34.

206 12 2
                                    

***

"Ravin lo bisa nggak sih sehari aja nggak gangguin gue!" geram Viona, pasalnya dari bel pertama berbunyi sampai jam pulang pun Ravin selalu ngintilin Viona kemana-mana bahkan ketoilet perempuan dia ikut.

Ravin menggeleng polos. "Nggak bisa aku takut nanti ratunya aku diculik monster," jawab nya polos sambil mengikuti Viona dari belakang menuju pakiran sekolah.

Tata menyenggol lengan Alana yang asik melihat perdebatan Viona dan Ravin. "Apaan sih Ta?" tanya melirik Tata, dia pun mengode Alana supaya memerhatikan gerak-gerik Lexi yang cukup mencurigakan, dengan wajah merah menahan tangis dan terlihat khawatir.

"Lex lo kenapa?" tanya Alana penasaran.

"Eh ... gue nggak apa-apa gue duluan ya," pamitnya lalu berlari keluar gerbang sekolah.

"Ada yang nggak beres nih," celetuk Tata memerhatikan Lexi yang sudah masuk kedalam taxi.

"Woi!! Lo mau disini atau mau ikut kita," teriak Ravin.

Mereka langsung menyusul dan berlari kecil. "Lelet amat," sindir Ravin lalu masuk ke dalam mobilnya.

Diperjalanan mereka cuman ditemanin dengan alunan musik tampa ada bersuara.

"Oh ya Al. kemarin lo kemana? kata om Bagas lo kayanya pergi sama Lexi?" tanya Alana.

"Puncak," jawab Ravin bukan Viona.

"Gue nggak nanya lo."

"Lo nggak percaya amat jadi orang, gue kemarin ke puncak ngantarin bidadari gue ketemu mama mertua," sebuah tangan sudah berada dipinggang Ravin.

"Ih apa yang? Sakit tau," ringis Ravin mengusap pinggangnya yang dicubit Viona.

Viona menatap Ravin tajam. Sedangkan Alana dan Tata yang duduk di belakang menatap mereka bingung.

"Mama mertua bukannya mama lu di jakarta ya ngapai ke puncak?" tanya Tata binggung pasalnya tante Sarah di Jakarta ngapain ke puncak segala ketemunya.

"Bukan dia tapi mama Dea," ucap Ravin keceplosan. Lagi-lagi sebuah cubitan berada di pinggangnya.

"Eh ... e sakit yang lepasin yang, kamu mau kita mati muda sebelum kita nikah," ringis Ravin berusahan melepaskan cubitan Viona dari pinggangnya.

"Mama Dea?" tanya mereka berbarengan.

"Kalian nggak lagi nyembunyikan sesuatu dari kita kan?!" tanya Alana merasa ada yang tak beres.

Ravin melirik Viona sebentar lalu menepikan mobilnya.

"Kalian pengen tau atau pengen tau banget?" tanya Ravin tersenyum menyebalkan sabil menaik-naikan alisnya.

Viona menatap Ravin tajam jangan sampai mereka tau duluan. "Lo jangan bertele-tele cepat katakan," ucap Tata merasa dipermainkan.

"Tunggu bentar emang mau kemana sih neng," ucap Ravin tersenyum jail.

"Ravin kampret cepat katakan," geram Alana memukul pundak Ravin dengan botol minuman yang masih ada isinya.

Viona meringgis melihat wajah Ravin tiba-tiba merah. Apa sakit?

Alana yang menyadari perubahan Ravin merasa nggak enak pasalnya Ravin tiba-tiba membalikan badannya lalu mulai menjalankan mobilnya kembali.

Setibanya di halaman rumah Viona, Ravin segera masuk tampa meperdulikan mereka bertiga yang masih berada di dalam mobil.

"Apa dia marah," ucap Alana meringis, dia nggak mau kejadian itu terulang lagi.

"Lo takut sama Ravin ya Lan?" ledek Tata milihat perubahan air muka Alana yang nggak karuan.

Viona turun dari mobil lalu menyusul Ravin masuk kedalam rumah.

Alana menggeleng lalu turun dari mobil diikuti Tata, Alana masih membayangkan saat Ravin marah kepadanya sampai-sampai semuanya kena impas karena satu orang yang salah. Emang menakutkan.

Viona melihat ruang tamu dan tengah kosong pasti lagi-lagi Ravin masuk ke dalam kamarnya tampa seijin dia.

Viona menghela napas lalu melangkah menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Saat membuaka pintu kamar hal pertama yang ia lihat adalah seorang pria yang tengah tidur terlentang.

Viona tersenyum kecil lalu memilih keluar kamar membiarkan Ravin tertidur di kamarnya mungkin dia sangat kelelahan.

Setibanya di ruang tengah Viona melihat perdebatan Tata yang selalu mengejek Alana sehingga wajah Alana sudah tidak karuan antara kesal dan takut menjadi satu.

"Lo bantuin gue napa biar Ravin nggak marah lagi bukan ngedek," geram Alana.

"Salah sendiri mukul anak orang sembarangan," ejek Tata lalu pergi kedapur mengambil minuman sekaligus makanan ringan.

Alana yang menyadari ada Viona yang berdiri di anak tangga terakhir cuman mendengus kesal, pasti dia mendengarkan semua.

Lan siapin mental dan hati lo, batinya meringis pasti lagi-lagi ia akan menjadi bahan ledekan.

"Ravin mana Al?" tanya Tata yang baru datang dari dapur sambil membawa nampan yang berisi makanan dan minuman.

"Tidur," jawabnya mengambil meminuman kaleng yang dibawa Tata.

Sedangkan Alana sibuk dengan pikirannya sendiri.

***






Hope [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang