Enam

2.8K 181 0
                                    

"Ayo dek, sesuap lagi, Adek kan baru dua suap makannya." Bujuk Bunda.

"Gak mau Bunda, pahit." Tolak Raka seraya menutup mulut dengan tangannya.

Perdebatan kecil itu terus berlanjut sampai suara pintu terbuka dan menampakkan Ayah dan Riko yang baru saja dari kantin rs untuk sarapan serta membawakan makanan untuk sang Bunda.

"Mau disuapin sama Mas aja?" Tawar Riko.
Raka hanya menggelengkan kepalanya. "Udah gak mau makan, pahit." Jawab Raka.

"Kan harus minum obat Dek, ayo sesuap lagi." Bujuk Riko, namun lagi-lagi Raka hanya menggelengkan kepalanya.
"Nanti kapan-kapan Mas ajak jalan-jalan dech." Riko masih berusaha membujuk adiknya.
Dan tiba-tiba Raka langsung membuka mulutnya pertanda bahwa ia mau untuk memakan makanannya lagi.

---

Ceklek
Pintu kamar rawat itu dibuka oleh seorang dokter yang tidak lain dan tidak bukan adalah Avin. Lalu ia langsung memeriksa Raka.

"Gimana kondisinya Vin?" Tanya Ayah. Dan pada saat itu sang Bunda serta Riko sedang pulang karena dipaksa Ayah untuk beristirahat di rumah.

"Sudah lumayan baik, besok kita bisa melakukan pemeriksaan." Jawab Avin.

"Pemeriksaan apa Om?" Sambar Raka.

"Cuma memastikan aja Raka, mau ya?" Tanya Avin.

"Tapi gak yang aneh-aneh kan Om?" Tanya Raka dengan takut-takut.

"Enggak jagoaaannnn." Jawab Avin.

---

Braaakkk
Pintu bercat putih itu dibuka dengan keras oleh tiga remaja yang merupakan sahabat Raka. Reno, Dafa dan Faris datang dengan nafas yang terengah-engah karena berlari hampir di sepanjang koridor rumah sakit. Mereka datang pada waktu yang masih menunjukkan pukul 10.30 yang menandakan bahwa mereka pasti membolos dijam pelajaran.

"Ka, lu gak papa kan?" Tanya Reno yang masih bernafas dengan putus-putus.

"Sorry ya kita baru datang soalnya keluarga lu gak ada satupun yang ngabarin kita, kita juga tau nya dari bokapnya Faris, dan itu pun baru tadi waktu istirahat."

Waktu istirahat di sekolah, tiba-tiba Faris mendapat telpon dari Papanya yang mengatakan bahwa Raka dirawat di rumah sakit sejak semalam.

"Gue juga bingung kenapa bokap gue baru bilang hari ini, padahal kan semalan bokap juga tidur di rumah." Heran Faris.

"Mungkin Om Avin lupa Ris, udah sih santai aja gue juga gak papa kok." Jawab Raka.

"Oh ya katanya besok lu harus ada pemeriksaan lagi?" Tanya Faris.

"Iya Ris, gue juga gak tau sih, udahlah emang disuruh periksa, ya tinggal periksa aja ya gak guys." Jawab Raka dengan santainya.
Padahal Faris tengah berpikir jika kemungkinan yang ada didalam tubuh Raka itu benar seperti yang dikatakan Papanya.

---

Ceklekkk
Pintu itu terbuka menampilkan Dika dan Avin. Avin yang melihat anaknya pun langsung memberi pertanyaan bertubi-tubi kepada Faris.

"Faris, kok bisa di sini sih? Emang udah pulang? Kan ini masih jam 11 atau pasti kamu bolos ya? Kan tadi Papa udah bilang kalau mau jenguk Raka nanti aja kalo pulang sekolah." Tanya Avin.

"Hehe, Faris takut Raka kenapa-napa Pa, lagian Papa juga ngomongnya baru tadi, kan semalam Papa pulang malah sempet makan malam bareng Faris kok bilang dari semalem aja?" Jawab Faris.

"Papa kan lupa Farisss. Terus tadi kenapa kok bisa jam segini udah ada disini?" Geram Avin.

"Bolos Pa." Jawab Faris dengan jujurnya.

"Kalian tu mau jadi apa sih kok suka bolos gitu." Akhirnya Ayah bersuara.

"Iya nih, gue tau kalian tu pasti pada ngekhawatirin gue, tapi gak usah segitunya lah, kayak ama siapa aja sih.... Emmm jadi makin sayang dechhh" Sambung Raka dengan percaya dirinya dan berniat ingin memeluk ketiga sahabatnya.

"Jijik Ka, jijikk." Jawab mereka kompak.

Avin dan Dika hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat keempat remaja itu.

---

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 dan ketiga sahabat Raka pun sudah pulang ke rumahnya masing-masing.

"Tidur Dek, istirahat biar cepat sehat." Perintah Ayah.

"Gak ngantuk Yah." Jawab Raka.

"Mau Ayah bacain dongeng?" Tawar Ayah. Memang dari dulu Raka lebih suka dibacakan dongeng ataupun cerita lainnya oleh sang Ayah.

"Mauuu tapi Ayah juga tidur di sebelah Adek." Pinta Raka.

Sang Ayah hanya mengangguk serta tersenyum melihat kelakuan bungsunya ketika sedang mode manja. Lalu ia menceritakan salah satu dongeng kepada putranya itu dan tak lama dengkuran halus mulai terdengar menandakan bahwa kesayangannya itu sudah terlelap.

Sebelum turun dari brankar, Ayah mencium kening sang putra cukup lama serta mencium kedua pipinya.
"Sehat terus Dek, Ayah sayang banget sama Adek." Monolog Ayah.

Tentang PERGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang