14

3.4K 223 0
                                    


"Jadi kamu serius melamar putri saya?" Tanya seorang lelaki paruh baya yang masih tampan diusia nya yang sudah tidak muda lagi kepada seorang pemuda di hadapannya.

"Saya serius pak, insyaallah." Jawab laki laki yang tadi diberi pertanyaan dengan tegas dan tanpa ragu sedikitpun.

Hening. Hanya bunyi detak jarum jam yang memenuhi suara di ruangan itu. Cuaca di luar yang gerimis karena habis hujan disertai dengan petir yang menggelegar semakin menambah kesan menegangkan bagi pemuda tersebut dan perempuan berhijab yang sedari tadi dipandangi nya.

"Insyaallah putra saya siap pak. Saya yakin, Fathur tidak akan main main mengenai ikatan suci pernikahan. Tolong berikan restu pada putra saya." Kata lelaki berpeci, yang tak lain adalah ayah dari Fahmi Al Fathur menambahkan kalimat sang putra.

"Saya menyerahkan semuanya kepada putri saya, apapun keputusannya, saya akan mendukung. Karena bagaimanapun juga, putri saya yang akan menjalaninya." Jawab ayah Uzma bijaksana.
"Bagaimana Uzma? Berikan jawaban mu." Tanya sang ayah kepada Uzma.

"Jika ayah dan bunda merestui, insyaallah Uzma siap menjalani pernikahan." Jawab Uzma sambil menundukkan kepalanya. Ia tahu itu tidak sopan, tapi seolah ia tak mampu menatap mata sang calon suami yang terus memandang ke arahnya.

"Baiklah. Saya memberi restu. Nak Fahmi, katakan jika suatu saat kamu tak mampu membahagiakan putri saya, langsung kembalikan lah Uzma kepada saya. Atau jika nak Fahmi dengan sengaja dan tega melukai putri saya dengan dalam, baik fisik maupun batin, saya yang akan merebut paksa tanggung jawab untuk Uzma." Wejangan Ayah Uzma bagaikan ujung pedang yang menghunus pikiran untuk Fahmi. Namun, Fahmi sama sekali tidak rendah diri, ia membuktikan bahwa ia tidak akan mempermainkan ikatan pernikahan.

"Saya akan berusaha menjaga rumah tangga saya nanti, namun saya tidak bisa berjanji, karena saya juga manusia biasa yang bisa khilaf." Jawab Fahmi kembali. Membuat calon ayah mertua semakin yakin menyerahkan putri satu satunya kepada lelaki itu.

"Oh ya nak Fahmi, sekarang manggilnya ayah dan bunda aja ya, seperti Uzma. Kan kamu juga akan menjadi anak saya." Kata Bunda Uzma kepada Fahmi.

"Baik bunda." Jawab Fahmi dengan sopan disertai senyum kecil.

"Baiklah, mari kita tentukan hari dan tanggal pernikahannya." Bunda Uzma langsung menuju topik terpenting nya. Sejak tadi, Bunda sangat senang karena putri nya akan menikah. Apalagi calon menantunya adalah Fahmi Al Fathur, pemuda yang sangat dikagumi Uzma sejak kuliah.

"Bagaimana jika 1 bulan lagi? Fathur, kamu siap kan? Uzma?" Tanya Ibu Fathur kepada pasangan calon pengantin tersebut.

"Kalau Fathur, siap Umi, lebih cepat lebih baik. Tapi bagaimana dengan Uzma? Uzma siap?" Tanya Fahmi kepada Uzma. Tatapan nya seperti menunjukkan sebuah pengharapan yang besar, berharap Uzma juga setuju.

"Bismillah, insyaallah siap." Jawab Uzma kembali mengalihkan pandangannya, menghindari mata berwarna hitam itu yang membuatnya salah tingkah sejak tadi.

Kedua pasangan orang tua dan calon pengantin pun mendiskusikan hal hal untuk berlangsungnya pernikahan. Dari undangan, baju, dekor, dan lain lain. Setelah itu, mereka bersantai di ruang tamu sekaligus berbincang untuk mengenal lebih dalam agar ikatan antar keluarga juga kuat.

-
Diluar ruang tamu, Uzma dan Fahmi duduk berhadapan, melakukan hal seperti kedua orang tuanya, yaitu mengenal lebih dekat.

"Saya menginginkan pernikahan sekali seumur hidup saya. Ini bukan pernikahan main main seperti film ataupun novel yang menggunakan kontrak atau perjanjian apalah itu, saya benar benar berharap kamu juga dapat menjalani pernikahan pada umumnya, ikatan suci. Kamu mau kan?" Fahmi melemparkan pertanyaan pada Uzma setelah panjang lebar ia berbicara mengenai sucinya pernikahan.

Imam Idaman (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang