33.

202 14 0
                                    

                                ***

Sepulang dari rumah sakit dimana mama nya di rawat selama ini senyum Viona tiada henti mengembang, sampai-sampai Ravin mendengus sebal karna banyaknya orang yang melirik Viona tampa berkedip.

Lexi yang berada di bangku penumbang tersenyum geli melihat kelakuan Ravin yang mengomel tak jelas sepanjang koridor rumah sakit karena banyak nya pria yang melirik Viona.

Tapi rasa iri teselumbuk dihati Lexi melihat betapa bahagianya Viona bertemu dengan sang mama dan apa dia akan selalu bersama mamanya kemudian hari setelah semuanya terbongkar?

Rasa takut selalu menghantuinya sejak kejadian beberapa minggu lalu mengetahui fakta tentang mamanya.

"Lexi makasi ya," ujar Viona tulus dengan senyum mengembang.

Lexi menoleh kedepan menatap Viona yang berada dikusri samping pengemudi terlihat kebahagian disorot matanya. "Sama-sama kak," ucapnya.

Ravin melirik Viona, ada rasa bahagia terselubuk dihatinya melihat senyum itu yang telah lama pudar.

"Oh ya kita mau langsung pulang atau main dulu?" tanya nya kepada duo ciwi.

"Pulang aja! Capek," ujar Viona memejamkan matanya dan tak lama ia sudah masuk kealam mimpinya.

***

Malam pun datang Viona masih sentiasa menatap hamparan bintang yang begitu indah di langit.

Perkataan mamanya tadi membuatnya sadar akan satu hal, berarti selama ini papanya sudah tau keberadaan mamanya, tapi kenapa menyembunyikan solah tidak mengetahui semuanya.

'Tin'

Ravin🐽
Malam pacar💓jangan tidur kemalaman dan besok aku jemput okey👌
I lope u😘

Viona mendengus kesal, lagi-lagi Ravin mengirim pesan seperti itu, menyebalkan.

Viona segera menutup pintu balkon kamarnya dan keluar kamar menuju ke kamar Calvin yang berada disebelah kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

Seketika pintu kamar terbuka Viona langsung menerobos kedalam tanpa persetujuan tuannya yang masih berdiri didepan pintu.

"Tumben," ucap Calvin kepada Viona nggak biasanya ni bocah duluan ke kamarnya kalau nggak disuruh.

Viona melihat betapa berantakan meja yang ada dihadapannya karena kertas-kertas yang berserakan disekelilingnya.

"Banyak ya bang?" tanya Viona mengambil kertas dihadapannya.

"Lumayan," jawab Calvin mulai mengerjakan kembali tugasnya.

Mereka diam cukup lama, Viona cuman memerhatikan Calvin yang mulai mengotak-atik benda di hadapannya.

"Oh ya bang. Kenapa abang nggak ngambil beasiswa itu? tanya Viona, spontan Calvin terkejut dari mana adiknya tau tentang beasisawa itu.

"Dari mana kamu tau?" tanya nya. Calvin beranjak dari hadapan leptopnya dan duduk disamping Viona.

Viona langsung memeluk Calvin dari sambing membuat Calvin  kaget. Viona terkekeh melihat ekspresi abangnya.

"Kamu ini," kekeh Calvin menyandarkan kepala Viona kebahunyan.

"Bang udah lama kita nggak seperti ini ya," ujar Viona tersenyum tipis.

Calvin mengangguk kecil dan mengelus rambut Viona lembut, ntah udah berapa lama dia juga sudah lupa.

"Bang minggu besok kita ke puncak yuk! Berdua aja," ajak Viona agar mereka segera bertemu.

Calvin mengerut kan dahi. "Tumben, ngga biasanya loh?" tanyanya tumben-tumben Viona mau jalan-jalan apa lagi ke puncak.

"Ih abang nggak peka amat sama adiknya, Alle mau jalan-jalan sama abang cuman berdua kan udah lama nggak, biasanya sama teman-teman," ucap Viona mengerucutkan bibirnya kesal karna Calvin nggak peka apa keingginannya..

"Yaudah iya, tapi yakin kita berdua doang?" tanya Calvin, nggak yakin mereka hanya pergi berduaan.

"Iya dong hanya Alle dan abang, emang siapa lagi?"

"Abang kurang yakin hanya kita, Ravin kan selalu ngintilin kamu," ujar Calvin tersenyum jail.

"Ih ngapain bahas dia, hanya kita okey, titik no koma."

"Iyah-iya. Untuk adek abang apaan yang nggak."

                                ***

Hope [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang