***"Ravin lo tega amat sama gue!" pekik Alana.
Alana mengambil botol kosong yang ada di atas meja dan siap-siap melemparkannya ke arah Ravin.
Bugh
Senyum puas terukir di bibir tipisnya. "Anjir," gaduhnya. Alana melebarkan matanya mendengar suara fameliar yang sangat dia kenal.
Galak tawa Ravin terdengar olehnya kalau bukan Ravin trus siapa? Alana menoleh ke samping melihat siapa yang telah dia lempar dengan botol kaleng.
Alana tersenyum kikuk melihat Candra yang menatapnya tajam. "Noh rasain," ledek Ravin berjalan melewati Alana yang berdiri kaku.
"Ravin awas aja lo!" geram Alana menghentakan kaki lalu meninggalkan mereka semua yang masih berada di ruang tengah.
Semua berkumpul di halaman belakang. Viona tersenyum tipis tapi di hatinya merasa ada yang kurang Samue dan Lexi.
"Yang hari minggu kita jalan ya," ujar Ravin disebelah Viona yang sedang memanggang sosis.
Pukulan mendarat di bahu Ravin. "Yang ... yang pala lo, nggak Alle pergi sama gue," sinis Calvin. Memang kalau mereka bertemu pasti seperti tom and jerry.
"Nggak ... nggak Alle sama gue, lo jahat amat sama adik ipar lo sendiri."
"Ogah gue punya adik ipar seperti lo, lebih baik Samuel yang jadi adik ipar gue."
Mereka saling melayangkan tatapan tajam. "Kalian bisa stop nggak sih noh sosisnya udah gosong," ujar Candra jengah melihat dua manusia didepannya.
Malam yang begitu cerah dan bertaburan bintang-bintang dilangit mereka habiskan dengan canda tawa melepas rindu karana udah lama tidak bertemu.
***
"Bang jadi pergi kan?" tanya Viona menghampiri Calvin yang berada diruang keluarga bersama Bagas.
Bagas mengerutkan keningnya melihat Viona yang begitu semangat dan bahagia mengajak Calvin.
"Emang mau kemana sih?"
"Papa nggak boleh tau nanti ngintilin Alle sama abang," ucap Viona duduk disebelah Bagas.
"Emang papa sama seperti Ravin yang selalu ngintilin kamu kemana-mana?" memang Bagas suadah mengetahui hunbungan Viona dengan Ravin, sebab Ravin sudah meminta ijin terlebih dahulu kepada Bagas untuk dekat dengan Viona.
"Kan bisa jadi," senyum sarkah Viona menatap sang papa.
Bagas tersenyum melihat kelakuan putrinya. "Yaudah katanya mau pergi nanti kesiangan loh," ujar Bagas.
"Yaudah Calvin sama Alle pergi dulu," pamit Calvin menyalami Bagas diikuti oleh Viona.
Diperjalan hanya di dominasi dengan keaadan diam. Viona yang sibuk dengan pikirannya dan Calvin sibuk menyetir.
"Bang ke rumah sakit permata," ujar Viona dengan senyum mengembang.
Calvin mengerukan keningnya. "Kenapa? Kamu sakit?" tanya Calvin bertubi-tubi.
Viona terkekeh kecil melihat ekspresi Calvin kawatir. "Nggak. Alle mau jenguk seseorang," helaan napas terdengar dari mulut Calvin.
Setibanya di rumah sakit tujuan Viona langsung turun tampa menunggu Calvin. Viona udah kangen dengan sang mama setelah seminggu tak bertemu.
Calvin menyusul Viona dari belakan. Melihat adiknya begitu ceria tiba di rumah sakit ini ada rasa penasaran dilubuk hati Calvin.
Calvin menyusul Viona yang masuk ke dalam salah satu ruangan. Hal pertama yang dia seorang wanita paruh baya yang tengah berbaring di ranjang sambil menatapnya.
Senyum mengembang terbit di bibir wanita tersebut. Calvin mendekat ke arah Viona dan wanita paru baya tersebut lalu menyalami tangan yang mulai kelihatan keriput itu.
"Anak mama," ucapnya langsung memeluk Calvin.
"Tante Dea?"
Deg.
Tangis nya pecah lalu mememegang tangan Calvin. Calvin melihat Viona tersenyum mengembang menatapnya.
"Ma ... maksudnya?" tanya Calvin dengan suara bergetar menatap perempuan yang berada dihadapannya.
Tangan Dea mengusap rahang Calvin sudah lama dia tidak menatap putranya. "Ini mama nak, mama Dea," ucapnya membelai surai hitam Calvin.
Calvin merasakan ada sesuatu yang menghantam dadanya. Jadi selama ini mereka menyembunyikan keberadaan sang mama, tapi dia juga berada disekitarnya.
Calvin langsung memeluk Dea tangis nya pecah mengetahui mama nya masih hidup. "Maafin aku ma," Calvin mengecup tangan Dea yang mulai keriput.
"Nggak ada yang perlu dimaafin nak," ucap Dea memeluk Calvin lagi.
Viona yang melihat pemandangan tersebut tersenyum bahagia setidaknya keluarga kecilnya sudah sudah berkumpul walau belum lengkap.
"Alle pengen dipeluk juga," ucapnya dengan suara yang menahan tangis.
Dea tekekeh melihat putrinya yang ingin menangis. "Sini peluk mama," mereka bertiga kembali berpelukan.
Sudah cukup lama mereka melepas rindu dan bercerita banyak sekali-kali Calvin menggoda Viona tentang hubungannya dengan Ravin sampai-sampai Viona diintrogasi oleh sang mama.
"Yaudah kalian pulang ini sudah sore, besok sekolah," mereka mengangguk lalu pamit.
Sebelum Calvin keluar dia sempat menanyakan sesuatu pada Dea. "Ingat pesan mama jangan pernah benci sama papa, papa nggak salah," pesan Dea sebelum mereka pulang.
Calvin diam cukup lama lalu mengangguk. "Mama cepat sembuh biar kita bisa ngumpul lagi," ucap Calvin mencium tangan Dea.
Dea tersenyum lalu melihat Calvin keluar dari ruangannya. Semoga semua cepat berakhir, batinya.
***
Selamat membaca moga suka
Moga senang moga bahagia.Apaan dah gabut banget deh thor.
Next aja ya..
See u
Miis u
Lov u
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [COMPLETED]✔
Teen FictionREVISI!! AWAS MATA SAKIT TYPO BERTEBARAN≧ω≦ JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!😅 BIASAKAN JADI PEMBACA YANG BIJAK:) Liku-liku kehidupan tidak membuat dia goyah untuk mendapatkan haknya yang selama ini tak pernah dia rasakan. Viona Alleadra Velencia...