Seperti Tulang

636 99 26
                                    

Inspired by lagu mbak nadin amizah yang baru
BxB
Age gap!
.
.
.
.

Bukan kali itu Mark menatapnya. Dari lantai dua rumah sakit di ruang kerjanya, pria itu menatap sosok kecil dengan baju lusuh yang membantu paman pemilik toserba di seberang gedung. Terkadang, kala petang menjelang dan rekan kerjanya mengajaknya pergi makan malam, Mark akan melihat bocah itu di restoran china ujung jalan. Melihat ia melayani pembeli sembari berlari-lari.

Ini bukan hal baru. Mark seolah sudah mengamatinya satu atau dua tahun berlalu. Seolah sebuah pemandangan yang tak pernah ia lewatkan sekalipun ia tak ingin. Segalanya selalu seperti itu. Tak pernah ada setitik harapanpun, meskipun jauh di lubuk hatinya Mark ingin, pria dengan profesi dokter itu tak pernah melangkah dari zona amannya. Melangkah mendekati sosok yang selalu ia amati.

Sampai suatu malam, sepulang dari reuni, Mark mengikuti ajakan kawannya. Memasuki restoran dengan warna khas merah yang selalu ingin ia kunjungi, walau hanya sampai ujung depan tirai kain yang terbelah. Sayangnya, sampai mereka memesanpun, sang bocah tak ada di sana. Membuatnya yang bosan menunggu pesanan datang akhirnya pamit untuk keluar sebentar.

Mark memilih menempatkan diri di gang sebelah restoran tersebut. Mengeluarkan lintingan rokok dan pematik dari sakunya, mematik api dari sana dan membiarkan tembakau cengkeh itu mengeluarkan hangat walau membakar seluruh rongga pernapasannya.

"Ku kira kau seorang dokter."

Mengernyit setelah terhenyak. Mark menoleh, mendapati sosok yang selalu ia pandangi berada di sana. Memiringkan kepala dan menatapnya lucu dibalik syal yang membelit leher sampai menutupi dagunya.

"Tapi kau malah memertaruhkan kesehatanmu disaat kau menyuruh orang lain untuk menjadi sehat."

"Darimana kau tahu aku seorang dokter?" Alis Mark terangkat, seolah heran akan temuan barunya. Sedangkan yang ditanya hanya tertawa kecil.

"Aku bekerja di toko seberang rumah sakit, Tuan Dokter. Melihatmu berangkat dan berada di jendela ruang besar seperti sudah jadi kebiasaanku."

Mark terkekeh. Mengusak lembut rambut yang tak pernah ia kira akan begitu halus itu. Membuat yang di depannya berdecak tak suka. Menggerutukan mengenai bagaiamana orang-orang masih saja menganggapnya hanya seorang bocah.

"Memangnya berapa umurmu?"

"Dua lima?" Ia berujar, namun nampak ragu. "Sekitar itu, sudah lama sejak aku melakukan sebuah pesta ulang tahun."

Lawan bicara bocah itu terkejut. Mendapati yang di depannya hanya mungkin satu lustrum lebih sedikit dari umurnya. Tak terlampau jauh seperti perkiraannya yang sekitar satu dasawarsa.

"Dan kau tahu? Kau bisa mengganti rokokmu dengan permen, sekalipun mulutmu begitu gatal untuk menyesapnya. Aku juga demikian kala begitu lapar. Setidaknya aku masih bisa membeli permen."

Ia tersenyum, seolah memberikan semangat pada kehidupan membosankan milik Mark. Meskipun kata-kata dalam kalimat tadi berisi kisah pedih menyayat hati.

Sayang, sebelum percakapan mereka berlanjut, pintu belakang restoran itu terbuka dan nama "Donghyuck" terpanggil. Anak di depannya segera menyahut, berkata "ya", lalu meraih tangan Mark, memberikan dua permen mint sebelum menghilang dari pandang.

 Anak di depannya segera menyahut, berkata "ya", lalu meraih tangan Mark, memberikan dua permen mint sebelum menghilang dari pandang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Takadul [MARKHYUCK]÷Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang