18. Nikahan

3.6K 271 49
                                    

Mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang tampak lengang. Si pengemudi beberapa kali melempar senyum ramah. Hanya ada dua orang dalam kendaraan roda empat ini. Kenan harus menjemput pacar super sibuknya terlebih dulu. Meninggalkan Rere dengan si pengemudi.

Beberapa kali Rere merutuk dalam hati dengan cowok yang menjadi tumbalnya. Rere pikir setelah kesepakatan kedua belah pihak berujung deal, Rere tidak perlu cemas datang seorang diri ke pernikahan kerabatnya yang dipenuhi mulut usil serta kepo para ibu-ibu rempong. Apalagi Rere juga mengemban mandat yang memberatkannya dari sang ibu dan haram hukumnya apabila tidak terlaksana.

Rere bangun pagi tadi saja sudah tersiksa, jadi tolonglah berbaik sedikit saja padanya agar tidak menambah siksaan yang mengoyak batin sanubarinya yang teramat rapuh.

"Kita ke pom bensin dulu ya, Non," beritahu si pengemudi dengan setelan hitam, tubuh tinggi gelap, perut agak buncit, yang ditaksir Rere berusia empat puluhan. Kenan tadi hampir saja terkena serangan jantung jika si pengemudi tidak mengenalkan diri sebagai sopir yang akan mengantarkan Rere.

"Mau ngisi bensin dulu ya, Pak?"

"Bukan, Non. Saya lupa bilang kalau den Al nunggu di pom bensin."

Kontan saja Rere kebingungan, untuk apa makhluk satu itu berdiam diri di pom bensin? Apa pekerjaan sampingannya jadi petugas di sana?

"Lho bukannya nanti ketemuannya di rumahnya kerabat saya?" Rere kira alasan mengutus sopir ini agar bertemu di tempat acara saja, mengingat Rere sudah memberitahu perihal alamatnya. Meskipun rumah keduanya teramat dekat, Rere menghindari berangkat bareng sebab takut muncul desas-desus gosip teranyar yang akan menjadikan namanya tranding topic di lapak tukang sayur oleh para ibu-ibu yang haus ghibahan.

Itulah sebabnya Rere memilih janjian di tempat lain agar tidak kepergok ibu-ibu biang gosip.

"Tidak, non. Sebenarnya den Al yang akan menjemput non tadi, tapi berhubung ada halangan den Al mengutus saya untuk menjemput agar non tidak kelamaan nunggu."

Dari jauh mata Rere menangkap seorang yang dikenalnya tengah berdiri seraya ngobrol dengan pegawai SPBU. Sopir yang mengenalkan diri sebagi Pak Yanto itu membunyikan klakson lalu turun dari mobil menemui laki-laki yang langsung menoleh kala mendengar bunyi tadi. Mereka terlibat percakapan dengan sesekali si sopir menunjuk mobil dan arah mata seseorang yang bergerak mengikuti.

Setelahnya, si sopir tidak kembali menuju mobil yang diparkirkan melainkan berjalan menjauh ke arah jalan raya. Seseorang mengetuk kaca mobil lalu masuk tanpa diperintah.

"Woah! Ini Rere kan? Bukan kloningannya atau orang lain yang ngaku-ngaku bernama Rere?" ucapnya heboh setelah mendaratkan pinggulnya di kursi kemudi.

Mata Rere berotasi, jengah. Ini maksudnya meledek atau apa sih? Kok Rere ngerasa sakit hati.

"Lho pikir ada berapa Rere yang lo kenal? Gak usah lebay, deh!" sahutnya dengan nada judes.

Jebi mulai menjalankan mobilnya. "Kalau galak begini gue baru yakin itu elo, Re."

Mulut Jebi minta dicabein sekwintal memang. Menghinanya itu lho tidak kira-kira. Kalau saja mata Rere memancarkan api, mungkin Jebi hanya tinggal nama saja mengingat tubuhnya sudah habis dipelototi Rere. Sayangnya kekuatan semacam itu hanya ada di film animasi.

"Lo tuh kalau pake kebaya harusnya sikapnya lemah lembut gitu, biar cocok sama busana yang lo pake. Ini mah jiwa preman masih kebawa-bawa."

"Mulutnya bisa gak jangan dipake nyinyir? Kayak gak ada kegiatan lain aja. Cowok kok banyak omong!"

"Sori, sori. Gue diem deh." Sudut matanya melirik Rere yang terlihat bad mood. Wanita yang hari ini memakai kebaya itu tampak berbeda dari biasanya. Ditambah make up yang menghias wajahnya membuat Rere tampil lebih anggun dan menawan tanpa terlihat berlebihan. Jebi akui, ia sempat terpana melihat Rere tadi sebelum mulut judes wanita itu menghardiknya.

Meet MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang