2. Berburu Cogan

5.9K 431 6
                                    

Seperti maling, dua orang itu mengendap-ngendap memasuki area restoran di bilangan Jakarta yang mengundang tatapan waspada dari para pramusaji. Tingkah kampungan kedua perempuan tersebut membuat salah satu dari pramusaji berbisik di telinga temannya. Hendak menebar gosip rupanya.

"Pasti baru pertama kali masuk resto mahal. Tingkahnya udik!"

"Jangan suudzon, ah!" Yang dibisiki menimpal. "Tapi dari tingkahnya emang keliatan gak berduit, sih. Paling numpang poto buat menuh-menuhin album somed aja."

"Gue curiga mereka makan tapi gak mau bayar."

"Ngutang maksudnya? Lo kira ni warteg kali!"

Bisik-bisik manja dibumbui gosip itu terhenti seketika kala rombongan berjas dengan wajah yang aduhai serta menggetarkan hati para jomblo berdatangan memenuhi kursi kosong.

Jam makan siang rupanya. Pantas saja mereka datang bergerombol bak kawanan lebah, dikira mau niat ngelamar gitu nggak tahunya cuma ngisi perut. Luluh lantak sudah hati para jomblo yang belum juga dapat membuat kartu keluarga baru sebelum kepala keluarganya ditemukan.

Bukan hanya para kaum adam saja yang datang ke resto ini, para kaum hawa pun tidak ingin ketinggalan eksistensinya. Dengan dandanan cetar bak mau kondangan, para kaum hawa itu juga sepertinya sedang berniat menggaet salah satu dari kawanan berdasi.

Alamak nambah saingan. Rutuk Rere dalam hati.

"Lo yakin gue bisa ngegaet satu biji dari mereka?" Belum apa-apa rasa percaya diri gadis itu sudah terjun bebas.

"Bisa. Percaya ma gue." Anya meyakinkan sepenuh hati.

"Terakhir gue percaya sama elo, harga diri gue ilang separo," dengus Rere telak.

Anya meringis. Teringat kembali aksi konyol keduanya yang kurang persiapan.

Kemarin, setelah Rere menceritakan niatnya untuk mendapat pacar, sorenya Anya memutuskan membawa Rere ke pusat perbelanjaan. Katanya, kalau di mall-mall akan mudah dan cepat mencari pasangan. Terlanjur pening dengan masalahnya, Rere iya-iya saja.

Saat di tempat parkir, mata Anya yang jeli terhadap cogan radarnya langsung berdenging nyaring. Dengan berbekal trik-trik dari Anya yang katanya terjamin kebenarannya, Rere mengantongi itu sebagai amunisi.

Pertama, pura-pura terjatuh di hadapannya. Rere lulus trik nomor satu. Cowok itu memberikan perhatian lebih dengan membantunya. Rere berdalih keseleo, kakinya tidak kuat berjalan. Tanpa curiga, cowok itu menawarkan bantuan memapah Rere. Sambil memapah, Rere melemparkan beberapa pertanyaan yang langsung dijawab tanpa sungkan oleh si cowok yang diketahui dari perkenalan singkat bernama Banyu. Belum juga memakai trik nomor dua, seorang wanita dengan perut buncit yang siap meletus itu tiba-tiba datang dengan diikuti bocah laki-laki menyerukan kata 'papa'.

Kontan saja Rere segera mengakhiri rangkulan itu kala mendapati tatapan laser terpancar dari wanita yang Rere amini betul sebagai istri si Banyu. Harga diri Rere kontan saja terguncang saat nama pelakor mengalun dari bibir wanita berperut buncit itu.

Tentu saja Anya bertanggung jawab untuk semua yang terjadi pada Rere sore itu. Setelah kenyang menertawainya, gantian Anya dipalak habis-habisan mengenyangkan perut karet Rere dengan berjubel makanan.

"Gue jamin kali ini berhasil, Re. Lo tenang aja, gue udah survey dan dari hasil survey itu, kemungkinan elo dapet satu masih berpeluang. Lebih dari satu malah bagus."

Rere sanksi sebenarnya. Baru kemarin Anya meyakinkan serupa dan ini belum duapuluh empat jam gadis itu dengan entengnya mengudarakan hal yang bisa saja membuat harga dirinya terkikis habis.

"Santuy aja. Biar kata wajah lo pas-pasan, yang penting niatnya."

Tanpa sungkan Rere menjitak kepala Anya. "Sialan, lo!"

Anya mengelus bekas jitakan Rere. "Tangannya ramah bener, ya," sinisnya.

Rere mengambil minuman yang baru tersaji, lalu segera menyeruputnya seperempat. Tanpa memedulikan Anya, Rere menikmati makanan yang tersuguh menimbulkan bunyi tak beradab dalam perutnya.

Sementara Rere asik dengan santapannya, mata Anya menelisik ketiap-tiap sudut guna mencari sesosok cogan yang mau ditumbalkannya pada Rere.

Anya berdecak kala memandang Rere yang seolah sebodo amat yang penting makan.

"Re, arah jam dua belas, Re, jangan sampe lepas. Bibit unggul tuh!" Anya berdesis yang mampu didengar Rere seorang.

Lewar ekor matanya Rere menangkap tubuh tegap yang ditunjuk Anya tengah menelepon.

"Bentar, Nya, dagingnya enak banget ini. Cobain deh." Rere mengangsurkan garpunya ke mulut Anya yang ditolak gadis itu dengan melotot.

"Buka mulutnya. Aaaa ..."

"Gak mau, Rere! Cepet beraksi keburu digaet sundel bolong entar." Anya mengingatkan dengan pelototan lebih lebar.

"Kentangnya digoreng pake apa sih ini bisa krenyes gini. Cobain, Nya, kali aja lo tau."

"Pake minyaklah, dodol! Buruan napa makannya. Kalo perlu langsung telen gak usah dikunyah." Anya geregetan sendiri melihat tingkah abai gadis itu.

"Ini pasti es batunya ngambil dari antartika. Rasanya beda banget. Minum deh punya elo, Nya."

Anya menenggelamkankan kepalanya di meja. Tak habis pikir dengan jalan pikiran seorang Redeisha Gifani. Mana yang katanya mau berburu cowok? Satu cogan baru saja lepas. Rere itu niat cari pacar nggak sih? Anya melenguh dalam diam.

"Nya, lo tidur?"

Rere menggulingkan kepala Anya tak berperasaan. Anya melotot tidak terima. Sudah berapa kali Rere dipelototi gadis itu seharian ini?

Rere membalas dengan cengiran. "Pulang, yuk, gue kenyang."

Astaga! Anya mau menjambak pemilik rambut ekor kuda saat ini juga.

"Pulang sendiri sana!"

"Kok elo marah, si? Salah gue apa coba?"

"Pake nanya lagi! Lo itu katanya mau cari pacar, Re, gue udah bantuin dari kemaren--"

"Yang kemaren bukan ngebantuin, elo justru ampir buat gue jadi pelakor kalo-kalo lo lupa."

Anya mendengus. Kekesalannya belum hilang. "Oke. Kemaren gak masuk itungan. Tapi kali ini, Re, gue sebel banget sama elo. Tadi itu kesempatan emas buat elo dapetin cowok."

"Pelanin dikit, Nya, seantero resto pada denger nanti."

Rere melirik pada para pengunjung resto yang sebagian tampak terganggu dengan suara toa milik Anya. Tuhan, rasanya Rere malu sekali sekarang. Bisa tidak, ya, Rere bertransformasi saja sekadar menyelamatkan muka cantiknya yang sudah tidak tahu akan Rere simpan dimana esok jika ia masih bertahan di sini.

"Biar! Gue gak peduli! Pokoknya gue lagi marah sama elo! Gue udah bela-belain cari yang sesuai buat lo, Re. Tadi ada yang mukanya oke, elo malah asik nimbun lemak. Rere elo niat cari cowok gak sih?!"

Rere menutup wajahnya dengan tas selempang yang ia bawa.

Itu mulut pengen gue sumpel sama sepatu bootnya bapak yang bulan ini belum dicuci!

"Rere denger gue ngomong gak sih?!"

"Denger, Nya! Denger!" Jawab Rere dari balik tas.

"Rere?"

Sumpah, ya, ini mah bukan cuma harga diri saja yang tertindas. Sebab, jantungnya juga tanpa mau repot sudah bergemuruh laksana mau perang.

"Rere? Redeisha kan?"

Dengan perlahan Rere menurunkan tas selempangnya. Teronggok dengan tak berdaya di atas lantai. Bahunya ditepuk sekali. Rere memejamkan mata. Dengan niat yang bulat, Rere memutar kepalanya ke belakang.

Dan, ya, seekor manusia yang tidak ingin Rere temui muncul juga.

Dasar jelangkung.

Meet MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang