1. Deadline Nikah

10.5K 498 7
                                    

Rere—biasa gadis itu disapa—menyumpal telinganya dengan headset kala pagi-pagi sudah menerima ceramahan gratis bukan dari ustaz atau pun ustazah, melainkan dari mulut wanita yang paling cerewet di rumah ini.

"Mbok ya, orang tua lagi ngomong tuh dengerin, Re!"

Earphone itu ditarik paksa dari telinganya. Alunan musik Kunto Aji dengan tembangnya Terlalu Lama Sendiri—terputus. Rere mendengus sesaat sebelum kembali melanjutkan sarapan.

"Pokoknya ibu sama ayah gak mau tau, kamu harus bawa pacar pas kenikahannya si Arumi. Masa kamu kalah sama bocah kemarin sore sih, Re!"

Nah. Nah. Nah. Apa-apaan ibunya ini main banding-bandingkan Rere dengan bocah kemarin sore yang bentar lagi mau nikah itu?

Rere meletakkan sendoknya hingga berdenting. "Iya, nanti Rere bawa calon deh biar ibu gak malu."

Binar terjekut terpancar dari wanita di sampingnya. "Bener, Re? Kamu udah ada calon?" Ibu menggoyang-goyangkan lengan Rere antusias.

"Calon ahli kubur, ibu gak masalah kan?"

Jawaban Rere membuat sang ibu memekik histeris. "Rere! Ditanya apa jawab apa! Udah ah, ibu kesel ngomong sama kamu!"

Kursi berderit, menandakan ibunya tengah merajuk seperti biasa. Lihat saja, ibu pasti mengadu pada lelaki paling tua di rumah ini tentang status Rere yang belum juga ada tanda-tanda bawa mantu. Ayahnya mungkin tidak terlalu memasalahkan akan status Rere yang masih sendiri. Beda lagi dengan sang ibu yang sudah kebakaran jenggot. Terus mendesak Rere supaya cari pacar yang siap menikah. Dikira cari cowok itu gambang kali. Tinggal mungut di jalan, lalu ambil. Tidak semudah itu, Esmerelda!

Bersungut-sungut, Rere menghabiskan sisa nasi goreng dalam piringnya. "Punya emak satu ngambekan, elah. Kawin mah gampang cuma butuh urat pun jadi. Nikahnya yang sulit, segala surat kudu diurus. Belum ini-itunya. Pusing pala jomblo."

"Calonnya dulu, Re, yang harus ada."

Tersedak, Rere cekatan mengambil air lalu meminumnya setengah. "Ngangetin aja sih, Bang!" Netranya menatap laki-laki itu tajam.

"Sori adik kecil, abang sengaja tadi," diakhiri dengan cengiran menyebalkan.

"Kalau Rere mati gimana? Mana belum kawin lagi!" Rupanya Rere masih dendam pada kakak laki-lakinya yang kini sedang menikmati sarapan dengan wajah watadosnya.

"Gak ada beritanya, ya, orang mati hanya karena dikejar nikah."

"Mulai deh, nyebelinnya. Mumpung masih pagi nih, kebetulan Rere udah sarapan. Ayolah sparing."

"Uhh, takuuuut."

Rere menatap sinis kakaknya yang mengisi ruang makan dengan gelak tawa.

"Dasar Bangke!" Rere mengumpati sang kakak jengkel.

"Kenan, Re, Kenan. Jangan disambung gak enak dengernya."

Si empunya nama rupanya tersinggung. Rere melayangkan tatapan mengejek. Diraihnya handphone dan headset di atas meja lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Sekali Bangke tetep Bangke!"

Dan Rere segera ngacir agar tak diamuk oleh Kenan mengingat mukanya sudah semerah tomat. Sori saja, Rere tidak mau berakhir mengenaskan di tangan kakak laki-lakinya yang tengah diliputi lahar panas dari gunung merapi.

"Rere!!!"

Rere mengendari motor maticnya keluar dari pekarangan rumah sebelum si banteng datang menyeruduk.

***

Anya mendapati temannya tengah fokus pada benda pipih. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan karena setiap kali Anya coba mengintip, kepalanya akan didorong menjauh.

"Juling bentar lagi itu mata," sahutnya kesal saat kepalanya didorong kembali.

"Diem, Nya, gue lagi fokus." Rere tak sedikit pun memberi Anya mata. Benda pipih itu menyedot perhatian Rere lebih kuat rupanya.

Anya mendengus pendek, menyandarkan punggung di kursi. "Paling juga fokus stalking mantan."

Kali ini, Anya mendapatkan perhatian Rere. "Kok bisa tau. Gue kan dari tadi udah dorong-dorong kepala lo."

Rere mengatakan itu tanpa rasa bersalah. Seolah kepala Anya ini bukan sesuatu yang harus dimasalahkan karena aksi anarkisnya.

"Jadi bener tebakkan gue?" Anya tersenyum separo. Kepalanya menggeleng tiga kali, heran pada aksi Rere yang masih rutin mengintip akun sosmed sesemantan.

Kalau Anya sih ogah, ya. Begitu putus, kenangan mantan telah Anya hibahkan pada tong sampah. Pinginnya sih Anya juga mau si mantan ikut serta, namun apadaya, begitu melihat mukanya saja Anya langsung oleng mendadak. Mantan terakhirnya membuat bulu keteknya merinding sejenak. Demi apa bok rupanya Anya terkena serangan batman memacari homo. Anya kembali merutuki si mantan dalam hati.

Rere memasang wajah nelangsa. Dia lalu membawa layar pipih itu ke depan muka Anya. "Dia masih terlalu sulit gue lupain, Nya. Makin ganteng aja nih anak."

"Edan emang!" Anya merampas hp Rere dan mengotak-atiknya.

"Anya elo mau apain hp gue?! Jangan bilang elo juga naksir sama dia, ya? Ngaku lo?!" Rere histeris kala hpnya berpindah tangan. Gadis itu coba meraih hpnya kembali, namun Anya dengan gesit pula menjauhkan.

"Diem dulu!" Dengan cepat Anya menghapus jejak stalkingan Rere.

"Yaaa ... kok elo hapus sih, Nya?" Rere melenguh kala mendapati jejak si mantan raib.

"Biar elo cepet mupon."

"Gue udah move on, cuma sering keinget aja."

"Bukan sering tapi elo inget-inget mulu makanya susah ilang. Move on katamu, Re? Bullshit kaya janji mantan."

Rere jadi nggak bersemangat intip-intip akun mantannya kembali. Biar pun sudah Anya hapus ribuan kali jumlahnya, maka Rere akan stalking jutaan kali. Rere memang segagal move on itu.

"Gue dipaksa cari calon mulu sama ibu," cerita Rere memulai keluh kesahnya.

Anya menarik kesimpulan mengapa tiba-tiba Rere datang ke rumahnya di minggu pagi. Rupanya sang sahabat kembali didesak agar lepas status di KTP oleh ibunya.

"Gue puyeng tau, Nya. Ibu pake manas-manasin gue bawa Arumi segala lagi."

Arumi itu sepupu jauhnya Rere dari pihak bapaknya yang katanya akan melangsungkan pernikahan. Pantas saja wajah Rere keruh pas awal datang tadi, ibu gadis itu pasti makin menjadi.

"Makanya cari pacar sono!" cetusnya enteng.

Rere mendelik. Tapi kemudian tatapan itu berubah menjadi puppy eyes yang membuat Anya menaruh tatapan curiga. "Cariin, ya? Please ...," mohon Rere dengan mengedip-ngedipkan kelopak matanya.

Anya memangku tangan, menatap Rere rendah. "Jadi lo kesini mau minta bantuan gue, gitu?"

Rere cengengesan. Motifnya terbongkar sudah.

Meet MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang