Apa yang akan Dion lakukan jika seluruh tombol rewind di dinia ini dapat digunakan untuk memutarbalikkan waktu? Ia hanya memiliki satu jawaban, kembali ke Kafe dimana ia dan Sera bertemu untuk pertama kalinya. Memiliki Ghia adalah sebuah penyesalan terbesar dalam hidupnya. Tak ada yang menyangka, kelakuan buruk yang terdapat dibalik wajah cantiknya itu membuat Dion mengalami keraguan dalam hal mencintai. Beruntung sekali hal itu dapat ia atasi. Sosok perempuan bernama Sera, adalah satu-satunya alasan dibalik hilangnya segala keraguan Dion.
"Karena satu-satunya orang yang ada ketika gue patah hati adalah lo."
Ucapan lelaki itu masih terngiang-ngiang di kepalanya. Lelaki itu memang bodoh ketika berada dalam suasana hati yang buruk, tanpa berfikir dua kali, ia melakukan atau mengucapkan sesuatu yang tak terduga. Memang benar adanya bahwa Sera lah yang pertama kali ada di sisi Dion saat lelaki itu patah hati. Dan entah apa yang membuat hati Dion tergerak begitu cepat untuk menjadikan Sera sebagai perempuan yang ia sukai.
Waktu demi waktu berlalu, perempuan bernama Serafina Bella Amandine masih diposisikan menjadi sosok yang mengisi hati Dion. Tetapi... Harapannya untuk memiliki perempuan itu telah pudar, hanya menyisakan serpihan, serpihan yang memiliki sebuah pertanda serta pertanyaan.
Pertanda, serpihan itu menandakan masih ada harapan kecil untuk memiliki Sera.
Pertanyaan, apakah serpihan itu pantas dijadikan pertanda?
Dion meragukan dirinya sendiri yang percaya akan faktor waktu. Dulu, ia percaya Sera akan jatuh ke pelukannya di waktu yang tepat. Kini pemikirannya itu berubah menjadi sebuah keraguan. Melihat Sera yang semakin lengket dengan Bayu saat hubungan mereka yang menginjak 3 bulan, dan mendengar curhatan Sera tentang Bayu yang hampir ia bicarakan setiap hari, kedua hal tersebutlah yang menimbulkan keraguannya.
Kini, perempuan itu sedang berjalan di sampingnya, dengan ekspresi sumringah yang tak pernah lenyap dari wajahnya. Sera telah memotong rambutnya beberapa senti, membuatnya terlihat semakin imut di mata Dion.
"Gue cocok gak sih pake poni depan?" tanya perempuan itu menyentuh bagian ujung rambutnya.
Netra Dion tak dapat berhenti menoleh wajah perempuan itu. Dengan kekagumannya yang berusaha untuk tidak ia tunjukkan, ia menjawab. "Kayak Dora The Explorer."
Jawaban tersebut membuat seorang Sera berubah menjadi Triseratops. Ia mengejar lelaki itu yang kabur sambil tertawa lepas setelah melihat ekspresi Sera. Langkah kaki Sera yang gesit nan lincah mampu menangkap Dion. Dengan menjinjitkan kakinya, ia meremas pundak lelaki itu.
"Sakit! Sakit! Gue bercanda!" lelaki itu merintih kesakitan sembari berusaha melepaskan genggaman Sera dari pundaknya. Langkah mereka terpaksa terhenti karena palang pintu kereta api menuju kampus mereka mulai turun perlahan-lahan.
Tangan Sera semakin kuat meremas pundak Dion. Tak peduli lelaki itu kesakitan, ia semakin menyiksanya dengan menggelitik kedua pinggangnya. "Masih mau ngatain gue mirip Dora lagi, hah?!"
Kewalahan yang diiringi dengan tawa geli membuat Dion sedikit mengeluarkan air mata. "Udah, bego! Sakit!"
"Geli apa sakit?!" Sera kembali menggertak Dion.
"Dua-duanya! Udah, woy!" akhirnya Dion dapat melepaskan tangan Sera.
Sudah menjadi hal biasa bagi Dion kala mendengarkan segala cuitan Sera saat berangkat kuliah bersama. Wajar, perempuan memang cenderung lebih banyak berbicara daripada lelaki. Dua bagian inderanya bekerjasama untuk melakukan kewajiban mereka, indera pendengarannya harus fokus mendengarkan cuitan Sera, sedangkan indera penglihatannya, memfokuskan pandangannya ke wajah perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE || Cho Seungyoun ✅
RomanceJakarta dan Bandung. Kedua kota besar itu membagikan memori indah maupun buruk bagi Serafina Bella Amandine dan Dion Taraka Wirga. Mencintai Sera pada saat-saat yang tidak tepat, membuat Dion menyerah. Hatinya tak sanggup lagi berjuang untuk mendapa...