Gula

804 114 35
                                    

Inspired by Stars - Nadin Amizah

Cis' love
(Kalian bebas bayangin markhyucknya boyslove kek, girlslove kek, straight kek)

Fluffy! DLDR! AU!

****
.
.
.
.

"Pinjami tanganmu"

Kau menatapku dengan alis tertaut. Keningmu mengerut. Penuh heran dan segala tanya yang bersarang di kepala dengan mahkota hitam milikmu. Meski begitu, kau tetap menyodorkan tangan kananmu padaku.

Membukanya. Membiarkannya terlentang menatap langit berselimut kelam, namun bertabur bintang di atas sana. Menyerahkannya tanpa peduli jika aku akan memberimu bilah pisau yang menyobek jaringan epidermismu dan menampilkan merah seperti yang mengalir dalam jantungku yang selalu ribut saat berdekatan denganmu.

"Kau membuatnya sendiri?" Tanyamu.

Aku mengangguk mengiyakan. Lalu melipat jemari lentikmu yang biasa memainkan alunan gitar untukku kala kita bersembunyi di dalam ruang musik sekolah untuk menghindari apapun yang seolah mengejar kita meskipun hanya skenario terburuk dalam rumitnya kepala kecilku.

"Tak mau memakaikannya untukku?"

Mataku membulat mendengarnya. Ragu. Tapi akhirnya aku mendongak mencari kilat canda di kedua belah matamu. Meski nihil, aku ragu, karena kau tertawa kecil setelahnya.

"Kenapa?"

"Itu jelek." Ujarku membalasmu walau aku memalingkan wajahku ke arah lain. Sepertinya sungai di depan kita yang memancarkan pantulan dewi malam lebih menarik dari kilau rasi leo di kedua kelammu.

"Lalu?"

Kau membuka mulutmu lagi. Tapi kali ini pertanyaan yang meluncur darimu malah membuatku memandangmu dan ingin menelusuri segala hal yang seolah kau sembunyikan dalam pandora pikiran rumitmu. Mempermainkanku dalam setiap kata yang terlantun.

Aku merenggut karena tawamu yang mengalir kembali, mengetuk keong di dalam indera pendengaranku. Menggembungkan pipi dan memilih merajuk padamu.

"Ya sudah. Kembalikan sini kalau tak mau."

Tapi kau buru-buru mengangkat tanganmu tinggi sebelum aku meraihnya. Memandangmu yang kini berdiri dan memakainya.

"Aku akan memakainya setiap hari." Kau tersenyum. Begitu manis. Terlebih karena pipimu yang tampak lebih berisi dan membuat tulang pipimu tak sebegitu menonjol seperti yang dulu-dulu. Seperti sebuah kehidupan yang muncul pada wajah tengkorakmu kalau kata Jeno, kawan kita.

"Itu jelek." Protesku. "Kembalikan saja ya."

Aku mengangkat tanganku dan meraih sisi celanamu. Membuatmu menunduk dan mempertemukan pandangan kita.

"Tentu saja ini jelek. Kan yang cantik hanya yang membuatnya."

Kau tertawa kecil. Sebagian dari hatiku merasa tersanjung karenanya,  namun sebagian lainnya berkata bahwa kau hanya bercanda sebagai dasarnya, karena gigi kecil yang mengintip di celah kedua bibir yang merekahkan senyum yang begitu indah darimu.

"Berhenti membual, Mark." Putusku. Aku pun berdiri dan hendak merebutnya kembali. Lagipula aku tak mau besok kau mendapat ejekan yang lain karena memakai gelang murah yang begitu jelek ke sekolah.

Akan tetapi sebelum aku dapat menangkap tanganmu, kau sudah menangkup wajahku terlebih dahulu, "Itu bukan bualan, Sayang."

Kau tersenyum setelah kalimatmu selesai. Mendapatiku yang memerah dan memasuki zona kosongku karena ucapan dan panggilan manis darimu.

"Lagipula aku pasti akan menyimpannya sampai kita tua nanti." Matanya berfokus padaku. Seolah menjerat mataku tanpa adanya lentingan sedikitpun di sana.

"Daaaan, kau tahu?"

Aku mengerjapkan mataku tak paham. Terlebih kini kau mendekatkan bibirmu pada telingaku.

"Dan aku akan menceritakan pada anak kita bahwa ibu yang membuatkan ayah gelang yang cantik ini."

Kau mengecupku sekilas. Mengusak rambutku dan kini sudah berbalik berjalan ringan seolah kapas yang terlepas dari kawanan. Membiarkan rona merah membakar wajahku dalam temaram malam.

"Donghyuck-ah! Ayo pulang! Ibumu akan memarahimu nanti."

****

20th of June, Eternity

MarkHyuckSummerParty

Takadul [MARKHYUCK]÷Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang