Gedebar Gedebur

872 115 30
                                    


MarkHyuck

Fem!Hyuck

Mark POV

DLDR

inspired by Amin Paling Serius by Nadin & Sal

.

.

Kisah kita gedebar gedebur seperti bunyi air bersautan saat kita terjun ke kolam kala musim panas tiba

.

.

Aku masih ingat kala pertama kali aku melihatmu begitu berbeda dari sosok yang selalu setiap orang pandang. Kala itu hampir malam dan tubuhmu sayu meski tertimpa sorot rembulan. Kau yang kala itu meski memakai pakaian yang sama mahalnya ketika pandang puja di koridor kampus ketika pagi datang, tetapi raut muka tak dapat berdusta. Kau begitu menyedihkan kala itu, Sayang.

Awalnya aku tak bergerak. Masih hanya ingin terdiam dan memerhatikanmu yang mulai masuk toko kelontong dua puluh empat jam tempatku bekerja. Berjalan sayu seolah tak peduli akan eksistensiku tepat di sebelah pintu yang kau dorong tanpa adanya tenaga yang ada. Menjauhiku dengan gaun putih berbercak noda di sekitarnya.

Pikiranku mencoba untuk mengalihkan konsepsi dan narasi buruk yang terjadi padamu. Mungkin hanya noda karena tadi hujan mengguyur dan mulai mengotori gaun cantikmu seperti dosa pada anak kecil yang masih begitu polos akan dunia. Sayangnya ketika kau muncul hendak membayar sebuah lempeng baja kecil bermata dua ke hadapanku, aku tak bisa menahan diri untuk menatapmu meski aku tak pernah berani melakukannya selama ini karena aku tahu kau berbeda denganku.

"Untuk apa?" Lirihku tanpa sengaja karena aku tak percaya kalimat itu lolos begtiu saja dari kepalaku seolah menyuruh pita suaraku bergetar dan menghasilkan kalimat yang mungkin bisa sampai di gendang telingamu dan menggelitik keong yang ada di sana.

Tapi kau tak menjawab. Meski mata sembab, bibir bengkak, bercak merah menyeruak di antara kulit madu lehermu, serta beberapa bagian atas gaun cantikmu yang terkoyak walau tak begitu nampak.

Lalu kau tersenyum. Seolah hidupmu kini hanya berasa di ujung papan yang dipasang di atas gedung pencakar langit lalu kau siap melompat ke bawah yang tak terlihat berujung dan membuat pening mendera.

"Hanya ingin memercepat kematianku. Lagipula setelah ini juga malaikat kematian milik masyarakat akan menjemputku."

Senyumu begitu manis. Sungguh. Lagipula selama ini juga aku merupakan salah satu yang menatap senyum yang kau tebarkan walau tak berani mendekat dalam radiusmu.

Akan tetapi langkah yang selanjutnya ku ingat menjadi langkah yang paling ku sesali dalam hidupku. Aku memberikanmu yang kau mau dan membiarkanmu keluar dari tokoku setelah berujar terimakasih serta selamat tinggal.

.

.

.

.

Namun, ujaran selamat tinggal yang terngiang membuatku berlari menyusul langkahmu yang masih gontai sampai lorong jembatan di pinggiran kali.

Aku merebut silet di tanganmu. Membuangnya tak peduli satu sampah yang kusumbang di tempat indah kala hari datang tersebut. Menggenggam dan menyeret tangan halusmu yang kini tak bekutik namun hanya menurut. Seperti pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya pada kehidupanmu yang kau kira sudah begitu hancur.

Takadul [MARKHYUCK]÷Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang