22

1K 90 8
                                    

Jungkook dan Mina berdiri dengan cemas melihat kondisi Sana. Memang benar gadis itu selamat, tapi Sana masih belum membuka matanya sejak tadi.

Lisa baru saja memasuki ruang rawat Sana. Tadi, Mina menelponnya dan mengatakan semua kejadian hari ini. Dan dengan panik yang memburu, Lisa langsung cepat-cepat datang ke rumah sakit. Keluarga Sana? Mereka masih sibuk di luar kota. Orang tua Sana memang selalu sesibuk itu, bahkan tahu tentang kondisi Sana sekarang saja tidak.

"Jadi, jelaskan padaku kenapa Sana bisa sampai seperti ini?" tanya Jungkook pada Mina.

Lisa langsung menghampiri keduanya. Dia juga ingin tahu kejadian yang menimpa Sana secara detail.

"Tadi dia menelponku dan meminta aku untuk datang ke atap. Saat mendengar suaranya yang lemah aku langsung buru-buru datang ke sana dan setelah aku sampai, aku sudah menemukannya dengan kondisi seperti itu. Aku benar-benar syok," jelas Mina. Air matanya kembali luruh.

Lisa langsung merengkuhnya. Dia mengusap lembut punggung Sana. "Tenangkan dirimu. Sana baik-baik saja sekarang," tutur Lisa berusaha menenangkan Mina.

"Sekarang kita tunggu Sana sadar. Kita harus mengetahui apa yang terjadi sebenarnya."

*

"Yer?"

Suara Wonwoo menyadarkan Yerim dari lamunannya. Yerim merutuki dirinya karena tenggelam dalam pikirannya. Dan tentu saja dia memikirkan Jungkook.

Sekarang mereka berada di dalam kafe. Dan sudah sejak tadi Wonwoo perhatikan Yerim hanya diam ketika dia sedang bicara. Lebih tepatnya gadis itu tidak mendengarkannya. Diraihnya tangan Yerim, lalu di genggam. Wonwoo tahu apa yang dipikirkan Yerim. Karena setiap kali mereka jalan berdua, Yerim tanpa sadar memanggilnya dengan nama Jungkook, bukan Wonwoo.

"Yer, jangan melamun lagi. Sudah cukup, aku tidak bisa memaksakan hubungan ini tetap berjalan. Tubuhmu ada di sini, tapi pikiranmu jauh di sana. Aku tahu kau tidak benar-benar menyukaiku. Dan aku tahu juga kalau kau sangat menyukai Jungkook. Selama ini aku berkerja keras untuk mengambil hatimu, tapi sepertinya aku gagal," ucap Wonwoo, lalu tersenyum miris.

Yerim menggeleng. Dia tidak mau menyakiti satu hati lagi. "Tidak, oppa. Kau salah paham, aku tidak sedang memikirkan Jungkook. Aku... aku sedang memikirkan tentang disekolah mana aku akan di pindahkan," ujar Yerim merasa bersalah.

"Tidak, Yer. Kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Yang kau cintai adalah Jungkook, bukan aku. Aku tidak bisa memaksakannya. Kita akhiri semuanya secara damai."

"Oppa...."

"Aku ingin kau kejar Jungkook. Kejar cintamu, Yer. Aku akan mendukungmu. Setidaknya kalau bukan jadi seorang kekasih, aku bisa menjadi temanmu, bukan? Teman yang akan selalu mendukungmu."

"Maaf...," lirih Yerim.

"Tidak usah meminta maaf. Aku akan membencimu seumur hidup kalau kau tidak mau mengejar cintamu. Aku tahu, kau akan bahagia dengan Jungkook. Aku ingin melihatmu bahagia, Yer... meski tidak bersamaku."

Air mata Yerim meluruh. Apakah dia sudah mematahkan satu hati lagi?

"Aku selalu berusaha untuk tidak mengakui segalanya. Perasaanku terhadap Jungkook... aku berusaha untuk tidak mengakuinya. Setelah aku berhubungan denganmu, aku pikir semuanya sudah benar. Aku selalu memaksa perasaanku untuk tidak menyukai Jungkook. Tapi sepertinya sia-sia. Tanpa sadar aku selalu memikirkannya. Dan itu pasti membuat hatimu sakit." Yerim menunduk. Nafasnya mulai tak teratur. "Yang bisa aku lakukan adalah meminta maaf padamu, oppa. Maaf telah menyakiti hatimu."

Wonwoo meraih tangan Yerim. Cowok itu tersenyum miris. "Sudah aku bilang, Yer. Tidak usah meminta maaf padaku. Yang harus kau lakukan sekarang adalah mengejar Jungkook. Aku yakin, kalian pasti bisa bersama."

Hate? (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang