1

13.1K 447 11
                                    


Dengan langkah tergesa-gesa, seorang perempuan berhijab mendekati layar televisi yang sedang menampilkan seorang pemuda berprestasi dan berbakat yang sedang dibicarakan oleh banyak orang, bahkan diseluruh rakyat negara itu karena kecakapannya dalam berbicara dan berdebat dengan cerdas walau bukan berasal dari fakultas hukum. Wanita tersebut mengambil remot televisi lalu mengeraskan suara televisinya. Dengan wajah berbinar dan sumringah sang wanita memperhatikan layar televisinya dengan seksama tanpa mengalihkan dan mengabaikan setiap kata yang keluar dari mulut pemuda di televisi.

"Astaghfirullahaladzim Uzma, bunda panggil dari tadi tidak menjawab ternyata sedang asyik nonton tv disini." Ucap seorang wanita paruh baya yang memanggil dirinya Bunda.

"Bunda, Uzma minta maaf. Uzma terlalu asyik lihat tv sampai tidak dengar kalau bunda manggil Uzma. Maafkan Uzma bunda." Kata Uzma sambil mendekati bunda nya dan mengambil tangan bunda nya dengan wajah yang terlihat sangat menyesal.

"Sebenarnya ada apa Uzma, tidak biasanya kamu mengabaikan bunda. Dan.. lihat apa yang kamu tonton di televisi. Kamu menyaksikan debat? Sungguh? Bukannya dari dulu kamu tidak menyukai acara debat?" Tanya sang bunda dengan raut muka yang memperlihatkan keterkejutan.

"Hehehe... itu.. anu.. tadi nggak sengaja lihat, terus bagus acaranya. Jadi Uzma tonton. Lagian nggak ada salahnya kan Uzma lihat acara debat? Kok bunda sampai tanya begitu." Ujar Uzma dengan mimik yang dibuat kesal.

"Bukan begitu, nak. Bunda sekedar bertanya saja." Sambil mengelus kepala sang anak yang tertutup oleh kerudung. "Lho, itu bukannya Fahmi Al-Fathur ya?". Tanya sang bunda dengan sangat antusias saat menoleh kan kepalanya ke layar televisi.

"Iya bunda, itu kak Fahmi. Dia cerdas, berpikir kritis, apalagi dia salah satu perwakilan kampus untuk mengikuti ajang debat ini. Selain itu dia juga pintar baca Al-quran, lalu.. " Ucap Uzma dengan sangat semangat.

"Uzma... apakah kamu menyu..."
"Eh tadi bunda manggil Uzma? Ada apa bunda?" Potong Uzma. Uzma sangat malu jika sampai bunda nya tahu kalau ia menyukai pemuda yang ada di televisi itu. Ya... Uzma mengagumi nya. Sangat. Sejak beberapa hari yang lalu saat Fahmi, pemuda yang ada di televisi itu, muncul pertama kalinya saat lomba debat yang disiarkan di televisi 5 hari yang lalu. Semenjak itu, Uzma sama sekali tidak bisa menghilangkan wajah Fahmi yang sangat menawan dan suara Fahmi saat melantunkan ayat al-quran di akun youtube nya. Sungguh, Uzma serasa hampir gila karena dada yang berdebar kencang dan wajah yang tidak bisa berhenti tersenyum saat mengingatnya. Astaghfirullahaladzim. Istighfar Uzma, dia bukan muhrim mu. Tapi, tetap saja bayang bayang sang pemuda tersebut tidak bisa berhenti bermunculan.

"Tuh kan, malah bengong. Uzma, Uzma.." panggil bunda dengan mengguncang tubuh Uzma yang kaku, dan senyum lebar tergambar diwajah nya.
"Iya bunda. Bagaimana?" Tanya Uzma gelagapan karena masih kaget.

"Bunda bilang, kita harus mempersiapkan makan malam. Sebentar lagi ayah dan Bang Furqan pulang."

" Iya bunda, siap." Uzma pun melangkahkan kaki ke dapur. " Menu malam ini apa ya bun? Gimana kalau oseng jamur aja. Bang Furqan kan paling suka tuh."

"Terserah kamu saja." Jawab sang bunda dengan ekspresi yang terheran heran atas sikap putrinya sejak tadi.

-
"Uzma, gimana tadi kuliahnya? Lancar kan?" Tanya Ibrahim, ayahnya setelah makan malam selesai.

"Alhamdulillah lancar yah, doakan Uzma lulus cepat ya, terus bisa membahagiakan ayah, bunda sama abang." Kata Uzma.

"Dek, hal untuk bahagia in orang tua tuh nggak perlu yang berat berat. Emang betul, kalau lulus kuliah cepat bisa bikin keluarga bangga, tapi mulailah dengan hal kecil dulu. Contohnya selalu nurut, nggak membantah, dan menghormatinya." Kata Furqan. "Abang bilang gini bukan karena abang udah jadi anak paling berbakti. Tapi, abang juga belajar dek. Belajar buat membahagiakan ayah bunda dengan berbagai hal." Lanjutnya sambil tersenyum meneduhkan.

Itulah Furqan, abang Uzma yang terpaut usia 5 tahun dengannya. Abang yang sangat sayang keluarga, pokoknya dia abang terbaik buat Uzma. Walau, sampai sekarang masih belum memikirkan jodoh padahal usianya yang sudah 25 tahun dengan alasan masih sibuk menjadi dokter. Kalau alasannya begitu mulu, kapan dapatnya bang. Greget Uzma jika abangku lagi lagi melontarkan alasan itu.

"Iya bang. Uzma ngerti. Tapi aku juga mau ngasih saran nih buat abang kalau mau bahagia in keluarga lagi. Satu hal aja, yaitu menikah bang." Ujar Uzma sambil memfokuskan tatapan nya pada abang satu satunya yang ia punya.

"Dek."
" haha , Uzma bercanda bang. Uzma bakal nunggu sampai abang bawa calon kakak ipar buat Uzma."

"Udah udah." Lerai bunda karena kedua anaknya kini malah saling meledek.
"Bunda mau cerita nih. Dengerin ya." Kata bunda dengan raut wajah serius. "Kayaknya, putri bunda lagi kasmaran nih sama cowok".
Sontak, Uzma pun melebarkan matanya kemudian berdiri dan menyilangkan tangan nya.
"Enggak, enggak kok. Bunda cuma bercanda." Ucap Uzma panik.

"Siapa bun, siapa?" Tanya Bang Furqan penasaran.

"Tahu Fahmi Al-Fathur nggak bang, yang lagi sering muncul di acara debat?" Tanya sang bunda.

"Tahu bun, dia kan satu kampus sama Furqan. Dia ambil kedokteran juga. Tapi dia masih kuliah. Mungkin ini tahun terakhir. Kenapa bun? Uzma suka sama dia?" Tanya Furqan tak percaya.

"Enggak enggak." Jawab Uzma yang kemudian menutup muka nya yang memerah sambil berlalu menuju kamarnya. Sedangkan yang lain hanya tertawa melihat tingkahnya.

Tbc. . .

Imam Idaman (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang