Tuhan mempertemukan dua insan yang berbeda dengan beragam cara, salah satunya adalah beragam kebetulan yang dialami oleh Sera. Dipertemukan oleh Dion dari aplikasi pencari jodoh, memiliki hobi dan selera musik yang sama, kuliah ditempat yang sama meskipun beda fakultas, bahkan, yang membuatnya kembali tidak habis pikir, tinggal di apartemen yang sama. Tuhan mempertemukan Sera dan Dion dengan cara kebetulan yang mengejutkan. Kegagalan dalam menjalani hubungan baru dirasakan satu kali oleh Sera. Satu kali, namun sangat menyakitkan baginya. Ia sempat mengalami trauma yang akhirnya 2 tahun terobati karena sosok lelaki yang berada didepan matanya ini.
Dion, yang sedang patah hati, menyibukkan dirinya dengan melakukan hobinya agar ia melupakan masalah percintaannya. Sama seperti Sera, kali ini Dion mengalami trauma setelah disakiti oleh Ghia. Nyatanya memutuskan hubungan karena suatu hal memang sulit jika hubungan yang dijalani melebihi 1 tahun. Masalah hubungan yang dialami oleh Dion cukup besar, nalurinya mengatakan untuk membiarkan dirinya tenang terlebih dahulu. Ia juga harus mencintai dirinya sendiri.
Masih menyibukkan dirinya, entah sudah berapa exposure yang Dion ambil dengan kamera analognya. Sedangkan Sera yang ternyata juga teracuni oleh ajakan Dion, ia ikut memotret menggunakan kamera point and shoot miliknya. Menggunakan kamera point and shoot memang praktis, tetapi kadang terasa membosankan.
"Lightmeter lo nyala apa mati?" tanya Sera pada Dion.
"Nyala."
"Cobain, dong!" Sera menjulurkan tangannya ke lelaki di depan matanya.
"Ngerti gak maininnya?"
"Ngerti lah. Tinggal kokang, atur metering, trus jepret." Alih-alih memotret, ia menyerahkan kamera point and shoot-nya kepada Dion, "nih cobain juga. Biar ngerasain foto pake lensa Carl Zeiss."
Sera memfokuskan pandangannya ke lautan manusia di sekitarnya. Suasana di Stasiun Tanah Abang pada sore hari memang tidak pernah luput dari padatnya manusia. Ia mengembalikan kamera milik Dion setelah menggunakan satu exposure saja, "gak nantang ah lightmeter-nya nyala."
"Sombongnya ini anak." Ia juga mengembalikan kamera milik Sera, "bulan depan hunting bareng, yuk!" Dion kembali berkata.
"Kenapa gak minggu besok aja?"
"Lagi hectic kuliah gue. Ini aja gue mau nyegerin otak." Fotografi bagi mereka yang memiliki hobi tersebut adalah salah satu cara untuk menyegarkan pikiran mereka.
"Yaudah sih gak usah dipikirin."
"Maksud?"
Sera menghela nafasnya, seolah-olah mengetahui bahwa Dion sedang berpura-pura bodoh. "Gue paham sih kuliah lo lagi hectic. Tapi lo juga mikirin yang lain, kan? Emang kenapa sih lo gak memilih untuk udahin hubungan lo sama Ghia aja?" Bodoh. Untuk apa mempertahankan hubungan yang sudah tidak layak untuk dilanjutkan? Sera masih bersikukuh untuk menghasut Dion agar memutuskan hubungannya dengan Ghia yang sudah sangat kacau.
"Gak segampang yang lo kira. Cara lo dengan cara gue menghadapi suatu masalah dalam hubungan tuh beda. Jangan paksa gue buat ngelakuin apa yang lo suruh. Gue punya cara sendiri."
Mungkin akan lebih baik jika Sera diam, ia merasa bersalah karena berbicara seperti itu kepada Dion secara tiba-tiba. Dalam waktu bersamaan, mereka mengembalikan kamera mereka masing-masing. Hasrat untuk memotretpun hilang, Sera meletakkan kamera point and shoot miliknya kembali ke dalam tas. Sedangkan Dion memilih untuk menutup lensa kameranya, menaruh earphone ditelinganya untuk mendengarkan lagu.
Suasana menjadi canggung. Mereka tidak berbicara dengan satu sama lain.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE || Cho Seungyoun ✅
RomanceJakarta dan Bandung. Kedua kota besar itu membagikan memori indah maupun buruk bagi Serafina Bella Amandine dan Dion Taraka Wirga. Mencintai Sera pada saat-saat yang tidak tepat, membuat Dion menyerah. Hatinya tak sanggup lagi berjuang untuk mendapa...