1.

1.2K 86 8
                                    

***

Happy Reading♡

Biasakan jadi pembaca yang bijak:)

[REVISI]

"JANGAN NILAI ORANG DARI SAMPULNYA SAJA, TAPI JUGA DENGAN ISINYA!

_______________🌹🌹🌹_______________

Gue kangen suasana rumah yang dulu, batin gadis itu seraya membuka pintu balkon kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

"Non, yuk turun ke bawah semuanya sudah nunggu non di ruang makan!" teriak Bibi dari luar kamar.

Viona menghela napas, apa benar? Biasanya mereka akan duluan makan malam tanpa menunggu dirinya.

"Baik. Bi!" balas Viona seraya menutup pintu balkon kamar dan mengambil sebuah amplop cokelat dari dalam laci meja belajarnya.

Hal pertama yang dia lihat saat sampai di ruang makan adalah lagi-lagi mereka duluan tanpa menunggu dirinya. Setidaknya bisa menunggu bukan? batinya.

Setelah makan malam selesai Viona menatap kedua orang tuanya ragu, terutama ke arah Bagas.

Viona mengeluarkan amplop cokelat dari saku bajunya lalu meletakannya ke hadapan Bagas.

Bagas menatap amplop di hadapannya itu, tanpa pikir panjang dia langsung mengambil surat yang ada di dalamnya. Bukan hal baru bagi Bagas menerima amplop seperti ini, bukan satu atau dua kali tapi puluhan kali menerima hal semacam ini.

Bagas menatap Viona sebentar lalu menyerahkan surat tersebut ke hadapan Sarah. Sarah yang mengerti mengambilnya lalu melipatnya kembali dan meletakannya di hadapan Viona.

"Saya besok ada pekerjaan. Papa kamu saja!" ujar Sarah-mamanya itu bangkit dari kursi, menjahui ruang makan.

Namun, baru saja Sarah melewatinya, Viona membuka suara. "Segitu bencinya Mama sama aku, karena kejadian itu?!" ujar Viona, memberanikan diri melawan Sarah.
Bukan maksud menjadi anak durhaka, namun ia sudah capek, capek karena semuanya.

Sarah berhenti lalu menatap Viona tajam. Viona tersenyum miris, sampai segitukah?

"Apakah Mama nggak bisa melihat siapa yang salah disini? Aku atau anak kesayangan Mama itu?!" bentak Viona. Tidak tahan dengan keadaan seperti ini.

"Segitu bencinya, sampai-sampai hati nurani seorang ibu tertutup karena kesalahan yang nggak dia perbuat."

"Aku nggak salah! Lexi pergi karena kesalahannya sendiri. Ingat, Mah. Seharusnya pelaku yang sesungguhnya bukan aku, melainkan anak kesayangan Mama itu."

"INGAT! BUKAN AKU TAPI LEXI!" bentak Viona tidak tahan lagi harus menanggungnya sendiri.

"Apa aku bukan anak Mama? Ya iya lah bukan, anaknya cuma Lexi. Anak kesayangan," monolognya menatap Sarah sinis.

"Kamu udah puas ngomongnya? Nggak mau dilanjutin lagi?!" tanya Sarah dengan sorot mata tajam.

"Belum! Vio belum puas, Mah. Sebelum Mama mengakui siapa yang salah disini!"

"Karena hal bodoh yang dia lakuin, sampai-sampai Mama buta terhadap keadilan, siapa yang seharusnya siapa yang harus disalahkan!"

"Vio nggak bodoh Ma, seharusnya Lexi yang salah disini. APA MAMA TAU KEJADIAN SEBENARNYA SEPERTI APA? NGGAK KAN!!" teriaknya kelepasan, biar dikatakan anak durhaka sekalian.

"Jangan nilai orang dari sampulnya tapi juga isi nya!" sinis Viona menatap Sarah tajam.

"Kamu nggak tau apa-apa sebaiknya kamu diam!" bentak Sarah tidak peduli lagi ada suaminya disini atau tidak.

Hope [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang