Bunyi langkah kaki membuat Uzma menghentikan kegiatannya yang sedang meracik bumbu. Uzma mengalihkan pandangan kepada laki laki yang masih mengenakan jas dokternya. Waktu sudah menunjuk ke angka 7 yang berarti sudah memasuki waktu isya.Walau perang dingin yang tidak diketahui sebabnya masih berlanjut, namun Uzma sama sekali tidak melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri yang melayani suami. Uzma selalu mengurus segala keperluan sang suami, walau hanya sikap dingin yang ia terima sebagai balasan nya.
Uzma menjawab salam dan mengambil tangan suaminya untuk dicium. Fahmi hanya bergeming tanpa membalas kecupan di kening Uzma yang rutin dilakukannya dahulu. Hati Uzma serasa di remas. Sudah 3 minggu ini, ia luka batin atas hal yang tak diketahui letak kesalahannya.
Fahmi melewati Uzma dan menuju kamar mandi, meninggalkan Uzma dengan torehan luka di hatinya. Uzma masih berdiri tegak di posisi yang sama, hingga suara pintu kamar mandi tertutup membuat ia sadar dan kembali ke dapur, melanjutkan kegiatannya yang beberapa menit lalu ia tinggalkan.
-----------
Rasa mual yang Uzma rasakan semakin menjadi setelah 5 menit yang lalu ia memuntahkan makanan dari perutnya. Uzma mengambil alat tes kehamilan di pojok kamar mandi yang menunjukkan dua garis merah, yang artinya ia positif hamil.Uzma memandang sendu testpack yang ada di genggamannya. 3 hari yang lalu, ia luar biasa senang mendapati kenyataan bahwa dirinya tengah hamil. Namun, rasa senang yang tadi membuncah lenyap seketika saat ia ingin menunjukkannya kepada sang suami.
"Mas, aku punya kabar gembira." Kata Uzma semangat ketika ia mendengar knop pintu diputar dari luar.
"Bentar, aku mandi dulu." Fahmi berkata datar lalu meninggalkan Uzma yang menyembunyikan tangan dibelakang dengan melingkupi hasil tes kehamilannya.
Setelah Fahmi masuk ke dalam kamar, Uzma lagi lagi bersuara namun dengan cepat dibalas oleh Fahmi dengan nada yang kasar.
"Aku capek. Besok jadwalku full. Kamu bisa ngertiin suami mu nggak sih?" Tanya Fahmi yang sedang membaringkan diri di ranjang dan menutupi setengah tubuhnya dengan selimut.
Senyum dibibir Uzma lenyap seketika. Inilah yang terjadi hampir 3 minggu. Rumah tangga yang dingin, tanpa ada obrolan manis sang penghuni rumah. Rumah yang ditempati ketika pagi dan malam hari. Tempat sunyi yang seharusnya menjadi tempat nyaman untuk pulang, hanya dijadikan tempat singgah untuk tidur dan bergelung di kasur. Air mata Uzma tak bisa di tahan lagi. Ia merindukan awal awal pernikahannya yang harmonis, namun semua sudah ditakdirkan oleh Allah, tak ada yang tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Ketukan pintu membuat Uzma segera menghapus air mata nya yang berlinang. Membasuh wajahnya sekilas dan membuka pintu kamar mandi dimana suaminya sudah berdiri dengan gagah disana.
"Aku balik lagi ke rumah sakit. Ada urusan. Kamu nggak usah kemana mana. Assalamualaikum." Pamit Fahmi yang kemudian pergi dari hadapan Uzma.
"Waalaikumsalam." Lirih Uzma.
-------------
Dering suara telepon membuat Uzma yang masih dengan mata terpejam menggeliat. Matanya perlahan membuka. Mencari ponsel di meja samping ranjang dan menemukan nomor asing disana. Siapa?Uzma langsung menghela napas kesal. Siapa sih yang menghubunginya subuh subuh gini. Batin Uzma jengkel.
"Halo. Assalamualaikum." Kata Uzma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Idaman (END)
RandomMengagumi seseorang dengan berlebihan. Dari mengikuti instagram nya, melihat acaranya, bahkan sampai berdoa untuk berjodoh dengannya. Hingga sebuah takdir seakan menjawab dan mengabulkan doanya. Tapi, bukan berarti tidak ada rintangan yang akan meng...