7

3.3K 256 0
                                    


Hampir dua minggu, keluargaku disibukkan dengan pernikahan bang Furqan yang akan dilaksanakan besok. Berbagai keperluan dan segala macam hal yang dibutuhkan sudah selesai disiapkan. Bang Furqan terlihat sangat gugup menanti hari pernikahannya. Selama satu minggu, kedua calon pengantin tidak saling bertemu sebelum hari akad. Selama itu pula, bang Furqan seperti orang galau yang menanti nanti seorang gadis.

Uzma pun mendekati bang Furqan yang sedang menghafalkan ijab qabul, padahal setiap hari sejak 5 hari yang lalu, ia selalu menghafalkan nya. Bang Furqan mondar mandir kesana kemari dengan gugup dan badan tegang. Apakah semenegangkan itu?

"Bang, makan malam dulu, yuk. Biar makin bisa hafal." Kata Uzma sambil sedikit menyindir.

"Kamu jangan gitu dong dek, harusnya kamu nyemangatin abang biar besok bisa lancar. Abang gugup dek, serius." Ucap bang Furqan sambil menarik tangan Uzma dan menggenggam nya. Uzma dapat merasakan ketegangan bang Furqan karena tangannya yang terasa sangat dingin.

"Iya, Uzma pasti doain yang terbaik buat abang. Sekarang, abang makan dulu. Ayah dan bunda sudah menunggu." Kata Uzma tulus sambil menarik abangnya keluar kamar menuju ruang makan yang sudah tersedia berbagai hidangan.

Selesai makan, mereka berkumpul diruang keluarga. Ayah dan bunda memberi wejangan dan nasihat kepada bang Furqan terkait hubungan rumah tangga. Bang Furqan pun terlihat sangat serius dan mudah memahaminya.

"Pertengkaran dan pertikaian di rumah tangga memang pasti terjadi, tapi seberat beratnya masalah tersebut, jangan sampai kamu melukai istrimu baik fisik maupun pikiran. Bimbinglah istrimu menuju surga Allah. Kamu tahu kan? Jika seorang wanita yang sudah bersuami maka surganya berada pada suaminya? Oleh karena itu, jadilah imam yang baik ya, bang." Kata Ayah panjang lebar.

Bunda pun juga memberi berbagai nasihat kepada bang furqan hingga larut malam seraya merilekskan bang Furqan yang terlihat sangat tegang.

-
"Saya terima nikah dan kawinnya Adiba Humaira binti Rizki Sulaeman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Bang Furqan mengucapkan ijab qabul nya dengan sangat lantang. Berbeda saat ia berlatih di hari hari sebelumnya yang terlihat gugup.

SAH

Alhamdulillah. Semua orang yang ada diruangan tersebut pun mengucapkan hamdalah penuh syukur. Begitu pun bang Furqan yang sekarang berseri seri menanti sang istri menuju ke arahnya.

"Cantik sekali, kakak iparku." Ujar Uzma lirih dengan tatapan terpana dan terpesona akan kecantikan Adiba.

Setelah bertukar cincin, Adiba mencium punggung tangan suaminya. Bang Furqan pun mengecup kening Adiba dengan penuh syukur, memohon kepada Allah supaya keluarganya sakinah, mawadah, wa rahmah.

Resepsi pun digelar malam harinya. Tamu undangan mulai memadati ruangan resepsi ini. Karena jumlah undangan yang tidak bisa dikatakan sedikit. Teman sekolah, teman kuliah, rekan kerja, kerabat keluarga, tetangga, saudara, dari kedua mempelai. Resepsi ini sebenarnya tidak mewah, namun cukup elegan. Padahal, bang Furqan dan kak Adiba tidak menginginkan resepsi besar besaran seperti ini, namun orangtua merekalah yang merencanakan dan merancangnya. Mereka pun menyerah dan mengikuti kemauan para orang tua.

"Dek Uzma, bisa kesini sebentar?" Adiba memanggil Uzma sambil melambaikan tangannya. Uzma meninggalkan temannya yang tadi diajak mengobrol, yaitu teman masa SMA nya, untuk memenuhi panggilan kakak iparnya tersebut.

"Aku kesana dulu, Ras." Pamit Uzma pada temannya dan segera beranjak mendekat ke posisi dimana kakak iparnya itu berada.

"Sini, aku mau kenalkan kamu sama sepupuku dari Jogja. Ini.." ucap Kak Adiba sambil menunjuk ke arah seorang perempuan yang kira kira masih SMA. "... namanya Firda. Kalau yang disampingnya. Namanya Rafka. Dia mahasiswa tingkat akhir. Jadi jangan heran melihat muka frustasi nya." Gurau kak Adiba.

"Salam kenal, aku Uzma Mufida, adik bang Furqan." Ucap Uzma ramah.

Adiba meninggalkan mereka karena harus menyambut tamu tamunya yang semakin banyak. Mereka bertiga pun berbincang bincang dan langsung akrab. Disela sela pembicaraan, datang seorang perempuan cantik, berhijab mendekati mereka.

"Kak shef, kangennn." Kata Firda antusias dan langsung menubruk tubuh sang perempuan yang baru datang.

"Kak Shef juga kangen, fii." Perempuan itu juga langsung memeluk Firda tak kalah erat.

"Eh, Rafka, kamu sombong amat sih. Nggak nyapa kakak." Sindir perempuan yang sudah melepaskan pelukannya dengan Firda.

"Dia mah emang gitu kak, songong. Apalagi, dari tadi merhatiin kak Uzma terus." Kata Firda jengkel.

"Iya iya. Aku sapa nih.
Hai kak shefira apa kabar? Lama nggak ketemu ya? Aku makin ganteng kan? Kangen nggak sama aku?" Tanya Rafka melantur kepada perempuan yang ternyata bernama Shefira tersebut. Memang seperti itulah Rafka dari tadi. Terlalu suka bercanda.

"Uzma?" Bingung Shefira mengabaikan sapaan berlebihan dari Rafka karena rasa penasarannya kepada nama perempuan yang disebut oleh Firda.

"Ini kak, namanya Kak Uzma, adiknya bang Furqan." Jelas Firda untuk menghapus rasa penasaran Shefira.

"Oh Uzma, salam kenal ya. Aku Shefira sepupu Adiba." Sapa Shefira hangat sambil cipika cipiki dengan Uzma. Sepertinya, Shefira adalah orang yang friendly.

"Salam kenal juga, kak." Jawab Uzma tak kalah hangat.

"Tadi nyuruh nyapa, eh udah disapa malah nggak jawab. Se merdeka kamu aja deh kak shef." Kesal Rafka.

Mereka pun kembali tenggelam dalam pembicaraan. Apalagi, dengan kedatangan Shefira, pembicaraan mereka lebih enjoy.

"Rafka." Teriak seorang pria memanggil Rafka dari belakang Uzma membuat pembicaraan mereka berhenti.

"Eh udah dateng? Sini gabung. Udah ke Kak Adiba kan?" Tanya Rafka entah pada siapa.

"Udah tadi." Jawab sang lelaki itu sedikit malas.

"Eh iya, semuanya kenalkan ini teman kampusku di Jogja." Kata Rafka sambil memerintahkan temannya segera menuju ke arahnya.

"Assalamualaikum semuanya, Saya Fahmi, teman Rafka." Katanya. Hmmm terserah. Batin Uzma.

Uzma masih belum mendongak karena kesal pembicaraan mereka yang sedang seru, diganggu. Tapi, seketika kekesalan Uzma teralih, menyadari sesuatu. Siapa tadi namanya? Fahmi? Fahmi Al Fathur kah? Uzma segera mendongakkan kepalanya dan tepat. Itulah orangnya.

Dengan segera, Uzma kembali menudukkan pandangannya untuk menutupi keterkejutan. Bagaimana bisa?

"Silahkan gabung. Saya Shefira, sepupu Rafka." Kata Shefira seraya menyuruh teman Rafka tersebut duduk bergabung dengan mereka.

"Hai kak, aku Firda, adik mas Rafka. Salam kenal ya." Giliran Firda yang menyapa Fahmi.

Beberapa detik berlalu dengan keheningan.

"Uzma... uzma..." panggil Rafka melenyapkan suasana hening serta mengisyaratkan Uzma untuk memperkenalkan dirinya kepada Fahmi, temannya.

Uzma menarik nafas dan menenangkan dirinya dari ketidakpercayaan.
"Saya Uzma Mufida, kak." Lirih Uzma. Uzma melihat Fahmi Al Fathur yang juga sedang melihatnya dan membalas sapaan Uzma dengan senyuman.

"Salam kenal semuanya." Katanya lembut dan hangat lalu baru mendudukkan dirinya untuk bergabung.

Sekarang apa ini, Ya Allah? Engkau mempertemukanku dengan dia. Apakah ini memang rencanamu? Apakah ini takdir yang engkau gariskan padaku? Pikiranku masih melayang layang akan ketidakpercayaan yang sedang terjadi. Tanpa sengaja, aku melihat sedikit gurat kekecewaan yang ada di raut wajah Fahmi ketika membicarakan Adiba dan Bang Furqan. Apalagi ketika beberapa saat kemudian, pasangan pengantin baru tersebut ikut bergabung dengan kami. Selain itu, wajah sendu nya saat melihat Kak Adiba sekilas serta, pancaran kerinduan? Apakah dia?
Jangan berprasangka Uzma. Ucap Uzma dalam hati dan mulai hanyut kembali ke pembicaraan baru, bersama mereka.

Tbc . . .

Imam Idaman (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang