Tiga Puluh Satu

1.4K 122 1
                                    

"Bunda, ayolah, adek udah baikan, ayo pulang." Seperti itulah rengekan-rengekan kecil dari si bungsu kepada Bundanya. Ia yang merasa sudah agak membaik pun langsung meminta kepada Bundanya agar memintakan izin dari sang dokter untuk pulang.

"Gak bisa dek, adek kan masih harus banyak istirahat." Tolakan halus tersebut keluar dari mulut sang Bunda.

Sudah lima hari semenjak sadarnya Raka pasca operasi, dan sejak pagi tadi ia selalu meminta kepada Bunda agar diperbolehkan pulang. Sang Ayah sedang berada di kantornya serta Riko sudah pasti tengah menimba ilmu di bangku kuliahnya.

"Tau ah, pengen tidur aja." Ucap Raka lalu memejamkan matanya karena sebenarnya ia sedang menahan rasa sakit yang tiba-tiba saja menjalar di kepalanya.

Kernyitan halus itu begitu kentara di dahi si bungsu yang langsung menyita perhatian Bunda.

"Dek, ada yang sakit?" Tanya Bunda dengan suara pelan serta membelai rambut si bungsu yang terasa basah ditangannya.

"Pusing." Jawab Raka yang masih setia memejamkan kedua matanya.

"Bunda panggilin Om Avin ya dek." Ujar Bunda lalu menyentuh kening Raka dan merasakan hawa panas langsung menjalar di telapak tangannya.

Raka hanya menggelengkan kepala dan memilih tidur dengan membelakangi sang Bunda. Wanita cantik yang bingung dengan sikap putra bungsunya itu langsung berpindah duduk di tepian brankar putranya supaya bisa melihat wajah Raka yang ternyata sudah dipenuhi dengan bulir-bulir keringat.

"Dek, hey, sini hadap ke Bunda sayang. Adek udah keringetan gitu, Bunda panggilin Om Avin aja ya." Bujuk Bunda yang dengan sigap memencet tombol merah di sisi brankar Raka.

Tiba-tiba terdengar suara tangis yang bersumber dari Raka dan ia langsung memeluk Bundanya.

"Bun-da, sa-kit." Ucap Raka yang masih menangis dalam dekapan Bundanya.

"Iya sayang, tahan ya, bentar lagi Om Avin ke sini." Jawab Bunda dengan sehalus mungkin serta menenangkan putra bungsunya itu.

"Bun, sa-kit." Raka masih menangis dan sesekali memukul kepalanya meskipun hal itu selalu di tahan Bunda.

Namun tak lama terdengar suara sesak nafas serta terlihat dada bidang Raka yang bergerak tak beraturan naik turun bahkan laki-laki itu juga mengalami kejang karena suhu badan Raka yang sangat tinggi. Lalu darah segar langsung mengucur dari dua lubang hidung remaja tersebut.

"Ya Allah, adek." Bunda langsung menjerit serta menangis histeris ketika menyaksikan anak bungsunya yang seperti tengah berada di ambang kehidupannya.

Ceklek

"Raka kenapa La?" Tanya Avin langsung ketika telah membuka pintu ruang rawat tersebut dan disajikan pemandangan di mana pasien kesayangannya masih mengalami kejang dengan darah yang sudah banyak mengalir hingga di leher Raka.

"Tadi ngeluh pusing Vin. Terus sekarang jadi kayak gini " Jawab Bunda yang sedang membersihkan darah itu serta menenangkan putra bungsunya.

"Dek, Bunda tau Adek kuat." Ucap Bunda kepada pada telinga putranya sebelum meninggalkan kamar rawat tersebut agar para tenaga medis dapat menangani bungsunya.

---

"Ayah." Panggil Riko heran ketika melihat mobil Ayahnya yang ternyata parkir di sebelah mobilnya.

"Mas Riko. Kok Mas Riko pulangnya cepet?" Bingung sang Ayah karena melihat putra sulungnya di parkiran rumah sakit padahal ini baru pukul 10 pagi.

"Dosennya lagi ke luar negeri Yah. Jadi Riko pulang langsung ke sini aja, udah kangen sama si Adek. Terus Ayah sendiri kenapa udah ada di sini?" Tanya Riko yang juga bingung dengan Ayahnya.

"Terserah Ayah lah, kantor punya Ayah juga." Jawab Ayah yang malah menyombongkan dirinya di depan Riko.

Riko hanya memutar bola matanya malas, kalau sudah masalah berlagak memang sang Ayah yang paling juara.

"Ayah dari tadi khawatir sama Adek Mas, takut ada apa-apa." Ucap Ayah ketika tak mendapat respon dari putra sulungnya.

"Riko juga ngerasa gak enak Yah dari tadi." Balas Riko kepada Ayahnya.

Pasangan ayah dan anak itu mulai berjalan menuju kamar rawat kesayangan mereka.

Ketika beberapa langkah lagi mereka akan sampai di depan pintu kamar tersebut, mereka dikejutkan dengan pemandangan sang Bunda yang tengah terduduk di depan ruang perawatan dengan air mata yang mengalir deras dari kedua mata indahnya.

Sang Ayah dan Riko pun berlari menuju tempat Bundanya menangis dan langsung menodong dengan berbagai pertanyaan kepada wanita cantik tersebut.

"Bunda, adek kenapa? Kok Bunda di luar, adek gakpapa kan Bun?" Dengan wajah yang begitu kentara khawatir itu, Riko berjongkok di depan sang Bunda dengan memberi berbagai pertanyaan mengenai adik kesayangannya.

"Adek collapse." Jawab Bunda yang masih menitihkan air matanya dan langsung mengenai pundak si sulung karena ia tengah memeluk Riko.

Dua kata itu mampu meruntuhkan pertahanan Riko serta Ayah yang sedari tadi mencoba untuk berpikir positif tentang keadaan Raka.

Ketiga orang itu hanya mampu menangis, merasa gagal karena tidak mampu menghilangkan sakit pada kesayangannya. Ayah pun ikut memeluk istri serta sulungnya, memberi semangat supaya kedua orang yang sangat disayanginya itu bisa tegar dalam mengahadapi situasi seperti ini, meskipun ia sendiri tidak percaya bahwa dirinya akan sekuat itu.


Tentang PERGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang