Dahi Rere mengernyit saat mendapati kakaknya sedang bermain ps seorang diri di ruang tengah. Penunjuk waktu berada di angka tujuh. Biasanya di jam segitu, Kenan sudah lenyap dari peredaran. Padahal ini bukan hari libur. Tapi kenapa Kenan malah asik main game ketimbang mencari remahan rupiah?
"Gak kerja, Bang?"
"Capek ah kerja mulu, bolos sehari gak dosa ini."
Rere duduk di samping Kenan. Menatap Kenan tidak percaya. "Macem anak sekolah aja pake acara bolos segala. Katanya ngaku karyawan teladan, kok sekarang jadi karyawan bandel sih, bang?"
"Kalau dipikir-pikir, abang tuh sebenarnya capek kerja cuman buat nafkahin kamu yang pengangguran abadi. Gantian napa kamu yang kerja abang yang ngabisin uangmu."
Bibir Rere mencebik. "Itung-itungan nih sama adek sendiri. Dikutuk jomblo seumur hidup baru tau rasa!"
Kenan tersenyum miring. "Ngaca dulu sana siapa yang jomblo siapa yang taken."
"Percuma punya pacar tapi tak dianggap. Malang benar nasibmu, Bang."
"Berisik, ah! Jangan gangguin abang maen. Ke dapur sana bantuin ibu."
Rere terkekeh nista. Ditatapnya Kenan rendah bak parasit yang numpang hidup. "Rere punya lagu buat abang."
Kenan diam. Masih tertohok dengan ucapan Rere yang menghunus tepat ke jantungnya.
"Ehem! Ehem!" Wajib berdehem dulu hukumnya sebelum Rere mengeluarkan suara kaleng rombeng andalannya.
"Aku kekasih, tapi tak pernah dianggap. Aku lah pacar yang tak pernah diharapkan. Selalu~ Bang Kenan yang mengejar-ngejar Mbak Prita~."
Sudah lirik salah. Intonasi hancur. Akulturasi semaunya. Nadanya naik-naik turun sampai ke inti bumi.
Intinya, suara Rere merusak gendang telinga!
"Ledek teroosss! Abang potong uang jajanmu bulan depan."
Mata Rere mengerjap was-was. "Jangan dong." Rere bergelayut manja. "Becanda tadi, jangan masukin ati napa."
"Becandumu bikin sakit hati, Re."
Rere nyengir kuda. Lagian, ya, Rere bingung sama cara pikir abang kesayangannya itu. Sudah tahu pacarnya tak menganggap, masih juga mempertahankan hubungan. Rere tahu sih mbak Prita orangnya super duper sibuk. Jangankan untuk memperhatikan abangnya, waktu untuk dirinya sendiri juga nggak punya kali. Maklum, pacar abangnya itu seorang dokter di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di kota ini. Setahu Rere, mbak Prita juga jadi pembicara yang suka diundang ke kampus-kampus untuk memberikan sepatah dua patah kalimat motivasi. Sudah cantik, pintar, kerjaan oke, siapa sih yang menolak sosok Prita Prameswari? Termasuk abangnya ini yang tetap tahan banting berada di sisi Prita.
Pantas saja ibunya tidak mendesak Kenan untuk dibawa ke arah yang lebih sakral hubungan mereka. Mungkin sang ibu sudah berpikir ratusan kali. Mengingat begitu susahnya Prita meluangkan waktu untuk Kenan, ibu mungkin sudah pasrah. Maka yang menjadi tumbal selanjutnya ya Rere ini.
"Bang Ke, masih sama mbak Prita?"
Kenan mengangguk. Pandangannya tak lepas dari game di hadapannya.
"Awet, ya. Pake formalin, Bang?"
"Formalin cinta, iya."
Rere tertawa. "Udah berapa lama sih kalian pacaran? Seabad ada gak?"
"Diem deh, Re. Kalau kamu kesini cuman buat ngerecokin abang mending angkat kaki sana!"
Rere tak mengindahkan pengusiran serta wajah kesal abangnya. Dengan usilnya Rere membuat perhitungan. "Kenal dari zaman SMA. Pacaran pas kuliah. Sudah sama-sama punya kerja tapi gak juga nikah. Kalau Rere itung-itung, nih, harusnya kalian tuh udah marriage. Waktu selama itu dipake buat pacaran ngehasilin apa coba? Delapan tahun, Bang. Delapan! Nunggu apa lagi, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Mate
ChickLitKamu jomblo? Korban gagal move on? Punya ibu yang cerewetnya minta ampun karena lihat anak tetangga udah pada gendong bayi? Oh ... betapa ngenesnya hidupmu! Redeisha Gifani harus mengalami itu semua. Sudah jomblo, setiap ada pertemuan keluarga yang...