari ini sampai, dan segera tanda tangani itu karena aku ingin hubungan ini cepat berakhir."
"Youngjae, kau bercanda, 'kan?"
"Kau pikir aku bisa bercanda di situasi seperti ini? aku tidak bisa lagi hidup dengan pembohong sepertimu. Aku akan mengabarkan perceraian kita pada keluarga secepatnya."
"Tapi Young—"
"Keputusanku sudah bulat. Penjelasan seperti apapun tidak akan memengaruhiku. Aku tunggu secepatnya surat cerai yang sudah kau tanda tangani. Itu saja, selamat siang."
"Youngjae! Young—" Suhyeon mengecek ponselnya, sambungan telfon benar-benar terputus, dan saat wanita itu mencoba menelfon suaminya kembali, panggilan tidak bisa tersambung.
"Youngjae—hiks—" Suhyeon berulang kali menelfon Youngjae tapi tetap tidak bisa tersambung. Tampaknya Youngjae langsung memblokir nomornya begitu selesai menelfon. Pikiran Suhyeon kalut, dia bahkan sempat mengabaikan keberadaan dokter yang kini menatap heran padanya karena menangis sambil memohon agar Youngjae menerima panggilannya.
"Maaf telah bersikap seperti ini," kata Suhyeon pada dokter yang bingung harus apa. Suara Suhyeon bergetar, dan masih sesegukan. Wanita itu berusaha terlihat tegar dengan mengusap air mata dan menahannya untuk tidak keluar lagi. "Jadi, berapa biaya pemeriksaan dan vitaminnya?"
Setelah dokter menyebutkan jumlah uang yang harus Suhyeon bayar, wanita itu buru-buru keluar ruangan dan ingin segera bersembunyi di suatu tempat untuk meluapkan tangisnya. Karena tidak fokus, Suhyeon menabrak seseorang yang hendak masuk ke poli kandungan. Beruntung wanita yang ia tabrak tidak jatuh karena seseorang di belakang langsung menahannya.
"M-maaf," ucap Suhyeon lirih sambil menatap lawan bicaranya. Seketika Suhyeon membeku saat tahu orang yang ditabraknya barusan adalah Yerin, istri Taehyung. Ah, bahkan Taehyung ada di sini. Pria itu lah yang menahan tubuh Yerin agar istrinya tidak terjatuh.