"Kemana saja kau? Jangan membuat Ibu khawatir, Kim-Ha."
Kim-Ha menatap sinis pada sang Ibu yang sudah berdiri di hadapannya begitu ia memasuki rumah besarnya. Ketika Suhyeon mendekat dan hendak memeluknya, Kim-Ha segera menepis tangan Suhyeon dan menghindar. "Jangan bohong. Aku tahu Ibu tidak pernah peduli padaku, tidak usah pura-pura lagi, Bu."
"Ibu benar-benar cemas Kim-Ha. Kenapa kau pulang larut malam?"
"Apa pedulimu?! Kenapa juga kau kembali ke sini, kau bilang akan pergi lagi untuk kerja, jadi kenapa tiba-tiba kau ada di sini dan berakting seolah kau peduli padaku?" Kim-Ha menatap nanar pada wanita bermarga Cha itu. "Tidak usah basa-basi, kalau kau menemuiku agar tidak membuka mulut pada suamimu, aku akan melakukannya bahkan tanpa diminta.
"Aku cukup tahu diri untuk tidak merusak kebahagiaan Ibu setelah semua kesulitan yang kau dapat karena aku," lanjut Kim-Ha sembari meninggalkan Suhyeon yang terdiam setelah mendengar perkataan putrinya sendiri.
Kim-Ha membanting pintu kamar dan menguncinya. Gadis itu duduk di sisi kasur, lalu menepuk dadanya yang terasa sesak, bulir bening mulai turun dan membasahi pipi tirusnya disertai suara isakan yang tertahan, tak ingin ibu atau pun asisten rumah tangga yang baru kembali hari ini mengetahui kalau dia sedang menangis.
Disela tangisannya, ponsel Kim-Ha berbunyi. Beberapa kali gadis itu mengabaikannya, hingga panggilan ke-empat, barulah gadis itu mendekati nakas dan melihat siapa yang menghubunginya. Kim-Ha mengusap air matanya dan berusaha menetralkan deru nafasnya sebelum menjawab panggilan dari nomor tak dikenal yang masuk ke ponselnya.
"Oh, akhirnya diangkat juga. Kau lama sekali, Halo!"
Kim-Ha mengerjap pelan, suara omelan di sebrang telfon ternyata milik Hyunbin. "Kau mengganti nomormu?" tanya Kim-Ha lirih dan masih ada sedikit getaran dalam suaranya.
"Tidak. Aku pinjam ponsel Paman Taehyung," kata Hyunbin riang, berbanding terbalik dengan keadaan Kim-Ha. "Begitu aku bilang mau menelfonmu, Paman Taehyung langsung memberikan ponselnya padaku. Sepertinya Paman Taehyung suka sekali padamu, Halo."
Kim-Ha tersenyum miring, "Benarkah?"
"Iya –-eh, kau habis menangis?"
"T-tidak!" Kim-Ha cepat mengelak. Hyunbin tidak boleh tahu dia menangis, kalau sampai tahu, anak itu akan semakin cerewet dan tak akan berhenti bertanya sampai Kim-Ha mengatakan alasan kenapa dia menangis malam ini. Tapi demi menghindari prasangka Hyunbin, Kim-Ha tak mau sampai memutuskan telfon bocah Kim itu. Kim-Ha butuh teman saat ini, dan dia hanya punya Hyunbin sekarang.
"Kau menangis, jangan bohong. Kau kenapa? Bilang pada –-" seseorang memotong perkataan Hyunbin, suara pria dewasa yang terdengar sama khawatirnya dengan Hyunbin. "Siapa yang menangis?"
"Halo." Jawaban Hyunbin membuat Kim-Ha melotot. Selanjutnya Kim-Ha mendengar suara krasak-krusuk dari sebrang dan tiba-tiba suara berat bernada cemas menyambangi pendengarannya. "Halo, kau menangis? Ada apa?"
Ada perasaan senang membuncah di dada Kim-Ha saat tahu sang ayah tengah mengkhawatirkannya. Padahal bagi Taehyung, Kim-Ha bukan siapa-siapa, tapi suara lelaki itu terdengar khawatir sekali, sampai-sampai mengabaikan rengekan Hyunbin lantaran Taehyung merebut paksa ponselnya.
"A-aku tidak menangis," kata Kim-Ha lirih.
"Jangan bohong. Suara sengau itu jelas sekali di telingaku, Halo Kim. Katakan padaku, apa yang membuatmu sedih? Ibumu? Apa dia memukulmu?"
"Kenapa Paman berpikir begitu?"
Taehyung tampaknya tengah berpikir sejenak, lalu menjawab lagi, "entahlah. Mungkin karena aku tahu Ibumu adalah orang yang pemarah? Dulu kau juga suka dipukuli. Bilang padaku kalau dia masih melakukan itu sampai sekarang."
Kim-Ha tertawa miris, "tidak kok. Ibuku tidak pernah melakukannya lagi. Kami bahkan hanya punya sedikit waktu untuk bertemu dalam beberapa bulan."
"Kau tidak bohong, kan?" Kim-Ha menggumam sebagai jawaban 'ya' bahwa dia tidak berbohong. Di sebrang telfon Taehyung menghela nafas lega dan mengucap syukur. Ada jeda beberapa detik dalam obrolan mereka sampai akhirnya Kim-Ha yang memulai lagi lebih dulu.
"Paman." Taehyung bergumam menanggapi panggilan Kim-Ha. "Maaf, aku sudah bohong."
"Nah, dasar nakal. Kau bohong soal ibumu atau soal kau tidak menangis?" Kim-Ha reflek menggeleng meski ia tahu Taehyung tak mungkin melihat gesturnya itu. "Aku ... soal tadi siang." Kim-Ha mengigiti bibir bawahnya, mendadak dia gugup dan stok kalimat di otaknya lenyap entah kemana.
"Halo, kau masih di sana?"
"I-ya."
"Kukira kau ketiduran," Taehyung terkekeh pelan. "Jadi, kau bohong soal apa?"
Haruskah Kim-Ha mengatakan soal siapa ibunya? Bagaimana reaksi Taehyung nanti? Lalu jika Taehyung tahu Suhyeon adalah ibu Kim-Ha, memangnya apa yang akan lelaki itu lakukan selanjutnya? Ah, Kim-Ha bahkan tidak tahu tujuan Taehyung bertanya soal Suhyeon tadi siang padanya. "Aku pemaaf, kok. Jadi tidak usah khawatir aku akan marah atau mengamuk karena kau sudah berbohong. Ayo katakan, jangan buat aku penasaran Halo."
"Cha Suhyeon." Baru menyebut namanya saja, suara disebrang sana langsung lenyap, berganti hening. Taehyung tampaknya sedang mendengarkan dengan seksama. "Dia ... ibuku. Ibu kandungku, tapi aku dilarang untuk mengatakannya pada Paman jika Paman bertanya. Sepertinya Ibu sudah menduga Paman akan bertanya soal itu."
Satu detik, dua, sampai sepuluh detik kemudian tak ada suara apapun dari Taehyung kecuali helaan nafas lelaki itu. Kim-Ha pikir ini tak akan berakhir baik. "Kenapa?"
"Apa?" Kim-Ha bukannya tidak dengar, dia hanya kembali memastikan soal pertanyaan Taehyung yang suaranya mendadak terdengar sendu, tidak seceria dan sepercaya diri sebelumnya. "Kenapa Ibumu melarangmu memberitahuku?" ulang Taehyung dalam versi lengkap.
"Kau lahir empat belas tahun lalu, apa ibumu sudah menikah? Apa kau tahu siapa ayahmu?"
Kim-Ha menelan salivanya, lagi-lagi merasa bimbang harus menjawab jujur atau pura-pura bodoh. "Kim Taehyung. Ibu bilang, nama ayahku Kim Taehyung –-hiks." Kim-Ha tidak bisa berbohong lagi. Dia ingin Taehyung tahu kalau lelaki itu punya anak bernama Kim-Ha. gadis itu tidak tahu apa yang akan terjadi setelah dia mengatakan hal ini pada Taehyung, tapi dia ingin mencoba dulu dan berharap kalau Taehyung akan mengakuinya, dan tidak mengambil sikap yang sama seperti yang dilakukan ibunya, menyembunyikannya, malu mengakuinya.
Gadis remaja itu mulai terisak lagi, kali ini karena perasaan rindu luar biasa terhadap Taehyung dan juga karena perasaan was-was akan penolakan Taehyung terhadapnya.
Tut–- panggilan terputus setelahnya, tanpa sepatah kata pun dari Taehyung.
Taehyung juga menolaknya. Taehyung tidak menginginkan Kim-Ha. Seharusnya gadis itu memang diam saja untuk menghindari sakit hati. Dari awal Kim-Ha pun harusnya tak boleh banyak berharap pada pria ramah yang kebetulan adalah ayahnya itu.
Kim-Ha tak dapat menahan teriakan dan isakannya lagi. Gadis itu meluapkan emosinya dengan jelas hingga menarik perhatian Suhyeon yang kini mengetuk pintu kamar Kim-Ha, meminta anak itu membukakan pintu untuknya.
Brak.
Kim-Ha membanting ponselnya sekuat tenaga. Tidak sampai hancur, tapi layarnya berhasil retak menjadi seribu bagian dan pasti tak akan mungkin berfungsi dengan baik lagi. Mengabaikan suara ibunya di luar kamar, Kim-Ha meringkuk di atas kasur, menyumpal telinganya dengan bantal lalu berusaha menghentikan tangisnya dan tidur.
🍀🍀🍀
😶
Indralaya, 28 September 2019
Iva