"Adek!!" Pekik Bunda saat melihat mata si bungsu telah terbuka meskipun tatap dari anak itu masih terlihat sendu. Ia pun langsung menghampiri sang putra serta mencium kening Raka bertubi-tubi.
"Ada yang sakit gak Raka?" Tanya Avin ketika Bunda sudah puas menciumi wajah remaja tampan tersebut.
"Gak Om, Raka gakpapa." Jawab Raka.
"Kamu masih butuh alat ini, jangan dilepas dulu ya." Peringat Avin ketika Raka berniat ingin melepaskan alat tersebut karena merasa sangat tidak nyaman dengan selang oksigen itu.
Raka mengangguk dan setelah itu Avin langsung keluar dari ruang rawat Raka untuk memeriksa pasiennya yang lain.
"Dek, kalo ada yang sakit bilang ya." Ucap Ayah memecah keheningan sementara tersebut.
"He eh. Ayah gak ke kantor?" Tanya Raka dengan tatapan sendunya.
"Enggak Dek, Ayah mau nemenin Adek aja." Jawab Ayah.
"Mas Riko kok juga gak kuliah sih?" Tanya Raka lagi.
"Gakpapa Dek, Mas juga mau di sini aja nemenin Adek." Jawab Riko seraya menggenggam tangan sang adik. Sementara Bunda serta Ayah berdiri di sebelah kiri brankar putranya.
"Jangan kebanyakan bolos Mas, ora ilok. Nanti gak lulus-lulus lho." Nasehat Raka yang dicampur dengan bahasa Jawa hasil belajar dari Eyangnya.
"Tuh dengerin Mas, dinasehatin adek tuh." Bunda yang sedari tadi diam akhirnya ikut angkat bicara.
"Udah sana kuliah, gak ada penolakan." Tegas sang kepala keluarga.
"Nggeh Yah." Jawab Riko dengan logat Jawa yang terkadang dipakai oleh Bundanya.
Akhirnya Riko keluar dari ruang rawat itu dan bersiap untuk berangkat kuliah.
"Adek istirahat lagi ya, Bunda sama Ayah temenin kok." Perintah Bunda kepada si bungsu dan langsung mendapat anggukan dari Raka.
---
Dafa, Faris serta Reno langsung berlari menyusuri koridor rumah sakit ketika Avin memberi tahu pada Faris bahwa Raka tadi pagi sempat collapse.
Braakkkk
Pintu bercat putih itu dibuka dengan kasarnya oleh seorang remaja dengan postur tubuh tinggi dan tegap yang memiliki nama Faris.
"Astaghfirullah. Kalian ini ngagetin aja." Kaget Ayah ketika masih setia mengelus lembut rambut sang putra.
"Rakaaaaa." Teriak Dafa yang langsung berlari memeluk pemilik nama yang dipanggilnya itu.
"Daf... se-sek." Raka berusah melepaskan pelukan itu namun kekuatannya jauh lebih rendah dari Dafa.
"Woy oncom, itu Raka gak bisa napas Daf!" Ucap Faris yang tengah menjewer telinga sahabatnya.
"Aduh Ris, lu mah gangguin gue aja." Kesal Dafa karena harus melepas pelukan tersebut.
"Raka gak bisa nafas gara-gara lu peluk kayak gitu ncom!" Jawab Reno.
Ayah yang melihat keempat remaja tampan tersebut hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. Ia sangat bersyukur karena si bungsu dikelilingi orang-orang yang sangat menyayangi Raka. Ia hanya berharap semoga Tuhan masih memberikan takdir yang baik kepada keluarganya. Melihat si bungsu dapat sembuh dan bisa berbahagia lagi tanpa harus merasa kesakitan yang sangat menyiksanya.
---
"Oh ya btw, Bunda mana Ka?" Tanya Faris ketika telah mendudukkan pantatnya di kursi sebelah brankar Raka.
Sang Ayah yang semula duduk di tempat tersebut sedang izin keluar dari ruang rawat anaknya dan tinggallah mereka berempat di ruangan serba putih itu. Sedangkan Reno memilih duduk di pinggiran brankar tepatnya di sebelah kaki Raka. Lalu Dafa? Ia sedang tertidur pulas terlentang di depan televisi dan beralaskan karpet berbulu dengan berpose tidur membuka mulutnya seperti tanaman kantong semar yang siap memakan serangga.
"Lagi istirahat di rumah." Balas Raka singkat dan Faris hanya ber oh ria.
"Ris,." Panggil Raka.
"Iya Ka, kenapa? Ada yang sakit?" Jawab Faris dengan rentetan pertanyaan.
"Minum." Raka merasa tenggorokannya sangat kering dan ketika berbicara pun rasanya sakit.
Faris dan Reno membantu Raka untuk meminum air mineral tersebut. Setelah di rasa cukup, Raka menghentikan aksi minumnya. Namun ketika ia baru akan kembali merebahkan kepalanya, ia merasa akan ada suatu cairan yang keluar dari hidungnya dan tak lama darah segar itu mengalir dari kedua lubang hidung mancungnya.
"Raka." Kaget Faris dan langsung mengambil beberapa tisu yang tersedia di atas nakas untuk membersihkan darah tersebut.
"Nunduk Ka, jangan ndongak." Perintah Reno saat Raka malah mendongakkan kepalanya.
"Sakit gak?" Tanya Faris disela-sela kegiatannya membersihkan hidung Raka dari cairan merah tersebut.
Raka hanya menggelengkan kepalanya, namun ia merasa pening yang luar biasa bahkan sekedar membuka mata pun semuanya terlihat berputar. Akhirnya Raka memilih menutup matanya guna meminimalisir rasa pusing tersebut.
"Hey Ka, kok tidur, lu denger gue kan?" Tanya Reno yang melihat Raka sudah memejamkan matanya.
"Pusing." Jawab Raka yang masih setia memejamkan matanya.
"Astaghfirullah Raka." Dafa yang baru bangun dari lelapnya tersebut sangat terkejut melihat Raka yang mengalami mimisan sebanyak itu. Ia pun langsung memencet tombol merah yang berada di sebelah brankar guna memanggil dokter atau pun para suster.
Tak lama Avin pun datang bersama seorang suster dan diikuti oleh Dika, sang Ayah.
"Ya Allah Adek." Pekik Ayah yang terkejut melihat keadaan si bungsunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang PERGI (End)
Short StoryTidak ada kata "sempurna" dalam kehidupan, Ragil Rakasa Maulana. Hidupnya mungkin terlihat sempurna. Tapi semua itu runtuh seketika ketika kenyataan itu datang merobohkan segalanya.