032: Enam Bulan

228 34 26
                                    

Bandung dimata Sera sangat berbeda jika dibandingkan 7 tahun yang lalu ketika terakhir kalinya ia mengunjungi kota ini. Kini, Bandung baginya bukan hanya sekedar kota berdataran tinggi, melainkan kota yang meninggalkan sebuah misi untuknya. Misi untuk mencari keberadaan Dion dan menyampaikan permintaan maafnya.

Berbagai seluk beluk Bandung yang ia kunjungi, tak juga membuahkan hasil untuk menyelesaikan misinya. Menyerah memang tidak ada dikamus kehidupan Sera, meskipun tak menutup kemungkinan pula bahwa dibenaknya terus bertanya kapankah saudade ini akan berakhir.

Terkadang muncul rasa iri dihati Sera kala melihat beberapa pasangan yang tengah berkencan di Jalan Asia Afrika. Ingin rasanya Sera mengulang momen-momen indahnya bersama Dion. Sayang, hingga hari ketujuhnya ia berada di kota ini, teka-teki mengenai keberadaan Dion belum ditemukan.

Langit sore yang berpadu warna ungu, merah muda, dan jingga itu menjadi pusat perhatian seluruh orang-orang di ruangan terbuka, termasuk Sera. Menatap langit dengan perpaduan warna yang begitu indah mampu meredakan keluh kesah hatinya. Anehnya, tak pernah ia temui langit seperti ini di Jakarta. Perempuan itu langsung memejamkan matanya dengan kamera yang masih ia pegang, menarik nafasnya panjang-panjang, dan menghembusnya seraya berharap didalam hatinya. Berharap bahwa Dion juga menikmati pemandangan indah dibawah langit Bandung ini.

---

Hari yang sama di Lembang, Bandung.

Lelaki lulusan Arsitektur itu tengah sibuk merancang sebuah rumah. Dengan segala keseriusannya dalam bekerja, ia berdiskusi dengan arsitek lain untuk mengatur desain rumah rancangannya.

"Gimana, Dion?" Tanya seorang perempuan yang memegang posisi sebagai arsitek itu.

"Not bad, sih. Tanyain dulu sama yang punya rumahnya," Dion menoleh kearah sepasang suami-istri yang merupakan teman sekolahnya. "Kalian setuju sama usul dari Jane, gak? Kalo dibikin indoor gitu emang susah sih karena lahannya kecil, jadi saran gue sama Jane mending outdoor."

Sepasang suami istri itu nampak setuju dengan usul Dion dan rekan kerjanya, Jane. Mulanya Dion hanya bekerja sendiri, namun istri dari teman Dion juga menggandeng seorang teman sekolahnya yang juga lulusan Arsitektur ini. Mau tak mau, kedua arsitek ini harus bekerja sama untuk merancang rumah pasangan suami istri yang banyak maunya ini. Entah sekaya apa mereka hingga mampu menggaji dua arsitek sekaligus.

Setelah beberapa jam meluangkan akhir pekannya dengan bekerja, akhirnya Dion menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang. Langit di Lembang begitu indah, lelaki itupun tak ingin melewatkan salah satu ciptaan Tuhan ini dengan mengabadikannya melalui kamera ponselnya. Dion tersenyum seraya menatap langit tersebut.

"Yon," Ditra, teman SMA Dion, menghampiri lelaki itu dengan menepuk pundaknya. "Thanks banget loh udah bela-belain dari Ciumbuleuit ke Lembang."

Lelaki dengan nama akhir Wirga itu tertawa. "Yaelah, harusnya gue yang makasih karena udah percayain gue buat ngerancang rumah lo." Balasnya merendah.

"Ah, justru tanpa lo gue kebingungan." Sontak Ditra membisikkan sesuatu kepada Dion. "Bini gue ngomong katanya si Jane tertarik sama lo."

"Terus?" Ya, nada suaranya seolah-olah memberitahu bahwa Dion tak tertarik dengan pembahasan Ditra.

Ditra kembali menggoda Dion melalui bisikannya. "Bisa kali lah lo deketin dia."

Dion kembali memotret langit dengan perpaduan warna indah itu. "Nggak, deh. Gue belum siap buka hati lagi."

"Emang lo kenapa sebelumnya, sampe belom siap buka hati gitu?"

Dion tersenyum pahit. "Ada orang yang belum bisa gue hapus dipikiran gue." Ucapnya seraya menatap layar ponselnya yang diisi oleh wajah Sera.

Ditra tak sengaja memalingkan pandangannya ke layar ponsel Dion. Lelaki itu tersenyum, pula merasa tak enak karena menjodoh-jodohkannya dengan Jane. Lelaki itu kembali menepuk pundak Dion untuk mengakhiri topik mereka. "Semangat, Yon."

SAUDADE || Cho Seungyoun ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang