21. Sebuah Pelukan

3K 233 15
                                    

Rere rasa--sebagai seorang pengangguran abadi--hidupnya terlalu banyak drama dan masalah yang membuat kepalanya mumet tak keruan. Harusnya kan ia bisa menikmati masa-masa nganggur dengan indah dan nyaman. Seharusnya. Sebelum negara api menyerang kehidupannya yang damai menjadi luluh lantak--awur-awuran. Menimbulkan hura-hara di sana-sini hingga kedatangan sosok makhluk dari masa lalunya membuat ambyar seketika.

Perfect sudah kehidupan seorang Redeisha Gifani. Perfect ngenestnya.

Masalah lain muncul dari sesemantan yang kini terlihat seperti mau ngajak balikan dengan getol-getolnya. Sejak Kenan memberi tahu rahasia busuk nan gelap si mantan, Rere merasa sangat disayangkan membuang waktunya untuk stalking dan ngebucin tidak jelas. Bayangkan saja, stalking orang itu butuh kuota lho, sudah berapa GB yang Rere habiskan percuma untuk stay di akun sosmednya. Dan itu hampir tiap waktu saat Rere memegang ponsel dimana pun dan kapan pun.

Apa Rere harus minta ganti rugi ke si mantan yang dulu pernah saling sayang, ya?

Lagi, rasa sayang yang dipupuk bertahun-tahun itu kini seolah menguap dan yang tertinggalkan hanyalah kenangan yang ingin Rere hibahkan pada tong sampah. Sayangnya, tidak ada tong sampah yang sudi menerima kenangan mantan. Rere jadi kesal sendiri.

Walau pun awalnya agak tidak percaya dengan ucapan Kenan yang dirasa terlalu mengada-ngada, tapi setelah dihayati dengan pikiran terbuka Kenan tidak mungkin sekejam itu membeberkan aib orang yang tidak bisa ia buktikan. Apalagi tethadap keluarganya sendiri, kan. Sebab setelahnya, Kenan memberikan fakta yang membuat Rere mau tidak mau harus menerima kenyataan pahit tentang Nares yang memang menjadikannya taruhan.

Tapi yang membuat Rere lebih kesal lagi, kenapa abangnya baru mengasih tahu info tersebut setelah Rere membuang waktunya untuk mengharapkan mantan ngajak balikan lagi. Kenapa tidak sedari dulu saja?

Pas ditanya pun jawaban Kenan malah bikin emosi jiwa. Membuat setan-setan di samping kanan kiri telinganya ingin eksis diri dengan membuat kekesalan Rere bertambah.

"Gue pikir elo udah pinteran dikit, Re, makanya gue gak ngasih tahu. Eh, malah tambah bego ternyata."

Tebak coba, siapa yang nggak bakal pengin ngutuk abangnya supaya jadi keset wellcome.

Jahat memang. Tapi ucapan Kenan ada benarnya juga, sih.

"Re, yang ikhlas kenapa bantuin orang tua."

"Iya, Bu."

"Kamu tuh iya-iya mulu tapi yng ada malah ngancurin."

Rere mendesah frustrasi. "Aku udah bantuin ibu, kok ibu jadi marah-marah sih?"

"Ini yang namanya membantu, hm?" Desi mengangkat loyang yang berisi kue kering yang gagal masuk oven. Bentuknya jauh beda dari cetakan. Sangat tidak enak dilihat dan perlu dipertanyakan lagi maksud dari bentuk kue-kue yang Rere buat dalam tiga loyang yang berhasil dibuatnya dengan melamun.

"Ini siapa yang buat, ih! Kok jelek banget!" cela Rere terkejut dengan nada mengejek.

Desi menepuk dahinya gemas. Mempertanyakan kenapa anak bungsunya sangat tidak bisa diandalkan dalam banyak hal.

"Ibu beli cetakan baru atau ini variasi kuker yang lagi ngetrend?"

Dan hari itu, Desi harus mengerjakan ulang pembuatan kuenya seorang diri setelah mengusir Rere dari dapur. Niatnya membikin kue sebab mau menyambut calon besan yang katanya akan datang lusa. Jadi, Desi wajib mempersiapkan jamuan istimewa agar acaranya berlangsung paripurna tanpa cela. Tentu kali ini tanpa melibatkan Rere, sebab anak tersebut hanya bisa mengacau dan membikin semuanya berantakan.

Meet MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang