My Life Highlight

621 95 10
                                    

"Mark, kamu ngga keteteran gitu nurutin semua maunya Donghyuck?"

Terbiasa. Jika dibilang apakah Mark risih dengan pertanyaan demikian, jawabannya tidak. Mark sudah mengenal Donghyuck dari dulu. Dari idola bocah itu masih jamannya BigBang atau Super Junior, sampai berganti EXO dan kini NCT. Berpacaran dengan pemuda manis itupun sudah sejak pertengahan masa-masa tersebut.

Awalnya Mark cukup risih setelah tahu betapa dalamnya mantan sahabat, yang sekarang berganti status menjadi pacar itu, ketika dihubungkan dengan yang namanya dunia perkpopan. Dulu ia kira Donghyuck hanya akan sekedar mendengarkan lagu mereka dan mencari poster gratis di beberapa majalah, namun ternyata, pemuda manis itu sampai rela menghabiskan uang jajannya demi printilan-printilan yang berakhir bertengger cantik di dinding kamarnya.

"Biar berasa lebih dekat dong."

Well, itu jawaban si manis ketika Mark bertanya untuk apa memajang wajah-wajah berbagai pria lain di dindingnya. Meski begitu Mark tenang-tenang saja karena di dompet si manis, hanya wajah Mark seorang yang ada.

Lalu jika ditanya bagaimana pendapat Mark tentang pacarnya yang tergila-gila dengan para pria yang menari dan menyanyi itu? Jawabannya ia bersyukur karenannya.

Mungkin bagi pria lain yang memiliki pacar yang hobi fanboyingan, hal tersebut kadang sedikit mengganggu, tapi lain halnya dengan Mark, dia bersyukur karena kekasihnya itu memiliki kebahagiaannya sendiri. Lagipula, karena hobi fanboyingannya itulah mereka bisa menjadi sepasang kekasih meski diwarnai cekcok kecil terlebih dahulu.

Mark masih ingat jelas, sekitar tiga tahun lalu saat ia berasa di tahun terakhir sekolah menengah atas dan Donghyuck menjadi adik kelasnya, bocah yang tinggal di rumah sebelah itu hanya sendirian di sana, sebab kedua orang tuanya tengah dinas untuk dua hari ke depan. Entah lupa atau apa, Donghyuck yang biasanya menyiapkan segalanya sendiri bahkan sampai sarapan dan seragam, malam itu melewatkan segalanya demi sebuah event award di televisi sampai tengah malam, mengakibatkan dirinya yang terlambat bangun walau untuk sekedar menelan roti selai, terlebih membuat bekal.

Iya, Donghyuck dan program menabungnya karena tiket konser yang harganya hampir uang jajannya dua bulan, membuat yang lebih muda itu rela tak makan siang di kantin dan memilih untuk membawa bekal dari rumah.

Mark yang berangkat lebih awal dikarenakan simulasi ujian itu pun tak tahu, sampai akhirnya teman sekelas Donghyuck menghampirinya di istirahat kedua. Mengabarkan bahwa bocah itu tumbang dengan maagnya yang kambuh.

Seketika, kaki bocah tingkat akhir itu melangkah cepat menuju unit kesehatan. Membuka pintu yang diikuti tirai satu-satunya yang ada di sana. Mendapati uang lebih muda meringkuk nyaman dibawah efek obat yang pasti sudah diberikan padanya.

Lalu saat Donghyuck membuka matanya dan menatap Mark yang juga akan membuka mulutnya, anak kelas dua itu mendesis terlebih dahulu.

"Diem deh, Kak. Kalau mau ceramah nanti aja."

Akhirnya Mark menurut. Menemani yang lebih muda dalam diam sampai akhirnya bel masuk kembali berdentang. Seolah menyuruh Mark yang setengah hati untuk kembali ke kelas dan belajar, meninggalkan si manis seorang diri.

Saat pulang sekolah, Mark akhirnya memutuskan menelpon sang ibu untuk menjemput mereka. Memapah Donghyuck yang begitu lemas sampai mobil dan mereka pun melaju kembali ke rumah.

"Jadi kenapa ngga ke rumah tante tadi pagi? Kan bisa sarapan di rumah tante."

Ibunya berceloteh, bertanya ini itu yang Mark yakin akan membuat Donghyuck pusing karenanya, namun berbeda dengan prediksinya, bocah itu menunjukkan cengirannya, ber-haha-hehe ria sembari berkata bahwa ia kesiangan dan tak sempat berpikir sampai sana, yang dihadiahi gelengan oleh ibu Mark.

Takadul [MARKHYUCK]÷Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang