10

3.7K 271 2
                                    


Keramaian kota Jogjakarta sudah menjadi teman bagi seorang perempuan cantik berkerudung, selama setahun ini. Ternyata, bekerja di kota ini menjadi hal yang menyenangkan baginya. Biaya hidup yang lebih murah dan hemat membuat nya betah.  Uzma, nama perempuan itu. Setelah lulus dari Universitas Indonesia 4 tahun silam, ia pun melanjutkan S2 nya di luar kota, yaitu di Unair, Surabaya. Memang ia sudah berpikir matang matang untuk menjadi wanita yang lebih mandiri. Setelah menempuh kuliah magister selama 2 tahun, kini ia sudah menjadi dosen mata kuliah farmakoterapi di salah satu STIKES di kota pelajar ini selama hampir satu tahun. Entah kenapa, dulu Farmakoterapi yang sangat dibenci nya malah ia perdalam dan malah menjadi dosen mata kuliah tersebut. Sebenarnya, itu adalah tantangan tersendiri bagi seorang Uzma. Sekarang ia mampu membuktikan bahwa ia bisa melawan kelemahannya.

Masih ada satu kelas lagi jadwal mengajarnya. Penat sebenarnya memang melanda Uzma. Menjadi dosen, ternyata tidak seenak yang dipikirkan. Dalam waktu setahun ini, ia benar benar telah membuktikan seberapa sibuknya menjadi seorang dosen. Masih ada 15 menit untuk memasuki jam mata kuliah yang ia ajar. Dengan langkah pelan, ia pun beranjak menuju kelas nya. Huh... satu kelas lagi. Batin nya menyemangati.

-
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 tapi bus yang ditunggu tak kunjung datang. 30 menit sudah ia menunggu di halte. Motor yang biasa ia kendarai sedang berada di bengkel untuk service.

Uzma mengarahkan pandangannya ke penjuru tempat. Matanya yang sayu, sangat memperlihatkan kelelahannya hari ini. Ia menggerak gerakkan kaki nya mencari kesibukan di keadaan penat yang ia rasakan. 4 tahun berada di kota berbeda dari keluarganya membuat ia merindukan kebersamaan di rumahnya. Apalagi ini sudah 3 bulan ia tidak ke Jakarta karena kesibukan yang ia alami. Furqan, abangnya sekarang sudah menjadi dokter spesialis kulit di salah satu rumah sakit di Jakarta setelah mengambil spesialis ilmu kulit dan kelamin di Universitas Indonesia. Dia memang benar benar tekun dan bersungguh sungguh dalam mencari nafkah untuk keluarganya, walau belum dikaruniai anak.

Ponsel yang berdering membuatnya sedikit terkejut dan segera mengalihkan pandangan ke ponsel di atas pangkuannya. Tertera nama bang Furqan di sana. Hati Uzma menghangat seketika karena panggilan dari abangnya. Padahal,baru saja ia mengingat dan memikirkan abangnya. Seolah olah Bang Furqan mengetahui kerinduan Uzma. Ia pun segera menerima telepon tersebut.

"Assalamualaikum dek. Udah pulang dari kampus?" Tanya suara dari seberang telepon.

"Waalaikumsalam bang, Belum nih. Sebenarnya udah selesai ngajar, tapi masih nunggu bus di halte. Lama banget. Motor Uzma lagi diservice." Curhat  Uzma kepada abangnya.

Terdengar helaan napas pelan dari seberang telepon setelah mendengar gerutuan dari Uzma. "Ya sabar atuh dek. Orang sabar disayang Allah. Gimana keadaanmu? Udah 3 bulan nggak ke sini. Nggak kangen apa sama keluarga?" Tanya Bang Furqan lagi.

"Alhamdulillah baik bang, iya nanti kalau ada waktu Uzma kesana kok. Keadaan abang dan keluarga disana gimana bang? Semoga baik baik saja."

"Alhamdulillah baik, dek. Kamu disana juga jaga kesehatan ya. Udah 26 tahun loh kamu. Harus bisa jaga diri. Tapi juga harus membuka konteks pertemanan sama lelaki. Asal masih di batas wajar."

"Iya abang. Pakai bawa bawa kalimat kaya gitu lagi. Langsung ketebak deh pasti ujung ujungnya ngeledek kok nggak nikah nikah. Hmmm....." kesal Uzma

"Hahaha tau aja dek. Aku kok ngerasa keadaan seakan terbalik ya dek. Dulu aja kamu yang ngebet minta abang nikah. Eh sekarang kamu yang kesal diledek balik." Suara tawa di seberang telepon masih saja menggema dan membuat Uzma menjadi semakin kesal.

Imam Idaman (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang